A. Tujuan
Pembelajaran
Dalam konteks pendidikan, tujuan merupakan persoalan
tentang misi dan visi suatu lembaga pendidikan. Artinya, tujuan penyelenggaraan
pendidikan diturunkan dari visi dan misi lembaga, dan sebagai arah yang harus
dijadikan rujukan dalam proses pembelajaran. Komponen ini memiliki fungsi yang
sangat penting dalam sistem pembelajaran. Kalau diibaratkan, tujuan
pembelajaran adalah jantungnya, dan suatu proses pembelajaran terjadi manakala
terdapat tujuan yang harus dicapai.
Tujuan instruksional atau tujuan pembelajaran
menurut Hernawan (2005) terbagi atas beberapa tingkatan yaitu diantaranya:
1. Tujuan
Pendidikan Nasional
Tujuan
pendidikan nasional kita menurut UU No 2 tahun 1989 tentang system pendidikan
nasional yaitu: "Pendidikan Nasional bertujuan menceraskan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,
memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan
dan kebangsaan (pasal 4)".
2. Tujuan
Institusional
Tujuan
institusional berisi rumusan kemampuan yang diharapkan dikuasai oleh pebelajar
setelah mengikuti pendidikan pada suatu tingkat pendidikan tertentu. Misalnya
tujuan pendidikan dasar (SD dan SMP) yaitu: "Pendidikan dasar bertujuan
memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan
kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, dan anggota
umat manusia serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan
menengah. (Bab II, Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1990).
3. Tujuan
Kurikuler
Tujuan
Kurikuler adalah rumusan dari setiap mata pelajaran /bidang studi/mata kuliah.
Misalnya tujuan kurikuler mata pelajaran Fisika pada pendidikan menengah.
Contoh:
"Pembelajar memiliki pengetahuan tentang lingkungan alam serta
keterampilan, wawasan dan kesadaran teknologi dalam kaitannya dengan
pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari.
4. Tujuan
Pembelajaran Umum
5. Tujuan
Pembelajaran Khusus
Menurut Harjanto (2008), perumusan
tujuan Instruksional dalam desain pembelajaran merupakan perumusan yang jelas
dimana memuat pernyataan tentang kemampuan dan tingkah laku peserta didik
setelah mengikuti suatu program pengajaran tertentu untuk satu topik atau
subtopik tertentu. Dengan demikian dapat dipertegas bahwa perumusan
instruksional berfungsi sebagai tercapainya hasil belajar berupa perubahan
tingkah laku dan kriteria untuk mengukur keberhasilan suatu kegiatan
pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas dalam
merumuskan tujuan instruksional, harus menetapkan jenis hasil belajar. Menurut
Bloom dkk dalam Hernawan (2005) jenis belajar atau taksonomi tujuan pendidikan
dapat dibedakan menjadi tiga domain yaitu domain kognitif, afektif dan
psikomotorik yang akan diuraikan sebagai berikut:
1. Domain
Kognitif
Domain
kognitif berkenaan dengan kemampuan otak dan penalaran siswa,. Taksonomi ranah
tujuan kognitif menurut Bloom memiliki 6 tingkatan yaitu: ingatan, pemahaman,
penerapan, analisis, evaluasi dan create.
2. Domain
Afektif
Domain
afektif berkenaan dengan sikap dan nilai tampak pada berbagai tingkah laku.
Taksonomi ranah tujuan afektif menurut Bloom memiliki 5 tingkatan yaitu:
menerima, menanggapi, menghargai, mengatur diri dan menjadikan pola hidup.
3. Domain
Psikomotor
Domain
psikomotorik berkenaan dengan keterampilan atau keaktifan pisik. Taksonomi
ranah tujuan psikomotorik menurut Bloom memiliki 5 tingkatan yaitu: persepsi,
kesiapan, gerakan terbimbing, bertindak secara mekanis dan gerakan yang
kompleks.
Tujuan instruksional ini dapat dibedakan
menjadi tujuan instruksional umum (TIU) dan tujuan instruksional khusus (TIK).
Menurut Grounlund dalam Harjanto (2008) tujuan instruksional umum (TIU) adalah
hasil belajar yang diharapkan yang dinyatakan secara umum dan berpedoman pada
perubahan tingkah laku dalam kelas. Tujuan instruksional umum (TIU) merupakan
serangkaian hasil belajar yang bersifat khusus. sedangkan tujuan instruksional
khusus (TIK) adalah hasil belajar yang dinyatakan dalam istilah perubahan
tingkah laku khusus. Tingkah laku khusus adalah kata kerja yang dapat diamati
dan diukur.
Kegunaan TIU dalam proses belajar
mengajar menurut Harjanto (2008) adalah sebagai berikut:
1. Memberikan
kriteria yang pasti untuk mengukur kemajuan belajar peserta didik.
2. Memberikan
kepastian mengenai kemampuan yang diharapkan dari peserta didik.
3. Memberikan
dasar untuk mengembangkan alat evaluasi untuk mengukur efektifitas pengajaran.
4. Menentukan
petunjuk dalam menentukan materi dan strategi instruksional.
5. Petunjuk
bagi peserta didik tentang apa yang dipelajari dan apa yang akan dinilai dalam
mengikuti suatu pelajaran.
6. Peserta
didik akan mengorganisasikan usaha dan kegiatannya untuk mencapai tujuan
instruksional yang telah ditentukan.
Tujuan instruksional yang kedua adalah
tujuan instruksional khusus (TIK). TIK merupakan penjabaran dari TIU. Menurut Bryl
Shoemakar dalam Harjanto (2008), Tujuan instruksional khusus (TIK) adalah
pernyataan yang menjelaskan rencana perubahan dari seseorang yang belajar
tentang apa yang diinginkan jika ia menyelesaikan suatu pengalaman belajar.
Dengan demikian dapat diartikan perumusan tujuan instruksional khusus (TIK)
adalah perumusan perubahan tingkah laku/kemampuan yang diharapkan dimiliki
peserta didik setelah mengikuti suatu program pengajaran tertentu.
Menurut Knirk dan Gustafson dalam
Hernawan (2005) dalam merumuskan tujuan instruksional khusus hendaknya harus
mencakup unsur-unsur/komponen yang dikenal dengan singkatan ABCD (Audience,
Behavior, Condition, Degree). Berikut ini penjelasan tentang komponen perumusan
TIK:
1. Audience
Yaitu
siswa yang belajar untuk mencapai tujuan. Artinya tujuan yang dirancang untuk
siswa bukan guru. Oleh sebab itu komponen siswa harus selalu ada pada setiap
perumusan TIK. Contohnya: siswa kelas 1, siswa kelas 6 dan sebagainya.
2. Behavior
Yaitu
kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa setelah mengikuti pembelajaran.
Komponen ini terdiri atas kata kerja yang menunjukkan kemampuan yang harus
ditampilkan siswa dan materi yang dipelajari siswa. Kemampuan tersebut
dinyatakan dalam bentuk kata kerja operasional seperti menjelaskan, memberi,
contoh, menyusun, membuat, merakit,menunjukkan, mengenal dan sebagainya.
Contohnya: membuat larutan oralit, menunjukkan letak ibukota propinsi dan
sebagainya.
3. Condition
Yaitu
keadaan yang dipersyaratkan ketika siswa diminta menunjukkan atau
mendemonstrasikan perilaku atau kemampuan yang diharapkan. Contohnya:
"diberikan sejumlah data, siswa dapat ."(ini berarti bahwa pada saat
kita meminta siswa menunjukkan kemampuan tersebut kita harus menyediakan data)
.
4. Degree
Yaitu tingkat
ukuran yag dicapai untuk menentukan keberhasilan atau penguasaan siswa terhadap
tingkah laku khusus yang ditetapkan. Tingkat keberhasilan ditunjukkan dengan
batas minimal dari penampilan suatu perilaku yang dapat dianggap diterima.
Contohnya: "siswa dapat menjelaskan lima karakteristik gelombang
elektromagnetik" (siswa dianggap belum menguasai tujuan tersebut jika
hanya mampu menjelaskan dua atau tiga karakteristik ersebut).
Menurut Suparman (2004) komponen dalam
TIK yaitu ABCD tidak selau tersusun sebagai ABCD tetapi sering kali CABD dan
biasanya dalam praktek sehari-hari TIK hanya mengandung dua komponen yaitu A
dan B kadang-kadang tiga komponen yaitu A,B, dan D. berikut diberikan contoh
TIK dengan rumusan komponen selengkapnya, yaitu: "Jika diberi kalimat
aktif dalam bahasa Indonesia, mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris
semester III akan dapat menterjemahkannya dalam kalimat fasif bahasa Inggris
paling sedikit 80% benar".
Dari contoh TIK ini komponen tersusun
sebagai CABD dimana diberikan kalimat aktif merupakan komponen Condition,
mahasiswa merupakan komponen Audience, dapat menterjemahkannya merupakan
komponen Behavior dan 80% benar merupakan komponen degree.
B. Indikator Pembelajaran
Indicator
pembelajaran pada dasarnya adalah penjabaran dari kompetensi dasar atau standar
kompetensi. Sebagai satu komponen dalam kegiatan pembelajaran maka penyusunan
indicator juga merupakan suatu hal yang dianggap penting dalam kegiatan
pembelajaran. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menentukan indicator
pembelajaran adalah sdengan menganalisis tingkat kompetensi dalam SK dan KD,
menganalisis karakteristik mata pelajaran, menganalisis pesrta didik dan
sekolah dan beberapa faktor pendukung lainnya.
1. Menganalisis
SK dan KD
Langkah pertama dalam
merumuskan indicator pembelajaran adalah menganalisis tingkat kompetensi dalam
SK dan KD. Tingkat kompetensi terdiri atas pengetahuan, proses, dan penerapan.
Selain hal tersebut juga diperhatikan penekanan pada asprk yang diinginkan
mencakup pengetahuan, sikap dan keterampilan.
2. Menganalisis
karakteristik mata pelajaran.
Mata pelajaran
merupakan suatu hal yang akan diajarkan kepada peserta didik. Mengenai hal yang
akan diajarkan tersebut maka harus disesuaikan dengan peserta didik dan faktor
pendukungnya. Beberapa standar kompetensi yang yang merupakan hal yang sulit
dipahami dan diterapkan biasanya hanya dipelajari beberapa indicator saja
sedangkan mata pelajaran yang merupakan hal yang bisa diaplikasikan langsung
akan mempunyai indicator pembelajaran yang cukup banyak.
3. Faktor
peserta didik dan faktor pendukung
Suatu pembelajaran tidak akan
berjalan dengan mulus tanpa adanya support yang memadai baik dari peserta didik
maupun sarana prasaranya. Sarana dan prasarana memiliki andil yang cukup besar
terhadap keberhasilan pendidikan yang dilakukan maka dari itu penyusunan
indikindicatorelajaran harus juga mempertimbangkan aspek sarana dan prasaranya.
No comments:
Post a Comment