Friday 1 July 2016

Sosiologi dan Filsafat

Salam Intelektual sahabat cerdas, beberapa pandangan baru bisa menjadi penyegar kita dalam berfikir dan memberikan tambahan dalam referensi baik hidup didunia kerja, dan masyarakat. Beberapa waktu lalu saya mendapat buku tentang sosiologi dan filsafat, meskipun bukan dalam ranah program studi saya secara kusus, tapi sebagai penambah wawasan sangat berarti. kali ini saya menyajikan ringkasan dan simpulan buku tersebut. 

Representasi Individu dan Representasi Kolektif, Absurditas Pelekatan Ide kepada Sel
Eksistensi ingatan cukup untuk menyatakan bahwa representasi kehidupan tidaklah inheren dalam zat saraf; sebab ia memiliki cara berada diri sendiri, dan berdasarkan kekuatan-kekuatannya sendiri. Karena reaksi-reaksi unsur otak satu sama lain diterima dan ditekan oleh ingatan, bukan satu-persatu tetapi secara keseluruhan dalam apa yang dapat dinamakan sebagai eksistensi komunal. Bilamana ada kehidupan komunal, maka akan terdapat dampak-dampak yang jauh melampaui pengaruh unsur-unsur. Itulah sebabnya, dengan cara yang sama bisa dikatakan bahwa pengetahuan tentang apa saja yang berlangsung dalam pikiran individu tidak memberikan kunci untuk mengetahui apa yang ada dalam pikiran kolektif.
            Moral berawal dari anggota suatu kelompok dan ketika dia dianggap menempatkan individu lebih rendah dibanding kewajiban sosial dan waktu menunjukkan bahwa dewasa ini kewajiban utama manusia ialah melaksanakan kewajiban profesionalnya.  “Masyarakat bukanlah sebuah sistem organ fungsi tetapi merupakan pusat kehidupan moral”.  “Fungsi masyarakat yang sebenarnya ialah menciptakan ideal”. Oleh karena itu, masyarakat membentuk suatu pusat asal melalui mana hakikat melintas untuk kemudian melampaui dirinya sendiri.

Filsafat dan Fakta Moral
Tujuan yang selalu ingin dikejar dan dicapai oleh para filsuf moral sepanjang zaman sangat berbeda sifatnya. Sebab mereka tidak pernah mengarah pada suatu tujuan representasi tertentu, tanpa menambah atau mengurangi realitas moral yang ada. Ambisi para filsuf moral seringkali adalah membangun moralitas baru, yakni suatu moralitas yang berbeda dalam tema esensial dengan yang dianut oleh rekan mereka atau para pendahulu mereka.  Mereka itu biasanya revolusioner atau pemberontak. Sedang persoalan yang dibahas adalah bagaimana menemukan kandungan moralitas. Bukan kandungan sebagaimana dipandang oleh filsuf tertentu, tetapi kandungan sebagaimana dipandang oleh kemanusiaan dalam wujud diri kolektif. Dari sudut pandang ini, doktrin-doktrin para filsafat tadi kehilangan sebagaian besar nilainya.
            Namun adalah sangat keliru untuk beranggapan bahwa para filsuf itu terabaikan. Yang ditolak adalah: hak istimewa dan keutamaan yang sering diberikan pada mereka. Mereka mengajari tentang fakta, mengajarkan tentang apa yang  ada dalam pikiran publik pada kurun waktu tertentu, dan oleh karena itu seharusnya mereka bisa memberikan penjelasan yang memadai. Yang tidak disetujui adalah: mereka mengungkapkan kebenaran moral dengan cara yang sangat muluk-muluk sebagaimana pakar fisika atau kimia menyatakan kebenaran tentang susunan suatu benda di bawah judul fisiko-kimiawi. Konsepsi para filsuf dan moralis telah banyak membantu untuk memasuki lebih jauh lagi analisis kita tentang ilmu masyarakat (kesadaran komunal) menuju lapisan dimana arus yang usang dan separuh sadar tersebut diteliti.

Pertimbangan Nilai dan Pertimbangan Realitas