Wednesday 13 April 2016

Kesedarajatan, strata sosial

                                                    Strata sosial, kesedarajatan
                                                    Oleh : Rizki Zakwandi dkk

Pelapisan Sosial (Stratifikasi Sosial)
Pengertian Pelapisan Sosial (Stratifikasi Sosial)
Stratifikasi dalam Bahasa Inggris disebut stratification, berasal dari kata stratum (jamaknya strata) yang berarti lapisan. Stratifikasi sosial adalah lapisan masyarakat. Sosiolog Pitirim A. Sorokin mengatakan bahwa sistem lapisan masyarakat merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup teratur. Adapun yang dimaksud dengan stratifikasi sosial atau lapisan masyarakat yaitu pembedaan masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat atau hirarkis. (Soekanto, 1992 : 252)
Hirarkis yang dimaksud di atas adalah tingkatan posisi seseorang di dalam masyarakat, yang dapat dianalisa dari besar/ukuran jumlah anggotanya, kebudayaan yang sama yang menentukan hak dan kewajiban anggota-anggotanya, dan adanya batas antara satu kelompok dengan kelompok lainnya.
Untuk mudahnya maka stratifikasi sosial lebih dapat dijelaskan kalau kita perhatikan susunan kekastaan pada masyarakat Hindu, di mana terdapat urutan-urutan yang paling tinggi sampai yang terendah seolah-olah hidupnya berlapis. Susunan kekastaan Hindu tersebut adalah brahmana, ksatria, waisya dan sudra. Demikian pula pada masyarakat modern dewasa ini stratifikasi sosial tetap ada, sekalipun tidak setegas pembagian dalam kekastaan Hindu. (Hartomo dan Aziz, 1990 :194)

Lapisan masyarakat mulai ada sejak manusia mengenal adanya kehidupan bersama di dalam suatu organisasi sosial. Lapisan masyarakat  mula-mula didasarkan pada perbedaan seks, perbedaan antara pemimpin dengan yang dipimpin, golongan buangan/budak dengan golongan bukan buangan/budak, pembagian kerja dan bahkan juga suatu pembedaan berdasarkan kekayaan. Semakin rumit dan semakin maju teknologi suatu masyarakat, semakin kompleks pula sistem lapisan masyarakat. (Suhada, 2011 : 117)
Pada masyarakat pedesaan di Indonesia dijumpai orang-orang yang dianggap tergolong stratifikasi atas yaitu guru-guru, pamong desa, dan ulama yang berkedudukan sebagai key status pada lingkungan masing-masing, tetapi dalam komunikasi mereka justru yang merupakan orang-orang yang menjadi teladan dan tempat bertanya bagi masyarakat. (Noor, 1999 : 155)
Dari beberapa pengertian dan penjelasan di atas, dapat di simpulkan bahwa pelapisan sosial atau stratifikasi sosial adalah hasil kebiasaan hubungan yang teratur dan tersusun antar manusia dalam suatu masyarakat.
Terbentuknya Pelapisan Sosial
Terbentuknya pelapisan sosial dibagi menjadi dua, yaitu:
Terjadi dengan sendirinya
Proses ini berjalan sesuai dengan pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Adapun orang-orang yang menduduki lapisan tertentu dibentuk bukan berdasarkan kesengajaan yang disusun sebelumnya oleh masyarakat itu, tetapi berjalan secara alamiah dengan sendirinya. Oleh karena itu, sifat yang tanpa disengaja inilah yang membentuk lapisan dan dasar dari pelapisan sosial itu bervariasi menurut tempat, waktu, dan kebudayaan masyarakat dimana sistem itu berlaku.
Terjadi dengan sengaja
Sistem ini disusun dengan sengaja untuk mengejar tujuan bersama dan  biasanya mengacu kepada pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam organisasi formal. Agar dalam masyarakat manusia hidup dengan teratur, maka kekuasaan dan wewenang yang ada harus dibagi-bagi dengan teratur dalam suatu organisasi vertikal atau horizontal. Bila tidak, kemungkinan besar terjadi pertentangan yang dapat membahayakan keutuhan masyarakat.
Di dalam sistem organisasi yang disusun dengan cara disengaja mengandung dua sistem, yaitu sistem fungsional dan skalar.
Sistem fungsional merupakan pembagian kerja kepada kedudukan yang tingkatnya berdampingan dan harus bekerja sama dalam kedudukan yang sederajat. Sedangkan sistem skalar merupakan pembagian kekuasaan menurut tangga atau jenjang dari bawah ke atas atau vertikal.






Status Sosial
Status sosial adalah kedudukan seorang individu dalam suatu kelompok pergaulan hidupnya. (Noor, 1999 : 155)
Status seorang individu dalam masyarakat dapat dilihat dari dua aspek yakni:
Aspek Statis
Aspek statis yaitu kedudukan dan derajat seseorang di dalam suatu kelompok yang dapat dibedakan dengan derajat atau kedudukan individu lainnya. Seperti: petani dapat dibedakan dengan nelayan, pegawai negeri, pedagang dan lain-lain.
Aspek Dinamis
Aspek dinamis yaitu berhubungan erat dengan peranan sosial tertentu yang berhubungan dengan pengertian jabatan, fungsi dan tingkah laku yang formal serta jasa yang diharapkan dari fungsi dan jabatan tersebut. Contoh: direktur perusahaan, pimpinan sekolah, komandan battalion, camat dan sebagainya.
Status seseorang juga biasanya mempunyai dua aspek, yaitu:
Aspek struktural, ialah status yang ditunjukkan oleh adanya atau susunan lapisan sosial dari atas ke bawah. Aspek ini sifatnya lebih stabil dibandingkan dengan fungsional.
Aspek fungsional, disebut juga social role atau peranan sosial, yang terdiri dari kewajiban/keharusan-keharusan yang harus dilakukan seseorang karena kedudukannya di dalam status tertentu.
Seseorang akan terlihat menjalankan kegiatan atau tidak yang sesuai dengan status sosialnya masing-masing dapat dilihat dari peranannya atau peranan sosialnya.
Peranan sosial sendiri adalah suatu cara atau perbuatan atau tindakan seseorang individu dalam usahanya memenuhi tanggungjawab hak-hak dari status sosialnya.
Pada prinsipnya setiap individu dalam pergaulan hidupnya memiliki status sosial yang pokok (key status) yang berupa pekerjaan seseorang yang merupakan status terpenting, status dalam sistem kekerabtan dan status religius serta status politik.
Bentuk Kelas Pelapisan Sosial
Berdasarkan hasil penyelidikan Bossard dan Bill, pelapisan sosial dibagi ke dalam tiga kelas, yaitu:
Kelas atas (upper class)
Dalam kelas ini sikap terhadap anak adalah bangga dan menaruh pengharapan. Anak diharapkan untuk membantu keluarganya, mereka berjuang agar mereka dapat mendidik anak sebaik mungkin, baik secara jasmani, sosial maupun intelektual.
Kelas menengah (middle class)
Kelas bawah (lower class)
Dalam kelas ini keinginan keinginan seperti upper class itu kurang karena alasan-alasan ekonomi dan sosial.




Sistem Pelapisan Sosial Terbuka dan Tertutup
Dalam kehidupan manusia pada umumnya, pelapisan sosial dibagi menjadi dua, yaitu:
Sistem Pelapisan Sosial Terbuka
Dalam sistem terbuka ini, setiap anggota mempunyai kesempatan untuk berusaha dengan kecakapannya sendiri untuk naik lapisan sosial, atau jika tidak beruntung, dapat jatuh ke lapisan yang di bawahnya. Contoh: kedudukan presiden dan menteri. Anak-anak presiden dan menteri belum tentu dapat mencapai kedudukan sebagai presiden atau menteri. Tetapi sebaliknya warga masyarakat pada umumnya ada kemungkinan dapat memiliki kedudukan tersebut.
Sistem Pelapisan Sosial Tertutup
Dalam sistem tertutup ini, tidak memungkinkan pindahnya orang seorang dan suatu lapisan ke lapisan yang lain, baik gerak pindahnya ke atas ataupun ke bawah. Sistem ini diperoleh melalui kelahiran, yang dapat dilihat pada masyarakat yang berkasta, dalam suatu masyarakat feodal, atau pada masyarakat yang sistem berlapis-lapisannya ditentukan oleh perbedaan rasial. Contoh: anak-anak keturunan Brahmana dengan sendirinya akan tetap mnjadi golongan Brahmana meskipun ia bodoh.




Fungsi Pelapisan Sosial
Menurut Kinsley Davis dan Wilbert Moor, fungsi dari pelapisan sosial adalah sebagai berikut:
Menjelaskan tempat/kedudukan dan fungsi seseorang.
Menunjuk pada siapa dan antara siapa interaksi sosial harus berlangsung.
Menegaskan prestasi dan imbalan prestasi bagi tiap stratifikasi sosial. Sehingga jelas tentang hak dan kewajiban setiap orang/kelompok yang bersangkutan.

Ukuran Pelapisan Sosial
Ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk lapisan masyarakat terbagi dalam beberapa kriteria, yaitu:
Ukuran kekayaan. Barang siapa yang mempunyai kekayaan paling banyak, termasuk ke dalam lapisan sosial teratas. Kekayaan tersebut dapat dilihat pada bentuk rumah yang bersangkutan, mobil pribadinya, cara-caranya mempergunakan pakaian serta bahan pakaian yang dipakainya, kebiasaan untuk berbelanja barang-barang mahal dan seterusnya.
Ukuran kekuasaan. Barang siapa yang memiliki kekuasaan atau mempunyai wewenang terbesar, menempati lapisan sosial teratas.
Ukuran kehormatan. Ukuran kehormatan tersebut mungkin terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan dan atau kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati, mendapat tempat yang teratas. Ukuran semacam ini banyak dijumpai pada masyarakat-masyarakat tradisional. Biasanya mereka adalah golongan tua atau mereka yang pernah berjasa.
Ukuran ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan sebagai ukuran, dipakai oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Akan tetapi ukuran tersebut kadang-kadang menyebabkan terjadinya akibat-akibat negative. Karena ternyata bukan mutu ilmu pengetahuan yang dijadikan ukuran, akan tetapi gelar kesarjanaannya.
Keragaman
Pengertian Keragaman
Keragaman merupakan hasil dari perbedaan yang tercipta, baik itu perbedaan dari segi jasmani ataupun rohani. Perbedaan dari segi rohani yang paling nyata adalah adanya jenis kelamin laki-laki dan perempuan, orang yang bertubuh besar dan kecil, tinggi dan rendah dan lain sebagainya. Secara rohani perbedaan yang muncul adalah dari segi kepercayaan, agama, aspek psikis, mental dan sebagainya.
Dalam perspektif ilmu social yang dikaji dalam pembahasan tentang keragaman adalah bangsa, ras, agama, budaya, ideology. Keragaman bangsa dihasilkan dari jejak sejarah nenek moyang suatu bangsa, Indonesia lahir dari keturunan suku melayu dengan demikian Indonesia merupakan bangsa yang berakarkan melayu. Keragaman ras lahir dari faktor genetic nenek moyang, keragaman agama lahir dari kepercayaan akan tuhan, keragaman budaya lahir dari interaksi manusia dengan lingkungan sekitar dan keragaman ideology lahir pemahaman antara kelompok manusia itu sendiri.
Keragaman sendiri dilihat dari akar kata berasal dari kata ragam yang artinya tingkah, laku, ulah dan keberagaman sendiri memiliki arti perihal beragam ragam, perihal berjenis jenis, perihal ragam, perihal jenis (KBBI Offline).

Faktor Pembentuk Keragaman
Lingkungan
Lingkungan tidak bisa terlepad dari faktor pembentuk keragaman karena lingkungan merupakan tempat dimana manusia itu berinteraksi dengan alam. Sebagai tempat interaksi manusia sebagian besar kebudayaan dan tingkah laku manusia itu akan dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan yang kompetitif akan menghasilkan masyaakat yang kompetitif dan hal ini akan menjadi suatu keragaman dalam hal kebiasaan masyarakat, antara kelompok masyarakat yang kompetitif dengan kelompok masyarakat yang terkesan santai.
Pertemuan bangsa bangsa
Secara langsung pertemuan bangsa tidak akan menghasilkan keragaman. Akan tetapi keragaman dapat diukur apabila adanya perbedaan dan perbedaan tersebut terlihat apabila dua bangsa yang berbeda bertemu. Sebagai contoh, masyarakat Indonesia tidak akan dikatakan beragam apabila masyarakat sunda yang senang membangun daerah tidak bertemu dengan masyarakat minang yang suka merantau.
Ras
Sebagaimana yang kita bahas sebelumnya bahwa salah satu bentuk keragaman adalah keragaman ras. Ras selain merupakan bentuk keragaman juga merupakan faktor pembentuk keragaman itu sendiri. Di dunia ini terapat beberapa jenis ras diantaranya ras mongoloid, ras negroid, ras kaukasoid dan ras khusus. Secara geografis Indonesia tergolong ras mongoloid yang merupakan bangsa berkulit kuning dan berdiam di asia. Sebagai bangsa kulit kuning Indonesia memiliki ciri masyarakat yang lincah bergerak dan bertubuh kecil, hal ini tentu berbeda dengan bangsa afrika yang berras negroid yang berkulit hitm dan berbadan kekar. Sehingga bangsa afrika memiliki tenaga yang lebih kuat dan kebiasaan bekerja dengan otot yang lebih.
Kepercayaan yang kuat dan mengakat
Sebagai salah satu faktor yang memungkinkan manusia untuk berkelompok maka kepercayaan juga menjadi salah satu faktor pembentuk keragaman. Keragaman yang dihasilkan dari kepercayaan terlihat pada banyaknya jenis dari agama yang ada di dunia ini. Di Indonesia sendiri tercatat ada enam agama resmi yang diakui oleh pemerintah yakni Islam, Kristen proestan, Kristen khatolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Keenam agama diatas menjadikan Indonesia beragam dari segi agama

Dampak keragaman
Dampak positif
Melatih untuk saling menghormati.
Menambah kekayaan bangsa dari segi kebudayaan, agama.
Melatih untuk saling bertoleransi.
Melatih jiwa nasionalisme dengan meyakini bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa bersama dan harus dijaga bersama.
Sebagai alat refleksi antar satu kelompok dengan kelompok lain dengan mengambil nilai positif dari kelompok lain.
Dampak negative
Sering terjadi perkelahian antar kelompok.
Munculnya sikap menang sendiri dengan menganggap kelompok lain lebih rendah.
Adanya isu SARA.
Munculnya egoism.
Munculnya pesaingan.






Kesederajatan
Pengertian Kesederajatan
Kesamaan derajat adalah suatu sifat yang menghubungkan antara manusia dengan lingkungan masyarakat umumnya timbal balik, maksudnya orang sebagai anggota masyarakat memiliki hak dan kewajiban, baik terhadap masyarakat maupun terhadap pemerintah dan negara. Hak dan kewajiban sangat penting ditetapkan dalam perundang-undangan atau konstitusi. Undang-undang itu berlaku bagi semua orang tanpa terkecuali dalam arti semua orang memiliki kesamaan derajat. Kesamaan derajat ini terwujud dalam jaminan hak yang diberikan dalam berbagai faktor kehidupan.
Pelapisan sosial dan kesamaan derajat mempunyai hubungan, kedua hal ini berkaitan satu sama lain. Pelapisan sosial berarti pembedaan antar kelas-kelas dalam masyarakat yaitu antara kelas tinggi dan kelas rendah, sedangkan kesamaan derajat adalah suatu yang membuat bagaimana semua masyarakat ada dalam kelas tiada perbedaan kekuasaan dan memiliki hak yang sama sebagai warga negara, sehingga tidak ada dinding pembatas antara kalangan atas dan kalangan bawah.
Pasal- pasal Didalam UUD 45 Tentang Persamaan Hak
UUD 1945 menjamin hak atas persamaan kedudukan, hak atas kepastian hukum yang adil, hak mendapat perlakuan yang sama didepan hukum dan hak atas kesempatan yang sama dalam suatu pemerintahan.
Setiap masyarakat memiliki hak yang sama dan setara sesuai amanat UUD 1945, yaitu Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan,” setiap warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hhukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada pengecualiannya”.
Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 menyatakan,” setiap orang berhak, atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”.
Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 menyatakan,” setiap orang berhak bebaas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapat perlindungan dari perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”.
Norma-norma konstitusional diatas, mencerminkan prinsip-prinsip hak asasi manusia yang berlaku bagi seluruh manusia secara universal.
Empat Pokok Hak Asasi Dalam Empat Pasal Yang Tercantum Pada UUD 45
Hukum dibuat dimaksudkan untuk melindunhi dan mengatur masyarakat secara umum tanpa adanya perbedaan. Ada empat pasal yang memuat ketentuan-ketentuan tentang hak asasi, yakni Pasal 27, 28, 29 dan 31.
Empat pokok hak asasi dalam empat pasal yang tercantum di UUD 1945 adalah sebagai berikut :
Pokok pertama, mengenai kesamaan kedudukan dan kewajiban warga negara didalam hukum dan dimuka pemerintahan. Pasal 27 ayat (1) menetapkan bahwa “segala warga negara bersamaan kedudukananya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
Didalam perumusan ini dinyatakan adanya suatu kewajiban dasar disampinh hak asasi yang dimiliki oleh warga negara, yaitu kewajiban untuk menjunjung hukum ddan pemerintahan itu dengan tidak adad kecualinya. Dengan demikian perumussan inin secara prinsipil telah membuka suatu sistem yang berlainan sekali dari pada sistem perumusan human rights itu secara barat, hanya menyebutkan hak tanpa ada kewajiban disampingnya.
Kemudian yang ditetapkan dalam Pasal 27 ayat (2), ialah hak setiap warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.


Pokok kedua, ditetapkan dalam Pasal 28 yang menyatakan bahwa “ kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan oleh unddang-undang”.
Pokok ketiga, dalam Pasal 29 ayat (2) dirumuskan kebebasan asasi untuk memeluk agama bagi penduduk yang dijamin oleh negara, yang berbunyi sebagai berikut: “ negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribaadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
Pokok keempat, adalah Pasal 31 yang mengatur hak asasi mengenai pengajaran yang berbunyi : (1) “ tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran” dan (2) “ pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang”.

Tuesday 12 April 2016

Puasa dan permasalahannya

                                                                     Puasa
                                                 Oleh : Rizki Zakwandi dkk

Puasa adalah terjemahan dari Ash-Shiyam. Menurut istilah bahasa berarti menahan diri dari sesuatu dalam pengertian tidak terbatas. Arti ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Maryam ayat 26:
إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمنِ صَوْمًا.
Artinya:“sesungguhnya aku bernazar shaum ( bernazar menahan diri dan berbicara ).”

“Saumu” (puasa), menurut bahasa Arab adalah “menahan dari segala sesuatu”, seperti makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya. Menurut istilah agama Islam yaitu “menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat.”
Menahan diri dari berbicara dahulu disyariatkan dalam agama Bani Israil. Menurut Syara’ (istilah agama Islam) arti puasa adalah sebagaimana tersebut dalam kitab Subulus Salam. Yaitu :

اَلْإِمْسَاكُ عَنِ اْلأَكْلِ وَالشُّرْبِ وَالْجِمَاعِ وَغَيْرِهَا مِمَّا وَرَدَ بِهِ٬ فيِ النَّهَارِ عَلَي الْوَجْهِ الْمَشْرُوْعِ٬ وَيَتْبَعُ ذلِكَ الْإِمْسَاكُ عَنِ الَّلغْوِ وَالرَّفَثِ وَغَيْرِهَا مِنَ الْكَلَامِ الْمُحَرَّمِ وَالْمَكْرُوْهِ فِي وَقْتٍ مَخْصُوْصٍ٬ بِشَرَا ئِطَ مَخْصُوْصَةٍ

“Menahan diri dari makan, minum, jima’ (hubungan seksual) dan lain-lain yang diperintahkan sepanjang hari menurut cara yang disyariatkan, dan disertai pula menahan diri dari perkataan sia-sia, perkataan yang diharamkan pada waktu-waktu tertentu dan menurut syarat-syarat yang ditetapkan.”

Rukun-Rukun Puasa
Berdasarkan kesepakatan para ulama, rukun puasa adalah menahan diri dari berbagai pembatalan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:




Artinya:”…dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam…”
(QS. Al-Baqarah: 187)

Adapun rukun-rukun puasa, yaitu sebagai berikut:
Niat
Berdasarkan firman Allah:

Artinya:”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus”
Juga sabda Rosululloh Saw yang artinya:”Sesungguhnya amal perbuatan itu disertai niat dan setiap orang mendapat ganjaran atas amalnya sesuai dengan niatnya.”
Dan niat tersebut harus dilakukan sebelum terbit fajar di setiap malam Ramadhan.Hal ini berdasarkan hadits Hafshah r.a, dia berkata, Rasulullah saw.bersabda:


Artinya:”Barangsiapa yang tidak berniat puasa sebelum terbit fajar, maka tidak ada puasa baginya”.
Menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa, sejak fajar hingga terbenam matahari
Allah Ta’ala berfirman dalam QS. Al-Baqarah: 187:



Artinya:”…dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam…” (QS. Al-Baqarah: 187)
C. Syarat Puasa
1. Syarat-syarat wajib berpuasa
a. Islam
b. Baligh dan berakal ; anak-anak belumlah diwajibkan berpuasa ; tetapi apabila kuat mengerjakannya, boleh diajak berpuasa sebagai latihan.
c. Suci dari haid dan nifas (ini tertentu bagi wanita)
d. Kuasa (ada kekuatan). Kuasa disini artinya, tidak sakit dan bukan yang sudah tua.Orang sakit dan orang tua, mereka ini boleh tidak berpuasa, tetapi wajib membayar fidyah.
2. Syarat-syarat sahnya puasa
a. Islam.
b. Tamyiz
c. Suci dari haid dan nifas. Wanita yang sedang haid dan nifas tidak sah jika mereka berpuasa, tetapi wajib qadha pada waktu lain, sebanyak bilangan hari yang ia tinggalkan
d. Tidak di dalam hari-hari yang dilarang untuk berpuasa, yaitu di luar bulan Ramadhan; seperti puasa pada Hari Raya Idul Fitri (1Syawal), Idul Adha (10 Dzulhijjah), tiga hari Tasrik yakni 11,12,13 Dzulhijjah, hari Syak yakni hari 30 Sya’ban yang tidak trlihat bulan (hilal) pada malam nya.
D. Hal-hal yang Membatalkan Puasa
Ada enam hal yang dapat membatalkan puasa, diantaranya sebagai berikut:
1. Makan dan minum dengan sengaja
Jika seseorang makan atau minum dalam keadaan lupa, maka dia tidak wajib mengqadha' dan membayar kafarat, berdasarkan riwayat dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Nabi saw bersabda:
فانّما أطعمه الله وسقا ه,فليتمّ صومه,من نسي وهو صا ئم فأكل أو شرب
Artinya:”Barangsiapa yang lupa bahwasanya dia sedang berpuasa, lalu dia makan atau minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah telah memberi makan dan minum kepadanya”.
2. Muntah dengan sengaja
Sedangkan kalau tidak sengaja, maka tidak wajib atasnya mengqadha' puasa dan membayar kafarat. Diriwayatkan dari Abu Hu-rairah, bahwasanya Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:

Artinya:”Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja, maka dia tidak wajib mengqadha' puasa, sedangkan barangsiapa yang sengaja muntah, maka wajib baginya mengqadha’.”
3. Disuntik dengan benda cair
Menurut ulama mazhab secara sepakat disuntik dengan benda cair dapat membatalkan puasa. Bagi yang disuntik, wajib mengqadha’. Namun menurut pendapat Imamiyah menambah dengan membayar kifarah, kalau yang tidak disuntik tidak betul-betul dalam keadaan kritis.
4. Haid dan nifas
Walaupun hal ini terjadi pada detik terakhir dari siang (menjelang buka puasa), berdasarkan kesepakatan (ijma') para ulama.
5. Bersetubuh
Sepasang suami isteri bersetubuh pada siang hari pada saat puasa akan batal puasanya dan wajib mengqadha’ dan membayar fidiyah. Allah menghalalkan suami istri bersetubuh pada malam hari, firman Allah SWT. surat al-Baqarah ayat 187 yang berbunyi:

Artinya :“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu”. (QS. Al-Baqarah:187)
6. Mengeluarkan mani dengan sengaja
Mengeluarkan mani dengan sengaja dapat membatalkan puasa. Bahkan menurut Imam Hambali, keluar madzi pun dapat membatalkan puasa.
E. Permasalahan dalam kehidupan
Puasa Hari Lahir
Permasalahn puasa yang dianjurkan selama ini dalam memperingati hari lahir sering mengalami pro dan kontra. Sebagian ulama berpendapat bahwa hukum berpuasa pada hari lahir adalah sunnah, akan tetapi sebagian lagi berpendapat bahwa puasa tersebut hukumnya hanya sebatas mubah. Kedua pendapat tersebut meupakan ijma’ ulama yang didasarkan pada hadits nabi yang berbunyi:
“dan seseorang bertanya kepada Rasulullah tentang puasa puasa hari senin. Rasulullah SAW menjawab : itu adalah hari kelahiranku dan hari diturunkannya wahyu.(H.R Muslim)
Dalam hadits tersebut terdapat kata-kata “hari lahir” yang dipahami sebagian ulama sebagai acuan dalam menetapkan hukum puasa hari lahir adalah sunnah, karena dilakukan oleh nabi saw. Akan tetapi ulama lainnya memandang dari konteks yang berbeda, karena asbabun wurud dari hadits tersebut berbicara tentang puasa hari senin, bukan puasa hari lahir sehingga mereka menetapkan puasa hari lahir adalah mubah. Selain itu, ada beberapa alasan yang mendukung hal ini diantaranya:
Tidak ada istilah puasa wedal(sunda)/weton(jawa) pada zaman nabi saw.
Tidak didapati dalam sejarah ada keluarga atau sahabat nabi yang melaksanakan puasa tersebut.
Mengenai hal tersebut maka juga tidak dilarang bagi orang yang mengerjakan puasa pada hari kelahirannya sebagai wujud dari rasa syukur atas nikmat kesempatan hidup yang diberikan Allah swt.Intinya bahwa setiap amal amal yang dilakukan karena Allah swt adalah ibadah dan berpahala, tergantung niat dari pelakunya.
Menggunakan Obat Penghalang Haid bagi Perempuan.
Perkembangan dan kemajuan zaman terutama dibidang rekayasa teknologi telah menghasilkan begitu banyak produk yang berintegrasi dengan manusia itu sendiri. Perkembangan dunia medis misalnya, memungkinkan seseorang untuk merencanakan hal natural yang terjadi dengan dirinya, misalnya kehamilan, menstruasi dan masih banyak  lagi. Berkaitan dengan menstruasi yang merupakan suatu fitrah perempuan dan tidak akan terelakkan bagi perempuan normal, dan hal itupun sebenarnya sudah ditolerir oleh Allah swt dalam masalah peribadatan. Akan tetapi saat ini telah ditemukan obat yang mampu menunda fase menstruasi perempuan sehingga ia bisa melaksanakan ibadah haji dan puasa penuh bulan ramadhan tanpa harus ada mengqodho. Formula ini sebenarnya diperuntukkan untuk jamaah haji perempuan yang masih subur agar dapat melaksanakan ibadah haji secara penuh, akan tetapi seiring berjalannya waktu, maka pil ini mulai dikonsumsi oleh perempuan biasa yang ingin puasa penuh dibulan ramadhan.
Islam sebagai agama yang kaffah tentunya sudah memprediksi hal ini akan terjadi dikemudian hari. Maka nabi pun pernah bersabda bahwa “laa dhororo wa laa dhiroor” yang artinya “tidak ada bahaya dalam syariat ini dan tidak boleh mendatangkan bahaya tanpa alasan yang benar.”
Karena perkara obat haid adalah perkara baru makanya penyandaran masalah puasa dengan menggunakan obad haid hanya berupa ijma’ ulama. Ulama yang membahas tentang perkara ini adalah Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin RA yang berijtihad bahwa sebaiknya perempuan tidak melakukan hal tersebut karena pada hakekatnya puasa dan haid sudah ada kadarnya dari Allah swt yang merencanakan segala sesuatu secara sempurna dan apabila kita hendak merubah takdir tersebut dengan demi keuntungan kita sendiri maka itu suatu perbuatan tercela. (sumber : Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab no.7416)
Dengan penjelasan singkat tersebut maka kami memandang bahwa penggunaan obat penunda haid saat berpuasa adalah makruh dan bahkan lebih dekat dengan haram. Alasan tersebut dikarenakan bahwa saat penggunaan obat haid pada bulan ramadhan dengan maksud agar tidak mengqhodo puasa tidak mengandung unsur kebaikan dan bahkan yang ada hanya unsur mudharatnya.
Penggunaan Ventolin bagi Penderita Asma Saat Puasa
Asma merupakan penyakit pernafasan yang disebabkan penyempitan saluran nafas (bronkhus) yang tingkatannya bervariasi dari waktu ke waktu. Penyakit ini timbul didasarkan atas reaksi  peradangan saluran nafas terhadap zat-zat perangsang yang berhubungan dengan penderita. Penderita asma biasa menggunakan ventolin berupa sprayer yang disemprotkan ke dalam mulut ketika asma kambuh. Ventolin ini terdiri dari tiga unsur yaitu: (1) bahan kimia, (2) H20 dan (3) O2. Penggunaan ventolin adalah dengan cara menekan sprayer kemudian gas ventolin masuk melalui mulut ke faring, lalu ke dalam trakea, hingga bronkhus, tetapi ada sebagian kecil yang tetap di faring dan ada pula yang masuk kerongkongan sehingga bisa masuk terus ke dalam perut.
Mengenai penggunaan ventolin, para ulama berselisih pendapat.
Pendapat pertama: Tidak membatalkan puasa. Inilah pendapat Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, Syaikh ‘Abdullah bin Jibrin dan Al Lajnah Ad Daimah.
Alasan mereka:
1. Obat sprayer asma ini masuk ke dalam kerongkongan. Dan sangat sedikit sekali yang masuk ke perut (lambung). Seperti itu tidaklah membatalkan seperti halnya berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq (memasukkan air dalam hidung) kecuali jika engkau berpuasa.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah, hasan shahih)
2. Mengenai masuknya obat sprayer ini ke perut bukanlah suatu yang pasti (yakin), cuma keraguan saja (syak), yaitu bisa jadi masuk, bisa jadi tidak. Sehingga asalnya puasa orang yang menggunakan sprayer ini sah atau tidak batal. Karena berlaku kaedah,  “Keyakinan tidak dapat dihilangkan dengan sekedar keraguan.”
3. Menggunakan obat sprayer asma semacam ini tidaklah semisal dengan makan dan minum.
4. Para pakar kesehatan menyebutkan bahwa siwak itu mengandung 8 unsur kimia yang bisa merawat gigi dan gusi dari penyakit. Zat siwak tersebut nantinya larut dengan air liur dan masuk ke  faring. Padahal menggunakan siwak ini dianjurkan pula ketika sebagaimana ada riwayat secara mu’allaq (tanpa sanad) dari ‘Amir bin Robi’ah, ia berkata,  “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersiwak saat puasa dan jumlahnya tak terhitung.” Jika unsur-unsur dalam siwak saja dimaafkan masuk ke dalam perut karena jumlahnya sedikit dan bukan maksud untuk makan/minum, maka demikian halnya dengan obat semprot asma dimaafkan pula.
Pendapat kedua: Penggunaan obat spray asma atau ventolin membatalkan puasa dan tidak boleh digunakan saat Ramadhan kecuali dalam keadaan hajat, saat sakit dan jika digunakan puasanya harus diqodho’. Inilah pendapat Dr. Fadl Hasan ‘Abbas, Dr. Muhammad Alfi, Syaikh Muhammad Taqiyuddin Al ‘Utsmani dan Dr. Wahbah Az Zuhailiy.
Pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini adalah tidak batalnya puasa bagi orang yang menggunakan obat sprayer asma. Alasannya adalah qiyas pada kumur-kumur dan siwak. Dan qiyas tersebut adalah qiyas yang shahih.Wallahu a’lam.
 [Penjelasan Syaikhuna Dr. Ahmad bin Muhammad Al Kholil, Asisten Profesor di jurusan Fikih Jami’ah Al Qoshim dalam tulisan “Mufthirootu Ash Shiyam Al Mu’ashiroh”]

Hukum Berpuasa Pada Hari Jum’at dan Hari Sabtu
Melaksanakan puasa pada hari Jum’at dan Sabtu bila tidak digandeng dengan hari sebelumnya atau sesudahnya hukumnya makruh. Dalam sebuah hadis Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Janganlah salah satu dari kalian puasa di hari Jum’at kecuali bila berpuasa sebelum atau sesudahnya” (H.R. Bukhari Muslim). Dalam hadis Abu Hurairah yang lain, Rasulullah bersabda, “Jangan kalian mengkhususkan malam Jum’at dengan shalat yang lain dari malam lainnya. Dan jangan kalian khususkan hari Jum’at dengan puasa yang lain dari lainnya, hari kecuali puasa yang telah biasa dilakukan”. (H.R. Muslim).
Bahkan ada riwayat dari Ummul Mu’minin Juwairiyah, “Rasulullah masuk kepadanya ketika sedang puasa pada hari Jum’at, lalu Rasulullah bertanya, “Apakah engkau puasa kemarin?”. Ummul Mu’minin menjawab, “Tidak”. Lalu Rasulullah bertanya kembali, “Apakah besok engkau ingin berpuasa kembali?”. “Tidak”, jawabnya. Lalu Rasulullah bersabda, “Berbukalah!” (H.R. Bukhari). Dan masih banyak hadis-hadis sahih yang menunjukkan bahwa puasa hari Jum’at hukumnya makruh kecuali disambung dengan hari sebelumnya atau sesudahnya.
Akan tetapi, Imam Malik dan Imam Abu Hanifah menyatakan boleh saja berpuasa pada hari Jum’at. Alasannya, hari Jum’at mempunyai banyak keutamaan dan puasa pada hari itu dapat menambah keutamaan seseorang yang menjalankan ibadah. Namun ada juga yang berpendapat bahwa puasa pada hari jum’at dilarang adalah karena hari jumat merupakan hari raya mingguan bagi umat islam.
Tentang puasa pada hari Sabtu, terdapat hadis Shamma’. Rasulullah bersabda, “Janganlah berpuasa pada hari Sabtu kecuali bila itu wajib. Apabila kalian tidak menemukan makanan kecuali sebutir biji-bijian atau seutas akar, maka makanlah ia” (H.R. Abu Dawud, al-Tirmizi, al-Nasa’i, Ibnu Majah dan lainnya. Al-Tirmizi mengatakan bahwa hadis tersebut mempunyai sanad bagus). Namun ada riwayat Ummu Salamah yang menyatakan, “Hari di mana Rasulullah banyak menjalankan puasa adalah hari Sabtu dan Ahad (Minggu). Rasulullah bersabda bahwa keduanya merupakan hari raya orang musyrik, maka aku ingin bersikap beda dari mereka” (H.R. al-Nasa’i dan al-Baihaqi).
Para ulama melihat bahwa menghususkan hari Sabtu dengan puasa tetap makruh. Adapun hadis yang menunjukkan Nabi berpuasa pada hari Sabtu adalah karena Rasulullah menyambungnya dengan hari Ahad dan Senin, sebagaimana diriwayatkan oleh ‘Aisyah (H.R. al-Tirmizi). Wallahu A’lam. Dari Muhammad bin ‘Abbaad bin Ja’far beliau mengatakan: “Aku pernah bertanya kepada Jabir bin ‘Abdillah: ‘Apakah Nabi shollallohu ‘alihi wa sallam melarang puasa di hari Jum’at?’ Dia menjawab: ‘Ya.’” (Hadits riwayat Al Bukhori dalam kitab Shoum no. 1984, Muslim dalam kitab Shiyam no. 1143)
Imam Muslim memberikan tambahan riwayat: “(ya) Demi Rabb ka’bah.”
Dari Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu beliau bekata: Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kalian berpuasa di hari Jum’at, kecuali sehari sebelum atau sesudahnya berpuasa.” (Hadits riwayat Al Bukhori dalam kitab Shoum no. 1985, Muslim dalam kitab Shiyaam no. 1144, Abu Dawud dalam kitab Shoum no. 2420, At Tirmidzi dalam kitab Shoum no. 743, Ibnu Maajah di kitab Shiyam no. 1723)
Dari uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Larangan mengerjakan puasa di hari Jum’at saja.
Hal itu boleh dilakukan apabila diiringi puasa sehari sebelum atau sesudahnya, atau karena bertepatan dengan puasa yang sudah biasa dikerjakan (misal Puasa Dawud, pent).
Larangan puasa di dalam hadits ini dibawa menuju hukum makruh li tanzih (bukan haram) karena Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallamTaisirul’Allaam pernah berpuasa pada hari itu dalam rangkaian puasa yang biasa beliau lakukan. Beliau memberikan keringanan bolehnya berpuasa pada hari itu apabila diiringi dengan puasa sehari sebelum atau sesudahnya, seandainya larangan ini dibawa ke hukum haram niscaya tidak boleh puasa di hari itu sebagimana haramnya berpuasa di hari raya Idul Fithri dan Idul Afha

Simpulan
Permasalahan mengenai puasa di masyarakat sangat banyak, biarlah itu menjadi sebuah ikhtilaf dari berbagai madzhab yang di pakai oleh setiap manusia, asalkan ikhtilaf itu tidak menajdikan perpecahan di antara umat islam.
Ibadah Puasa terutama bulan Ramadhan banyak sekali manfaat-manfaat dana amalan–amalan yang dapat kita kerjakan agar Puasa kita lebih bermanfaat dan mendapat Ridha-Nya.Dengan Ibadah Puasa juga dapat mencegah kita berbuat yang melanggar apa yang telah dilarang oleh Allah SWT, dan juga kita dapat lebih mendekatkandiri kita kepada Allah SWT.