Infrastruktur bagi Pendidikan Indonesia
Oleh Rizki Zakwandi
Oleh Rizki Zakwandi
Infrastruktur pada dasarnya bukan menjadi sesuatu hal yang paling
penting dalam pendidikan karena tanpa infrastruktur seperti gedung, meja,
kursi, papan tulis, laboratorium, dan sebagainya, pendidikan masih bisa
berlangsung. Artinya dalam konteks komponen pendidikan infrastruktur hanya
bertindak sebagai pelengkap, penyokong atau pendukung dari proses pendidikan
itu sendiri. Dengan demikian maju mundurnya suatu pendidikan tidak semata-mata
disebabkan oleh infratruktur yang lengkap, akan tetapi lengkap atau tidaknya
infrastruktur di lembaga pendidikan mempengaruhi terhadap kemajuan pendidikan
di lembaga tersebut. Tercatat dalam pedoman akreditasi lembaga pendidikan baik
itu lembaga pendidikan tingkat menengah ataupun tingkat tinggi, salah satu
aspek yang dinilai dalam pengakreditasian lembaga tersebut adalah kelengkapan
infrastrukturnya seperti gedung, kelengkapan inventaris, laboratorium, dan
lainnya. Berkaitan dengan itu dapat kita pahami bahwa untuk memajukan
pendidikan di Indonesia, infrastrukturnya harus disempurnakan. Hal ini juga
telah sama-sama dibuktikan bahwa sebagian besar sekolah yang telah tergolong sekolah
maju memiliki infrastruktur yang baik.
Infrastruktur yang
tergolong baik bukan dinilai dari segi tampilan atau morfologi dari
infrastruktur yang dimiliki akan tetapi dinilai dari jenis infrastruktur yang
menyokong terhadap keilmuan siswa seperti laboratorium, lapangan, perpustakaan,
ruang kelas yang nyaman, media belajar dan masih banyak lagi. Secara
fungsional, infrastrukur memberikan support kepada siswa untuk berkreasi
dan berinovasi dalam mengembangkan pengetahuan mereka. Dengan dilengkapinya infrastruktur
belajar maka siswa akan lebih leluasa dalam mendapatkan pengalaman belajar dan
akan berujung pada pengetahuan yang dimiliki.
Bercermin kepada
realita pendidikan yang terjadi di Indonesia saat ini bahwa hanya beberapa
sekolah yang telah memiliki infrastruktur yang baik sedangkan sebagian besar
lagi masih berada dalam skala kelayakan. Perbedaan tersebut juga menimbulkan
strata dalam keilmuan yang dimiliki, rata-rata siswa yang bersekolah di sekolah
yang memiliki infrastruktur baik akan mempunyai pengalaman belajar yang lebih
dari siswa yang bersekolah di sekolah yang dari segi infrastruktur kurang
memadai. Sebagai contoh, anak yang bersekolah di sekolah yang mempunyai
fasilitas laboratorium lengkap akan lebih mahir ketika menggunakan alat dibandingkan
dengan anak yang bersekolah di sekolah yang tidak mempunyai laboratorium,
malahan anak yang bersekolah di sekolah yang tidak memiliki laboratorium akan
kebingungan ketika melihat alat laboratorium tersebut. Contoh lainnya, siswa
yang belajar disekolah yang memiliki koneksi internet akan berbeda dengan siswa
yang bersekolah di sekolah kampung yang tidak memiliki akses internet. Siswa
yang bersekolah di sekolah yang memiliki koneksi internet akan lebih mudah
mendapat informasi baik itu yang bersifat perkembangan IPTEK terbaru ataupun event-event
yang bersifat perlombaan. Alhasil siswa yang bersekolah di sekolah yang tidak
ada koneksi internet tidak dapat berkontribusi padahal bisa jadi siswa di
sekolah yang tidak memiliki internet tersebut memiliki kemampuan yang luar
biasa.
Sebagai suatu
faktor pendukung yang memiliki pengaruh penting terhadap perkembangan
pendidikan, infrastruktur harus diperhatikan agar pendidikan dapat berkembang
dengan baik. Infrastruktur pendidikan yang baik akan menumbuhkan semangat yang
baik bagi pelaksana pendidikannya. Pelaksanaan pendidikan yang optimal melalui
proses yang maksimal disertai dengan fasilitas yang memadai akan menghasilkan
lulusan yang terbaik sehingga untuk mewujudkan pendidikan Indonesia yang lebih
baik dimulai dari langkah kecil yaitu
pemerhatian terhadap infrastruktur lembaga pendidikan. Statistik telah
membuktikan bahwa lembaga pendidikan yang maju pasti memiliki infrastruktur yang
bagus dan dengan dukungan infrastruktur tersebut siswanya mampu berprestasi
sampai ketingkat internasional.
Permasalahan yang
terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah masih belum meratanya
penyebaran infrastruktur pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah. Sebagian
besar sekolah yang telah mendapat infrastruktur legkap adalah sekolah yang
berada di perkotaan sedangkan untuk sekolah yang berada di pedesaan masih
banyak yang belum merasakan bantuan pemerintah tersebut. Menanggulangi hal ini
biasanya sekolah memungut biaya pembangunan sekolah kepada siswa akan tetapi
berdasarkan UU nomor 20 tahun 2003 tentang anggaran dana pendidikan yang
dikeluarkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia atau
Kemendikbud bahwa sejak dikeluarkannya UU tersebut sekolah tidak dibenarkan
lagi memungut biaya pendidikan kepada siswanya karena sudah ada biaya
operasional sekolah (BOS) sebesar 20% dari anggaran APBN. Dana BOS digunakan
untuk operasional sekolah termasuk membayar gaji guru honorer dan untuk
kelengkapan infrastruktur, sekolah harus tanggap dan giat mengajukan proposal
bantuan baik kepada pemerintah daerah ataupun pihak swasta. Berkaitan dengan
peraturan tersebut, tidak semua sekolah bisa mendapat bantuan dari Pemerintah
Daerah ataupun dari pihak swasta terlebih sekolah yang terletak jauh dari pusat
pemerintahan dan perekonomian. Sebagai dampaknya terjadilah kesenjangan antara
siswa yang bersekolah di sekolah berinfrastruktur lengkap dengan sekolah yang
masih berinfrastruktur layak.
Mengahadapi persaingan yang semakin
ketat saat ini, tentu hal itu tidak bisa dispelekan karena akan berdampak pada
ketertinggalan siswa Indonesia dalam persaingan global sehingga akan berdampak
buruk juga pada kemajuan bangsa. Pemerintah sebagai pembuat peraturan harus
menyediakan alternative lain yang dapat ditempuh sekolah untuk memenuhi
kebutuhan infrastruktur di sekolah tersebut baik itu berupa bantuan lepas,
bantuan bersyarat, dan lain sebagainya agar pendidikan di Indonesia tetap
mempertahankan eksistensinya sebagai pendidikan yang berdaya saing global. Disamping
mengharapkan bantuan pemerintah, salah satu alternatif yang bisa dilakukan oleh
sekolah tanpa memungut biaya adalah dengan mengadakan suatu usaha seperti
mengolah lingkungan sekitar menjadi lingkungan yang produktif. Di daerah
pedesaan yang bertanah subur mungkin sekolah bisa membuat lahan pertanian atau
perkebunan dimana yang menggarap pertanian dan perkebunan tersebut adalah
masyarakat sekolah. Artinya pembelajaran kewirausahaan yang langsung praktik
dan menghasilkan sesuatu yang bernilai harga. Hasil dari pertanian atau
perkebunan tersebut juga dapat digunakan untuk membangun infrastruktur sekolah
secara perlahan. Dengan demikian selagi mengajarkan pelajaran kewirausahaan
kepada siswanya, sekolah juga mendapat tambahan dana untuk pembangunan
infrastruktur sekolah
No comments:
Post a Comment