Thursday 24 January 2019

Cara Menggunakan Review Comparasi Pada Ms. Word


Plagiarisme merupakan suatu pelanggaran dalam membuat suatu karya tulis. Banyak diantara civitas akademik yang terjebak dalam perihal plagiarisme. Selain dalam perihal publikasi ilmiah, pelanggaran plagiarisme juga sering merambah dalam kalangan mahasiswa terutama dalam membuat makalah ataupun laporan praktikum. Tentunya hal ini tidak baik jika tetap dibiarkan tanpa penyelesaian. Bagi beberapa dosen, untuk memberikan nilai pada tugas makalah ataupun laporan praktikum terkadang tidak memperhatikan faktor plagiarisme ini. Terutama, pada kasus plagiarisme dengan teman sebaya.
Kasus plagiarisme dengan mencatut sumber yang telah dipublikasikan memang lebih mudah dibandingkan dengan kasus plagiarisme dengan teman sebaya. Dengan bantuan software dan platform online seperti turnitin, plagiarisme checker, grammarly dan lain sebagainya akan menunjukan tingkat kemiripan dan kesamaan hasil karya mahasiswa tersebut. sedangkan untuk kasus plagiarisme kepada teman secara spesifiik belum ada software dan platform yang bisa mendeteksi.
Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan fungsi menu review pada Ms.Word. Pada menu review terdapat fitur comparasi yang memungkinkan Ms. Word membandingkan tingkat kesamaan dan perbedaan karya antar mahasiswa. Tentunya dengan meminta softfile dari laporan dan makalah mereka. Untuk menggunakan fitur ini terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan, diantaranya:
1.      Menyiapkan file yang akan di koreksi secara softfile dan harus dalam ekstensi .doc atau .docx
2.      Membuka halaman awal Ms. Word.
3.      Buka menu Review dan pilih sub menu compare. Pastikan kalian memilih sub menu compare.
4.      Masukan documen yang akan dibandingkan.
5.      Dan hasilnya adalah sebagai berikut

Fitur ini mampu mendeteksi konten-konten yang sama dan berbeda diantara kedua file yang dikomparasikan. Sederhananya, bagian yang “dicoret” merupakan naskah yang berbeda dan bagian yang tidak dicoret adalah naskah yang sama. Tingkat akurasi yang diberikan memanglah belum 100% akurat, akan tetapi, dengan mengoptimalkan fitur ini kita dapat menentukan dosen ataupun guru dapat melihat mana siswa/mahasiswa yang benar-benar mengerjakan tugas sebagai mana diperintahkan atau hanya mengcopy tugas dari temannya. Sedikit berbagi pengalaman, fitur ini saya gunakan untuk memeriksa laporan praktikum mahasiswa dan cukup membantu dalam menilai laporan menjadi lebih objektif.
Selamat mencoba.

Salam Literasi.

Rizki Zakwandi

Tuesday 22 January 2019

Energi Bebas Termodinamika

Kita telah mengetahui bahwa entropi sebagai suatu sistem terisolasi yang tidak pernah berkurang.  Akan tetapi sistem yang diisolasi adalah untuk kebutuhan eksperimen yang berskala kecil, dan kita harus mempertimbangkan untuk kasus yang lebih khusus yang mana kebutuhan sistem dihubungkan dengan sistem yang lebih besar yang sifatnya tidak berubah secara signifikan. Sebagai bahan diskusi, kita dapat mengamati pada sistem besar yaitu kolam air panas. Selanjutnya kita akan mengingat kolam air panas secara umum, yaitu sebagai suatu sistem besar yang tidak mengalami perubahan temperatur dan tekanan selama interaksi. Secara sederhana, kita akan masih mengacu pada sistem sebagai kolam air panas.
            Jika suatu sitem dihubungkan dengan kolam air panas, kemudian entropi dari sistem dapat meningkat atau menurun. Satu-satunya cara untuk meyakinkan adalah dengan menyatakan bahwa entropi dari sistem ditambah kolam air panas haruslah meningkat atau tidak berubah sama sekali. Karena entropi merupakan hasil dari penjumlahan maka[1]


\









Wednesday 16 January 2019

Kalender Masehi, Hijriah dan Penentuan Arah Kiblat.

Kalender Masehi, Hijriah dan Penentuan Arah Kiblat.
Oleh: Rizki Zakwandi, Riska Anjani

       A.    Sejarah Kalender Masehi dan Hijriyah
Sistem kalender Masehi merupakan sistem kalender internasional yang menjadi acuan dalam penentuan penanggalan internasional. Kalender masehi sendiri memiliki acuan penanggalan berdasarkan gerakan revolusi bumi mengelilingi matahari dan satu awal penggalan dimulai ketika pukul 00.00 (tegah malam). Kalender masehi memiliki nama lain yaitu kalender “gregorius” yang merupakan koreksi dari kalender sebelumnya (kalender Julius) (Moyer, 1983, hal. 171-188). Koreksi yang dimunculkan berdasarkan lama periode pengelilingan bumi akan matahari yaitu pada kalender Julius selama 365 hari 6 jam menjadi 365 hari 5 jam 48 menit dan 46 detik. Akan tetapi beberapa pembulatan astronomi yang digunakan sekarang masing menggunakan lama waktu 1 tahun adalah 365,25 hari dengan 1x4tahun adalah tahun kabisat. Maka dapat diprediksi bahwa dalam 3000 tahun akan terjadi pengurangan sekitar 5-8 hari.


Sistem kalender Hijriyah adalah salah satu sistem penanggalan yang disusun berdasarkan peredaran bulan mengelilingi bumi. Penetapan kalender ini bertujuan untuk membuat suatu pedoman bagi umat Islam sehingga segala sesuatunya menjadi seragam (Azhari, 2008). Pada sistem Kalender Hijriah, sebuah hari/tanggal dimulai ketika terbenamnya matahari yang berbeda dengan penanggalan pada kalender Masehi yang dimulai ketika matahari terbit. Kalender Hijriyah dibangun berdasarkan rata-rata siklus sinodik bulan kalender komariah. Dengan menggunakan siklus sinodik bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah . Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun kalender Hijriah lebih pendek sekitar 11 hari dibanding dengan 1 tahun Kalender Masehi (Hasan & S, 2000).
      B.     Karakteristik Kalender Masehi dan Hijriyah
1.      Karaktersitik kalender Masehi
a.       Didasari revolusi bumi
b.      Lama waktu satu tahun adalah 365 hari 5 jam 48 menit dan 47 detik.
c.       Memiliki tahun kabisat yang ditandai dengan bilangan tahun yang habis dibagi 4 dengan menggenapkan bulan februati berjumlah 29 hari.
d.      Pergantian hari terjadi pada jam 00.00 (tengah malam)
2.      Karakteristik kalender Hijriyah
a.       Mangacu pada perderan bulan mengelilingi bumi (revolusi bulan)
b.      Lama waktu dalam satu tahun adalah 354,37 hari dan penentuan tahun kabisat dalam kalender hijriah dilakukan dengan membagi bilangan tahun dengan 30 dan melihat sisa pembagian, jika sisa pembagian adalah 2, 5, 7, 10, 13, 18, 21, 24, 26, dan 28 maka tahun tersebut tergolong dengan tahun kabisat. (Rositawaty & Muharam, 2008)
c.       Kelebihan hari dalam tahun hijriah dikumpul dalam bulan berikutnya maka lama waktunya menjadi 29/30 hari dalam satu bulan (Raharjo, 2001, hal. 107-109).
       C.    Perbedaan Kalender Masehi dan Hijriyah
Berikut ini perbedaan kalender Masehi (Georgian) dan kalender Hijriyah (Nurhadi, Yasin, & Senduk, 2004), di antaranya:
1)      Dasar pembuatan kalender
a.       Dasar pembuatan kalender Masehi berdasarkan kala revolusi bumi (peredaran bumi mengelilingi matahari selama 365,25 hari).
b.      Kalender Hijriyah dibuat berdasarkan kala revolusi bulan (peredaran bulan mengelilingi bumi selama 29,50 hari)
2)      Jumlah hari dalam satu tahun
a.       Tahun Masehi terdiri dari 365 hari, kecuali tahun kabisat. Pada tahun kabisat jumlah harinya ada 366 hari, karena pada tiap tahun kabisat jumlah hari pada bulan Februari ada 29 hari.
b.      Jumlah hari pada tahun Hijriyah ada 364, kecuali pada tahun kabisat, di mana pada tahun kabisat jumlah hari di kalender Hijriyah ada 355 hari.
       D.    Penentuan Arah Kiblat
Menurut Arkanudin (2009) langkah-langkah menentukan arah kiblat dengan berbagai alat bantu selengkapnya sebagai berikut:
1.      Menggunakan Kompas
Kompas pada dasarnya merupakan alat yang berfungsi untuk menunjukan arah dari mata angin. Untuk menentukan arah kiblat dengan menggunakan kompas pengguna harus mengetahui terlebih dahulu koordinat ka’bah sebagai arah kiblat. Langkah-nya adalah sebagai beriku; a) Letakkan kompas di atas tanah atau pada bidang datar dan diamkan sampai jarum penunjuk menunjukkan arah utara magnetik b)Buatlah garis dari arah utara ke selatan c) Buatlah garis dari timur ke barat d) Perhatikan koreksi magnetik pada tempat pengukuran (jika deklinasi magnetiknya timur maka azimuth kiblat dikurangi nilai deklinasi magnetik tersebut, jika deklinasi magnetik di barat maka ditambahkan) e) Setelah arah barat utara diketahui, buatlah garis sesuai dengan nilai perhitungan arah kiblat (azimuth kiblat) yang telah dikoreksi dengan deklinasi magnetik (Arkanuddin, 2009).
2.      Menggunakan Tongkat
Tongkat pada dasarnya hanya bisa menunjukan arah dari mata angin sama halnya dengan kompas. Untuk menentukan mata angin dengan menggunakan tongkat maka kita harus mempersiapkan tongkat yang telah ditancapkan pada bidang datar terlebih dahulu. Selanjutnya buatlah lingkaran dengan jari-jari r dengan tongkat sebagai pusatnya. Tahap selanjutnya kita harus mengamati bayaangan tongkat yang memasuki lingkaran dan menentukan titik potong di garis lingkaran (Misal titik A). Lakukan hal yang sama untuk menentukan titik otong keluaran di titik B lalu tariklah garis dari A ke B dan buatlah garus tegak lurus dengan garis terbut. Titik A merupakan Barat dan Titik B merupakan arah timus serta garis tegak lurus menunjukan Utara dan Selatan. Setelah mengetahui arah mata angin, tariklah sudut sesuai dengan data azimuth kiblat yang telah dihitung sebelumnya. Maka itulah arah kiblat (Arkanuddin, 2009).
3.      Menggunakan Theodolite
Theodolite merupakan alat IPBA yang tergolog dalam kelompok litosfer yang dapat digunakan untuk menentukan tinggi dan azimuth benda langit, menentukan tata koordinat horizon dan sudut vertikal, dan juga dapat digunakan untuk mengukur jarak dan membuat garis lurus antar tempat. Penggunaan theodolite ini merupakan cara yang lebih teliti untuk menentukan arah kiblat. Pasalnya hasil pengamatan dan kalkulasi matematis yang dibuat seteliti mungkin. Penggunaan theodolit juga tergolong sangat sederhana yang mana pengguna hanya membutuhkan koordinat asli dari ka’bah (Arkanuddin, 2009).
4.      Menggunakan Rashdul Kiblat
Rashdul kiblat berarti bayang-bayang Matahari ke arah kiblat maksudnya adalah bayangan benda yang berdiri tegak dan di tempat yang datar pada saat tertentu (sesuai hasil perhitungan) menunjukan arah kiblat, cara ini dikenal juga dengan teori bayangan. Rashdul kiblat ini terjadi saat posisi Matahari berada di atas Ka’bah. Penentuan arah kiblat dengan bayangan (Arkanuddin, 2009).

Referensi

Arkanuddin, M. (2009). Teknik Penentuan Arah Kiblat Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Ilmu Falak (LP2IF) Rukyatul Hilal Indonesia (RHI).
Azhari, S. (2008). Ensiklopedi Hisab Rukyat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hasan, & S, H. (2000). Hijriah. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Moyer, G. (1983). Aloisius Lilius and the Compendium Novae Rationis Restituendi Kalenderium. Perdensen: Hoskin.
Nurhadi, Yasin, B., & Senduk, A. G. (2004). Penanggalan Masehi dan Hijriyah. Malang: Universitas Negeri Malang.
Raharjo, M. (2001). Sistem Penanggalan Syamsiyah/Masehi. Bandung: ITB .

Rositawaty, S., & Muharam, A. (2008). Senang Belajar Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.

Alat-Alat yang Berhubungan dengan IPBA

Alat-Alat yang Berhubungan dengan IPBA
Oleh: Rizki Zakwandi, Riska Anjani

Pengamatan benda-benda luar angkasa tidak dapat dilakukan dengan mata telanjang. Hal ini disebabkan karena keterbatasan mata sebagai indera untuk mengidentifikasi benda-benda yang sangat jauh. Bintang misalnya dapat mengeluarkan cahaya sendiri akan tetapi yang dapat dilihat oleh mata hanya semburan cahayanya saja (Dyayadi, 2008). Hal yang serupa juga terjadi pada pengamatan gejala di muka bumi. Meskipun manusia hidup di bumi akan tetapi gejala alam yang ada di permukaan bumi tidak dapat langsung diidentifikasi oleh indera manusia. Maka dari itu dibutuhkan suatu instrumen yang mampu mengidentifikasi semua gejala tersebut baik yang ada di muka bumi ataupun di luar angkasa (Hastuti, 2007).


a.       Sekstan
Sekstan merupakan alat navigasi di kapal yang fungsinya untuk mengukur ketinggian benda-benda langit di atas cakrawala agar dapat menentukan posisi kapal atau menentukan sudut antara kapal dengan benda-benda di luar kapal baik di darat maupun di angkasa (Riyanto, 1997).
b.      Theodolit
Theodolit merupakan peralatan yang berfungsi untuk menentukan ketinggian permukaan dengan metode sudut vertikal dan horizontal. Mengacu pada pemetaan posisi dalam bentuk derajat-menit-detik maka theodolit dikategorikan sebagai instrumen yang cukup akurat karena dapat mengidentifikasi sampai ke dalam satuan detik. Penggunaan theodolit sangat bermanfaat terutama untuk memetakan kondisi jalan dan wilayah secara topografi dan membantu proses konstruksi bangunan untuk melihat kemiringan bangunan (Sudarsono, 2006). Pada theodolit instrumen pengamatan berupa teleskop dengan piringan yang dapat berotasi secara vertikal (pengamatan mendatar) dan horizontal  (pengamatan ketinggian).
c.       Barometer
Barometer merupakan instrumen untuk mengukur tekanan udara (atmosfer). Tekanan udara yang terukur pada barometer terdeteksi pada zat uncompressible yang ditempatkan pada salah satu ujung. Zat tersebut akan naik turun seiring dengan tekanan udara yang ada di sekitarnya. Ketika P>Wfluid maka zat akan tertekan dan mengalami penurunan tinggi. Sebaliknya ketika P<Wfluid maka ketinggian zat akan meningkat. Perubahan ketinggian menjadi dasar pengamatan untuk menentukan tekanan udara (Strangeways, 2000). Barometer memiliki beberapa jenis sesuai dengan sistem kerjnya yaitu barometer bejana laut (sistem fluida), barometer aneroid (sistem logam), dan barograf (logam dan rekaman).
d.      Seismograf
Seismograf merupakan peralatan yang berfungsi untuk mendeteksi dan menidentifikasi kekuatan gempa bumi baik gempa tektonik maupun gempa vulkanik. Selain mendeteksi dan mencatat gempa bumi seismograf juga dapat menentukan besar atau kekuatan gempa bumi (Giancoli, 2001). Bentuk umum dari seismograf analog terdiri dari sensor getaran dan sebuah ticker time yang dipasang secara vertikal ataupun horizontal. Kelebihan dari seismograf adalah saat menentukan titik episentrum dari gempa dalam waktu yang sangat singkat. Penentuan titik episentrum gempa sendiri setidaknya membutuhkan tiga seismograf yang mencatat kekuatan gempa. Sehingga dengan data dari tiga seismograf dapat dilakukan aproksimasi mengenai titik episentrum gempa bumi (Abdullah, 2017).
e.       Anemometer
Instrumen pengukuran kecepatan aliran angin disebut dengan anemometer. Pada prinsipnya anemometer merupakan sensor yang digerakan oleh angin sehingga pergerakan tersebut dijadikan referensi untuk menentukan kecepatan gerak angin tersebut. Anemometer secara sederhana berupa sensor rotasi yang akan berputarsumbu ketika terdapat dorongan dan tumbukan dengan angin (The Editors of Encyclopaedia Britannica, 2013). Seiring dengan perkembangan zaman sensor yang digunakan pada anemometer juga berkembang mulai dari kawat tipis panas, laser, anemometer nola pingpong, anemometer tangan, anemometer ultrasonik dan anemometer helikopter.
f.        Hygrometer
Hygrometer merupakan instrumen pengukur kelembapan secara relatif berdasarkan lokasi pengukurannya. Pada prinsipnya hygrometer harus selalu didampingkan dengan termometer karena faktor yang paling berpengaruh pada kelembapan adalah temperatur (The Editors of Encyclopaedia Britannica, 2013). Prinsip kerja dari hygrometer juga berdasarkan couple termometer. Termometer pertama disebut dengan termometer bola kering yang mengukur temperatur sebenarnya dan termometer kedua disebut dengan termometer bola basah yang mengukur suhu saturasi (jenuh) yang diperlukan agar uap air tidak berkondensasi. Penentuan kelembapan didasarkan pada penguapan dan penurunan temperatur pada termometer bola basah. (Riyanto, 1997).
g.      Penakar curah hujan
Alat yang digunakan untuk mengukur curah hujan disebut penakar hujan. Yang di ukur dengan penakar hujan adalah tinggi atau ketebalan air dalam suatu daerah dalam satuan mm. Alat pengukur curah hujan dibedakan menjadi 2 bagian berdasarkan mekanisme kerjanya yaitu alat penakar hujan manual dan alat penakar hujan otomatis (Sarjan, 2006).
h.      Teropong Bintang.
Teropong bintang adalah alat untuk melihat benda-benda jauh khususnya untuk mengamati benda-benda luar angkasa. Teropong bintang memiliki dua buah lensa cembung yaitu sebagai lensa objektif (dekat dengan benda)  dan lensa okuler (dekat dengan mata). Cara kerja teropong bintang yaitu cahaya dari benda-benda luar angkasa datang berupa sinar sejajar. Kemudian lensa objektif membentuk sebuah bayangan yang bersifat nyata, diperkecil, dan terbalik pada bidang fokus lensa objektif. Bayangan yang dibentuk oleh lensa objektif ini kemudian menjadi benda bagi lensa okuler (Soedojo, 1999).

 

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. (2017). Fisika Dasar II. Bandung: ITB.
Dyayadi. (2008). Alam Semesta Bertawaf. Yogyakarta: Lingkaran.
Giancoli, D. C. (2001). Fisika edisi 5. Jakarta: Erlangga.
Hastuti. (2007). Ada Apa dengan Geografi Manusia? Geomedia.
Riyanto. (1997). Ilmu Pengetahuan Populer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Sarjan, H. (2006). IPA Fisika. Klaten: CV. Sahabat.
Soedojo, P. (1999). Fisika Dasar. Yogyakarta: Andi.
Strangeways, I. (2000). Measuring the Natural Environtmrnt. Cambridge: Cambridge University Press.
Sudarsono, D. B. (2006). Pengecekan ketegakan kolom bangunan dengan metode pemotongan sisi. Jurnal Teknik Sipil, III(2), 60-68.
The Editors of Encyclopaedia Britannica. (2013, October 18). Anemometer Instrument. (Encyclopedia Britannica, inc) Retrieved March 18, 2018, from Encyclopedia Britannica: https://www.britannica.com/technology/anemometer

The Editors of Encyclopaedia Britannica. (2013, July 15). Hygrometer. (Encyclopedia Britannica, inc) Retrieved March 15, 2018, from Encyclopedia Britannica: https://www.britannica.com/science/hygrometer

Matahari Sebagai Pusat Tata Surya

Matahari Sebagai Pusat Tata Surya
Oleh: Rizki Zakwandi, Rizka Anjani


           A. Matahari.

Tata surya adalah bagian dari benda langit yang terdiri dari matahari, delapan planet yang terbagi menjadi dua yaitu planet dalam dan juga planet luar, komet, asteroid dan juga meteoroid. Tata surya juga bisa disebut sebagai sekumpulan benda-benda langit dan matahari sebagai pusatnya (Purnama, 2008). Matahari memiliki bentuknya hampir bulat dan terdiri dari plasma panas bercampur medan magnet. Senyawa penyusun utama matahari ini berupa gas hidrogen (74%) dan helium (25%) terionisasi. Senyawa penyusun lainnya terdiri dari besi, nikel, silikon, sulfur, magnesium, karbon, neon, kalsium, dan kromium (Basu & Antia, 2008, hal. 5-6). Diameternya sekitar 1.392.684 km, kira-kira 109 kali diameter Bumi, dan massanya (sekitar  kilogram, 330.000 kali massa Bumi) mewakili kurang lebih 99,86% massa total tata surya (Woolfson, 2000, hal. 41).
Matahari terdiri atas bagian inti dan lapisan kulit. Bagian kulit Matahari terdiri atas lapisan fotosfer dan atmosfer. Di atas fotosfer terdapat lapisan atmosfer yang terdiri dari lapisan kromosfer dan korona.
B. Struktur Bumi
a.       Inti matahari (Barisfer)
Inti matahari adalah bagian dari matahari yang letaknya paling dalam, berdiameter sekitar 500.000 km dengan tingkat temperatur sekitar 15.000.000° C. Pada bagian ini berlangsung reaksi inti yang menyebabkan terjadinya sintesis hidrogen menjadi helium dengan karbon sebagai katalisatornya (Basu, 2009, hal. 699).
b.      Fotosfer matahari
Fotosfer matahari adalah lapisan berupa bulatan berwarna perak kekuning-kuningan yang terdiri atas gas padat bersuhu tinggi. Sinar matahari yang kita lihat dari bumi berasal dari fotosfer matahari. Pada fotosfer matahari terlihat adanya bintik atau noda hitam berdiameter sekitar 300.000 km. Bahkan ada yang berdiameter lebih besar dari diameter bumi dengan kedalaman sekitar 800 km disebut umbra. Di sekeliling umbra, biasanya terdapat lingkaran lebih terang disebut penumbra. Noda-noda hitam pada matahari secara keseluruhan disebut sun spots (Rast, Nordlund, Stein, & Toomre, 2012).
c.       Atmosfer matahari
Atmosfer matahari adalah lapisan paling luar dari matahari yang berbentuk gas, terdiri atas dua lapisan, yaitu kromosfer dan korona. Kromosfer dan korona matahari dalam keadaan normal tidak dapat terlihat dengan jelas karena tingkat terangnya lebih rendah dari fotosfer. Kromosfer dan korona matahari dapat terlihat di saat matahari tertutup oleh bulan atau sering disebut dengan gerhana matahari.
Kromosfer, yaitu lapisan atmosfer matahari bagian bawah yang terdiri atas gas yang renggang berwarna merah dengan ketebalan sekitar 10.000 km. Lapisan gas ini merupakan lapisan yang paling dinamis karena seringkali muncul tonjolan cahaya berbentuk lidah api yang memancar sampai ketinggian lebih dari 200.000 km yang disebut prominensa (protuberans).
Korona adalah lapisan atmosfer matahari bagian atas yang terdiri atas gas yang sangat renggang dan berwarna putih atau kuning kebiruan, serta memiliki ketebalan mencapai ribuan kilometer (Abhyankar, 1977, hal. 40-44).

C.    Manfaat dan peran matahari sebagai pusat tata surya
Menurut Jasin (2015), matahari memiliki banyak manfaat dan peran yang sangat penting bagi kehidupan, di antaranya:
a.       Panas matahari memberikan suhu yang sesuai untuk kelangsungan hidup organisme di bumi.
b.      Cahaya matahari dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan berklorofil untuk melakukan fotosintesis.
c.       Pergerakan rotasi bumi menyebabkan ada bagian yang menerima sinar matahari dan ada yang tidak.
d.      Matahari menjadi penyatu planet-planet dan benda angkasa lain di sistem tata surya yang bergerak atau berotasi mengelilinya.

Daftar Pustaka

Abhyankar, K. D. (1977). A Survey of the Solar Atmospheric Models. Bull. Astr. Soc. India, 40-44.
Basu. (2009). Fresh Iinsights On The Structure of The Solar Core. The Astrophysical Journal, 699.
Basu, S., & Antia, H. M. (2008). Helioseismology and Solar Abundances. Physics Reports, 5-6.
Jasin, M. (2015). Ilmu Alamiah Dasar. Jakarta: Rajawali Pers.
Purnama, H. (2008). Ilmu Alamiah Dasar. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.
Rast, M., Nordlund, A., Stein, R. F., & Toomre, J. (2012). Ionization Effects in Three-Dimensional Solar Granulation Simulations. The Astrophysical Journal.

Woolfson, M. (2000). Astronomy and Geophysycs - The Origin and Evolution of The Solar System. New York: J. R. Astron. Soc.

Teori Bumi Bulat dan Hipotesis Bumi Datar

Teori Bumi Bulat dan Hipotesis Bumi Datar
Oleh: Rizki Zakwandi, Riska Anjani

Teori bumi bulat dan hipotesis bumi datar merupakan cerita konspirasi yang menjadi perhatian tersendiri. Hal ini terbukti dari ilmuan fisika abad ke 21 yang memaparkan pendapat mereka terkait hipotesis bumi bulat atau bumi datar. Meskipun banyak bentuk isu yang mempertentangkan kedua sudut pandang ini dan juga campur tangan hal-hal yang bukan sains menajadikan perdebatan kedua sudut pandang ini menjadi semakin ekstrem (Putra, 2017). Isu ini tidak hanya menyentuh kalangan ilmuan fisika/cosmologi saja bahkan sampai kepada ranah politik, dan agama.

A.      Teori Bumi Bulat
Teori bumi bulat adalah pemahaman yang telah berkembang dan diterima dikalangan ilmuan dunia sejak lama. Teori bumi bulat (globe) pertama kali didemonstrasikan oleh Juan Sebastian Elcano pada tahun 1519 dalam sebuah ekspedisi materi circumnavigation (Dicks, 1970, hal. 72). Pandangan bumi bulat muncul seiring dengan bantahan hipotesis heliosentris oleh Galileo yang menyatakan bahwa bumi bukanlah pusat tata surya akan tetapi bumi mengelilingi matahari dalam orbitnya. Teori ini didukung oleh banyak fakta misalnya fenomena gerhana bulan dan gerhana matahari, fenomena kapal layar di lautan, track penerbangan dalam penentuan koordinat, pembagian waktu di permukaan bumi, dan metoda optik sederhana pada pengukuran bayangan benda (Sarjan, 2006, hal. 152). Dalam hukum fisika teori bumi bulat juga didukung oleh persamaan gaya gravitasi yang menyatakan bahwa diperlukan jari-jari dan massa planet untuk menghasilkan grafitasi dari suatu planet.
Teori bumi bulat menyatakan bahwa bentuk bumi menyerupai bola yang agak gepeng dengan memiliki sudut rotasi sebesar 23,5o kemudian bergerak mengelilingi matahari. Bumi memiliki dimensi jari-jari sebesar 6.371 km. Massa bumi adalah 5,972 × 1024 kg dengan besar percepatan gravitasi yang dimiliki oleh bumi adalah 9,8 m/s. Teori ini juga menjelaskan masalah pembagian waktu yaitu 24 jam yang didasari pembagian sudut 360o dengan 15o pada setiap jam (World Time Zone Team, 2017). Hingga saat ini teori bumi bulat masih dianggap sebagai teori yang benar terkait dengan bentuk bumi, pasalnya teori inilah yang didukung oleh banyak fakta baik berupa fenomena alam ataupun hukum-hukum fisika klasik.
B.       Hipotesis Bumi Datar
Hipotesis bumi datar sudah muncul jauh sebelum pemikiran manusia tentang bentuk bumi bulat. Tercatat juga bahwasanya teori bumi bulat sendiri merupakan bantahan dari  hipotesis bumi datar. Erasthothenes tercatat sebagai orang pertama yang menyadari bahwa terdapaat kekliruan mengenai hipotesis yang menyatakan bahwa bumi berbentuk datar  (Llyod, 1996, hal. 60). Dalam sains abad modern hipotesis bimi datar digagas kembali oleh  Samuel Rowbotham (1816–1884) dengan menerbitkan buku berjudul Earth Not a Globe (Schick & Vaughn, 1995). Komunitas flat earth (FE) meyakini bahwa bumi berupa hamparan datar dengan langit sebagai selubung dengan kutub utara sebagai pusat dan kutub selatan merupakan dinding es di pinggir bumi. Selanjutnya mengenai fenomena siang dan malam menyatakan bahwa matahari dan bulan memiliki ukuran yang sama yaitu berdiameter 52 km (Voliva, 1979). Kaum FE modern membantah teori bumi bulat dengan mengacu pada beberapa hal diantaranya sebagaimana yang diterdapat dalam (HMT ITB, 2016):
1.      Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh Rowbotham pada tahun 1838 menunjukan hasil bahwa tidak terlihat lengkungan bumi bahkan sampai jarak tempuh 6 mil.
2.      Teori gravitasi yang dikemukakan oleh Issac Newton terbantahkan oleh temuan Nikola Tesla mengenai medan elektromagnetik sehingga kam FE menyatakan bahwa benda-benda yang kembali ke bumi bukan akibat dari gravitasi akan tetapi disebabkan oleh medan magnet yang bekerja pada benda tersebut.
3.      Rasi bintang yang tidak berubah yang selalu tetap pada jalurnya. Teori ini menentang pendapat bahwa jika bumi mengelilingi matahari maka  akan menyebabkan perubahan koordinat rasi bintang.
4.      Kutub utara sebagai pusat bumi. Hal ini mengisyaratkan bahwa kutub utara sebagai pusat magnet bumi sehingga ketika manusia terbang dari timur ke barat maka akan berputar kembali ke tempat semula.
Kaum FE juga menambahkan bagaimana model bumi datar dan teori yang menentang pencapaian ilmuan bumi bulat. Diantaranya adalah sebagaimana yang dicanangkan oleh Eric Dubay (2014) dalam bukunya yang berjudul The Flat-Earth Conspiracy menyatakan bahwa pembohongan publik oleh nasa mengenai penjelajahan luar angkasa. Disebutkan bahwa pada dasarnya pesawat ulang alik hanya melewati pergeseran atau tikungan gravitasi karena untuk bergerak vertikal maka sebuah pesawat ulang alik akan hancur semisal dengan meteor. Selanjutnya juga dijelaskan bahwa matahari hanya berjarak 4800 km dengan lintasan berbentuk lingkaran pada langit (kubah kaca). Fenomena gerhana dijelaskan sebagai bayangan yang dihasilkan oleh benda misterius yang pada kebanyakan waktu tetutupi oleh silauan sinar matahari.
Referensi

 

Dicks, D. R. (1970). Early Greek Astronomy to Aristotle. Ithaca: Cornell University Press.
Dubay, E. (2014). The Flat-Eath Conspiracy. Morrisville: Lulu Press, Inc.
HMT ITB. (2016, November 10). FLAT EARTH (BUMI DATAR). Retrieved Maret 4, 2018, from Himpunan Mahasiswa Tambang Institut Teknologi Bandung: http://hmt.mining.itb.ac.id
Llyod, G. E. (1996). Adversaries and Authorities: Investigations into ancient Greek and Chinese science. Cambridge: Cambridge University Press.
Putra, L. M. (2017, September 30). Tak Perlu Kirim Satelit, Ada 7 Cara Buktikan Bumi Itu Bulat. Retrieved Maret 3, 2018, from Kompas.com: http://sains.kompas.com
Sarjan, H. (2006). IPA Fisika. Klaten: CV Sahabat.
Schick, T., & Vaughn, L. (1995). How to think about weird things: critical thinking for a new age. Boston: Houghton Mifflin.
Voliva, W. G. (1979). Is The Earth a Whirling Globe? Flat Earth News, 2.

World Time Zone Team. (2017, November 1). World Time Zone Online. Retrieved Maret 4, 2018, from World Time Zone: https://www.worldtimezone.com/