Tuesday 14 June 2016

Rencana Pembelajaran


A.  Tujuan Pembelajaran
Dalam konteks pendidikan, tujuan merupakan persoalan tentang misi dan visi suatu lembaga pendidikan. Artinya, tujuan penyelenggaraan pendidikan diturunkan dari visi dan misi lembaga, dan sebagai arah yang harus dijadikan rujukan dalam proses pembelajaran. Komponen ini memiliki fungsi yang sangat penting dalam sistem pembelajaran. Kalau diibaratkan, tujuan pembelajaran adalah jantungnya, dan suatu proses pembelajaran terjadi manakala terdapat tujuan yang harus dicapai.
Tujuan instruksional atau tujuan pembelajaran menurut Hernawan (2005) terbagi atas beberapa tingkatan yaitu diantaranya:
1.      Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan pendidikan nasional kita menurut UU No 2 tahun 1989 tentang system pendidikan nasional yaitu: "Pendidikan Nasional bertujuan menceraskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (pasal 4)".
2.      Tujuan Institusional
Tujuan institusional berisi rumusan kemampuan yang diharapkan dikuasai oleh pebelajar setelah mengikuti pendidikan pada suatu tingkat pendidikan tertentu. Misalnya tujuan pendidikan dasar (SD dan SMP) yaitu: "Pendidikan dasar bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, dan anggota umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah. (Bab II, Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1990).
3.      Tujuan Kurikuler
Tujuan Kurikuler adalah rumusan dari setiap mata pelajaran /bidang studi/mata kuliah. Misalnya tujuan kurikuler mata pelajaran Fisika pada pendidikan menengah.
Contoh: "Pembelajar memiliki pengetahuan tentang lingkungan alam serta keterampilan, wawasan dan kesadaran teknologi dalam kaitannya dengan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari.
4.      Tujuan Pembelajaran Umum
5.      Tujuan Pembelajaran Khusus
Menurut Harjanto (2008), perumusan tujuan Instruksional dalam desain pembelajaran merupakan perumusan yang jelas dimana memuat pernyataan tentang kemampuan dan tingkah laku peserta didik setelah mengikuti suatu program pengajaran tertentu untuk satu topik atau subtopik tertentu. Dengan demikian dapat dipertegas bahwa perumusan instruksional berfungsi sebagai tercapainya hasil belajar berupa perubahan tingkah laku dan kriteria untuk mengukur keberhasilan suatu kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas dalam merumuskan tujuan instruksional, harus menetapkan jenis hasil belajar. Menurut Bloom dkk dalam Hernawan (2005) jenis belajar atau taksonomi tujuan pendidikan dapat dibedakan menjadi tiga domain yaitu domain kognitif, afektif dan psikomotorik yang akan diuraikan sebagai berikut:


1.      Domain Kognitif
Domain kognitif berkenaan dengan kemampuan otak dan penalaran siswa,. Taksonomi ranah tujuan kognitif menurut Bloom memiliki 6 tingkatan yaitu: ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, evaluasi dan create.


2.      Domain Afektif
Domain afektif berkenaan dengan sikap dan nilai tampak pada berbagai tingkah laku. Taksonomi ranah tujuan afektif menurut Bloom memiliki 5 tingkatan yaitu: menerima, menanggapi, menghargai, mengatur diri dan menjadikan pola hidup.
3.      Domain Psikomotor
Domain psikomotorik berkenaan dengan keterampilan atau keaktifan pisik. Taksonomi ranah tujuan psikomotorik menurut Bloom memiliki 5 tingkatan yaitu: persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, bertindak secara mekanis dan gerakan yang kompleks.
Tujuan instruksional ini dapat dibedakan menjadi tujuan instruksional umum (TIU) dan tujuan instruksional khusus (TIK). Menurut Grounlund dalam Harjanto (2008) tujuan instruksional umum (TIU) adalah hasil belajar yang diharapkan yang dinyatakan secara umum dan berpedoman pada perubahan tingkah laku dalam kelas. Tujuan instruksional umum (TIU) merupakan serangkaian hasil belajar yang bersifat khusus. sedangkan tujuan instruksional khusus (TIK) adalah hasil belajar yang dinyatakan dalam istilah perubahan tingkah laku khusus. Tingkah laku khusus adalah kata kerja yang dapat diamati dan diukur.
Kegunaan TIU dalam proses belajar mengajar menurut Harjanto (2008) adalah sebagai berikut:
1.      Memberikan kriteria yang pasti untuk mengukur kemajuan belajar peserta didik.
2.      Memberikan kepastian mengenai kemampuan yang diharapkan dari peserta didik.
3.      Memberikan dasar untuk mengembangkan alat evaluasi untuk mengukur efektifitas pengajaran.
4.      Menentukan petunjuk dalam menentukan materi dan strategi instruksional.
5.      Petunjuk bagi peserta didik tentang apa yang dipelajari dan apa yang akan dinilai dalam mengikuti suatu pelajaran.
6.      Peserta didik akan mengorganisasikan usaha dan kegiatannya untuk mencapai tujuan instruksional yang telah ditentukan.
Tujuan instruksional yang kedua adalah tujuan instruksional khusus (TIK). TIK merupakan penjabaran dari TIU. Menurut Bryl Shoemakar dalam Harjanto (2008), Tujuan instruksional khusus (TIK) adalah pernyataan yang menjelaskan rencana perubahan dari seseorang yang belajar tentang apa yang diinginkan jika ia menyelesaikan suatu pengalaman belajar. Dengan demikian dapat diartikan perumusan tujuan instruksional khusus (TIK) adalah perumusan perubahan tingkah laku/kemampuan yang diharapkan dimiliki peserta didik setelah mengikuti suatu program pengajaran tertentu.
Menurut Knirk dan Gustafson dalam Hernawan (2005) dalam merumuskan tujuan instruksional khusus hendaknya harus mencakup unsur-unsur/komponen yang dikenal dengan singkatan ABCD (Audience, Behavior, Condition, Degree). Berikut ini penjelasan tentang komponen perumusan TIK:
1.      Audience
Yaitu siswa yang belajar untuk mencapai tujuan. Artinya tujuan yang dirancang untuk siswa bukan guru. Oleh sebab itu komponen siswa harus selalu ada pada setiap perumusan TIK. Contohnya: siswa kelas 1, siswa kelas 6 dan sebagainya.
2.      Behavior
Yaitu kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa setelah mengikuti pembelajaran. Komponen ini terdiri atas kata kerja yang menunjukkan kemampuan yang harus ditampilkan siswa dan materi yang dipelajari siswa. Kemampuan tersebut dinyatakan dalam bentuk kata kerja operasional seperti menjelaskan, memberi, contoh, menyusun, membuat, merakit,menunjukkan, mengenal dan sebagainya. Contohnya: membuat larutan oralit, menunjukkan letak ibukota propinsi dan sebagainya.
3.      Condition
Yaitu keadaan yang dipersyaratkan ketika siswa diminta menunjukkan atau mendemonstrasikan perilaku atau kemampuan yang diharapkan. Contohnya: "diberikan sejumlah data, siswa dapat ."(ini berarti bahwa pada saat kita meminta siswa menunjukkan kemampuan tersebut kita harus menyediakan data) .
4.      Degree
Yaitu tingkat ukuran yag dicapai untuk menentukan keberhasilan atau penguasaan siswa terhadap tingkah laku khusus yang ditetapkan. Tingkat keberhasilan ditunjukkan dengan batas minimal dari penampilan suatu perilaku yang dapat dianggap diterima. Contohnya: "siswa dapat menjelaskan lima karakteristik gelombang elektromagnetik" (siswa dianggap belum menguasai tujuan tersebut jika hanya mampu menjelaskan dua atau tiga karakteristik ersebut).
Menurut Suparman (2004) komponen dalam TIK yaitu ABCD tidak selau tersusun sebagai ABCD tetapi sering kali CABD dan biasanya dalam praktek sehari-hari TIK hanya mengandung dua komponen yaitu A dan B kadang-kadang tiga komponen yaitu A,B, dan D. berikut diberikan contoh TIK dengan rumusan komponen selengkapnya, yaitu: "Jika diberi kalimat aktif dalam bahasa Indonesia, mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris semester III akan dapat menterjemahkannya dalam kalimat fasif bahasa Inggris paling sedikit 80% benar".
Dari contoh TIK ini komponen tersusun sebagai CABD dimana diberikan kalimat aktif merupakan komponen Condition, mahasiswa merupakan komponen Audience, dapat menterjemahkannya merupakan komponen Behavior dan 80% benar merupakan komponen degree.
B.  Indikator Pembelajaran
Indicator pembelajaran pada dasarnya adalah penjabaran dari kompetensi dasar atau standar kompetensi. Sebagai satu komponen dalam kegiatan pembelajaran maka penyusunan indicator juga merupakan suatu hal yang dianggap penting dalam kegiatan pembelajaran. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menentukan indicator pembelajaran adalah sdengan menganalisis tingkat kompetensi dalam SK dan KD, menganalisis karakteristik mata pelajaran, menganalisis pesrta didik dan sekolah dan beberapa faktor pendukung lainnya.
1.      Menganalisis SK dan KD
Langkah pertama dalam merumuskan indicator pembelajaran adalah menganalisis tingkat kompetensi dalam SK dan KD. Tingkat kompetensi terdiri atas pengetahuan, proses, dan penerapan. Selain hal tersebut juga diperhatikan penekanan pada asprk yang diinginkan mencakup pengetahuan, sikap dan keterampilan.
2.      Menganalisis karakteristik mata pelajaran.
Mata pelajaran merupakan suatu hal yang akan diajarkan kepada peserta didik. Mengenai hal yang akan diajarkan tersebut maka harus disesuaikan dengan peserta didik dan faktor pendukungnya. Beberapa standar kompetensi yang yang merupakan hal yang sulit dipahami dan diterapkan biasanya hanya dipelajari beberapa indicator saja sedangkan mata pelajaran yang merupakan hal yang bisa diaplikasikan langsung akan mempunyai indicator pembelajaran yang cukup banyak.
3.      Faktor peserta didik dan faktor pendukung

Suatu pembelajaran tidak akan berjalan dengan mulus tanpa adanya support yang memadai baik dari peserta didik maupun sarana prasaranya. Sarana dan prasarana memiliki andil yang cukup besar terhadap keberhasilan pendidikan yang dilakukan maka dari itu penyusunan indikindicatorelajaran harus juga mempertimbangkan aspek sarana dan prasaranya.

No comments:

Post a Comment