Problem Solving Laboratory
(Artikel)
Muhammad
Pandu Agus Salim, Novia Rizkianty Samsudin, Rizki Zakwandi, Widya Amanda
Program
Studi Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan MIPA
Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
Pelaksanaan praktikum bagi siswa merupakan suatu hal yang sangat penting
dimana pada praktikum, motorik siswa benar-benar digerakkan. Salah satu desain
praktikum yang selain menggerakkan motorik siswa dan juga memberikan kemampuan
analitik terhadap permasalahan lingkungan adalah desain praktikum problem solving laboratory.
1. Pengertian
Problem
solving laboratory merupakan salah satu dari desain
praktikum yang mana memperkenalkan kepada praktikan bentuk nyata atau manfaat
nyata dari praktikum yang sedang dilaksanakan. Praktikan diarahkan bagaimana
menemukan sesuatu ketidakseimbangan antara konsep/teori yang dipelajari dengan
kenyataan yang diterapkan dan dimanfaatkan dalam masyarakat (problem). Setelah menemukan
ketidakseimbangan tersebut maka praktikan dituntut untuk merumuskan suatu solusi
dari permasalahan tersebut (Mataka, et al., 2014). Menurut Seyhan Problem solving laboratory adalah
pembelajaran/praktikum yang memusatkan perhatian pada siswa dengan membuat
siswa aktif dalam pelaksanaan praktikum, mengembangkan kemampuan skill siswa
dan menanamkan pada pemahaman yang berkaitan dengan penyelesaian suatu permasalahan (Seyhan, 2015)
Pada praktikum ini, siswa
dilibatkan secara aktif mulai dari mengenal permasalahan yang nyata yang
disajikan, mengetahui alat dan bahan yang diperlukan, membuat prediksi sebagai
solusi sementara dari permasalahan yang disajikan, dan membuat prosedur percobaan
sendiri dengan menjawab serangkaian pertanyaan yang ada pada panduan laboratory
work. Setelah itu siswa juga melakukan proses pengukuran, menyelidiki /
memeriksa apakah ada kesamaan antara data yang diperoleh dengan apa yang telah
diprediksikan, memeriksa letak keliruan jika terjadi ketidakcocokan antara data
yang diperoleh dengan apa yang telah diprediksikan, mengusulkan perubahan
prosedur yang dilanjutkan pada pengulangan proses pengambilan data, serta
menilai dan memutuskan dalam bentuk pengambilan kesimpulan jika dipandang sudah
tidak terjadi kekeliruan dalam analisis data (Gayatri, et al., 2014). Desain praktikum problem solving sendiri mengantarkan praktikan
untuk menemukan bentuk real dari
manfaat pelajaran mereka. Sebagian besar berisikan kasus-kasus yang dekat
dengan kehidupan atau sering dialami praktikan (Adeyemo,
2010).
Laurinda Leite (2005) dalam artikel yang
berjudul Evaluating Students' Learning from
Laboratory Investigation menyatakan bahwa pembelajaran konseptual dengan
pendekatan problem solving berarti
penemuan jawaban dari pertanyaan yang spesifik dan perumusan solusi terkait
fenomena di dunia nyata.
Pernyataan-pernyataan mengenai definisi
desain praktikum problem solving
laboratory pada paragraf sebelumnya dapat disimpulkan bahwa desain
praktikum problem solving laboratory merupakan
desain praktikum yang mengarah kepada implementasi konsep-konsep yang telah
dipelajari dengan orientasi pada permasalahan yang ditemukan dalam kehidupan
sehari-hari. Tujuan utamanya adalah untuk menemukan bentuk real dari hal-hal yang telah dipelajari oleh praktikan.
2. Karakteristik
Terdapat beberapa karakteristik
dari problem solving laboratory sebagaimana
yang dipaparkan oleh Baharom, et al., (2015)
dalam jurnal yang berjudul Assessment of
psycomotor domain in a problem based concrete laboratory yaitu:
a. Berorientasi pada
solusi dan proses
b. Bekerja dari
permasalahan sehari-hari
c. Mengantarkan praktikan
untuk mendapatkan informasi yang cukup untuk pembelajaran mereka
d. Merencanakan kegiatan
praktikum secara mandiri dan melengkapi diri dengan membawa informasi yang dibutuhkan kedalam
laboratorium
e. Bekerja secara kelompok
(collaborative groups)
f. Berfikir kritis dengan
menanggapi permasalahan di kehidupan sehari-hari
g. Berfokus pada
permasalahan kompleks yang tidak hanya mempunyai satu titik
penyelesaian/jawaban
3. Langkah-Langkah
Desain praktikum problem solving laboratory memiliki
beberapa langkah kegiatan utama yaitu:
a. Mempersiapkan siswa sesuai kemampuan
dasar yang dibutuhkan. Selain itu praktikan harus disiapkan untuk mengulangi
pengambilan data ulang apabila terdapat ketidaksesuain dengan data yang mereka
peroleh pada saat observasi
b. Membuat kelompok kerja
c. Menugaskan praktikan untuk memfasilitasi
diri secara lengkap
d. Asisten harus mempersiapkan dan mengecek
peralatan yang disiapkan oleh praktikan
e. Praktikan harus fokus pada permasalahan dan
berpartisipasi langsung
f. Menetapkan formulasi terhadap permasalahan
dan melakukan praktikum (Orla & Ordilla, 2007)
Adam Malik dkk (2015)
memperjelas langkah pelaksanaan praktikum desain problem solving laboratory sebagai berikut:
a. Praktikan dapat memecahkan masalah
sesuai tahapan yang terpilih, dengan menggunakan curah pendapat dan teknis
investigasi masalah
b. Membangun ilmu yang telah dimiliki dan
memperoleh ilmu yang baru melalui studi kasus,
c. Dapat mengoperasikan alat-alat
laboratorium yang berkaitan dengan teori yang diberikan,
d. Praktikan dapat mempergunakan media yang
ada, dan dapat melakukan teknik analisis,
e. Praktikan dapat menganalisis dan mendeskripsikan,
mendiskusikan hasil data praktikum dengan cara laporan tertulis, poster, dan
presentasi lisan,
f. Praktikan dapat bekerja dalam kelompok
dengan mengorganisasi tiap-tiap kelompok.
Laurinda
menyatakan bahwa untuk permasalahan yang akan dibahas dalam praktikum problem solving maka harus memenuhi
kriteria berikut:
a. Membingungkan
b. Membutuhkan imajinasi atau bayangan
penyelesaian yang praktis
c. Terdapat banyak kemungkinan penyelesaian
d. Langkah kegiatan yang ditawarkan dapat
dirumuskan dalam satu strategi penyelesaian yang efektif dan efisien. (Leite, 2005)
Pernyataan
tentang langkah-langkah kegiatan pada saat pelaksanaan problem solving laboratory sebagaimana yang dikemukan oleh beberapa
ahli diatas dapat disimpulkan menjadi lima garis besar kegiatan yaitu:
pengidentifikasian masalah, menemukan atau merumuskan solusi dari permasalahan
tersebut secara hipotesis, melaksanakan percobaan terkait hipotesis tersebut,
mengevaluasi solusi yang ditawarkan berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan,
dan terakhir yaitu menerapkan atau mengimplementasikan solusi yang telah
diperbaiki atau disempurnakan tersebut.
4. Tingkatan/jenis
Praktikum dengan model problem solvig laboratory memiliki
beberapa tingkatan tergantung sejauh mana analisis dan penggunaan metodologinya
(Seyhan, 2015). Seyhan menyatakan bahwa metode problem solving pada tingkat advance akan mampu menguraikan saintifik
proses dalam arti penemuan defenisi, inkuiri dan berfikir kritis. (Seyhan, 2015). Hasil studi yang
dilakukan oleh Cartette & Bodner(2010) mendeskripsikan
bahwa banyak jenis dan sudut pandang dalam melakukan problem solving laboratory yang meliputi:
a. Memory
and its organizing, describing the problem space,
b. Categorizing problems, dan
c. Testing conceptual understanding as it relates to problem
solving ability.
5. Kelebihan
Pelaksanaan praktikum dengan desain
problem solving laboratory memiliki
banyak kelebihan bagi praktikan dan juga bagi masyarakat pada umumnya. Kelebihan-kelebihan
tersebut diantaranya sebagaimana yang disampaikan oleh Baharom dkk (2015) yaitu :
a. Meningkatkan kemampuan
berkolaboratif/bekerjasama
b. Meningkatkan kemampuan berfikir kritis
Menurut Seyhan, kelebihan lain yang
dimiliki olrh desain praktikum Problem
solving laboratory adalah:
a. Lebih produktif untuk
mengimplementasikan konsep kedalam dunia nyata
b. Beropotensi untuk menemukan konsep baru
atau solusi yang lebih baik dari pada solusi yang sebelumnya, artinya problem solving laboratory sangat
mungkin untuk diterapkan pada proyek pengembangan
c. Meningkatkan kepekaan praktikan kepada
lingkungan
d. Meningkatkan kemampuan berfikir kritis
e. Berfikir rasional
f. Meningkatkan kemampuan membaca secara
komprehensif
g. Bekerja sama
6. Kelemahan
Problem
solving laboratory selain memiliki beberapa kelebihan
juga memiliki beberapa kelemahan diantaranya sebagaimana yang disebutkan oleh
Orla Fenelon dan Carmel Breslin (2007) yaitu:
a. Competition
Situasi dalam kelompok kerja sering
dirusak oleh perasaan ingin menang yang dimiliki oleh anggotanya. Secara umum
hal ini akan mengganggu keharmonisan dan komunikasi kreatif dalam grup
b. Conformity
Selain rasa ingin berkompetisi dan
ingin menang yang dimiliki oleh anggota kelompok, hal lain yang juga merusak
suasana kerjasama dalam kelompok adalah munculnya ideologi yang merasa tidak
cocok antara satu anggota dengan anggota lainnya.
c. Lack
of objecktive direction
Munculnya perbedaan pendapat dan
sudut pandang saat memberikan solusi dalam kelompok akan berdampak pada solusi
akhir yang dihasilkan. Kebanyakan dari solusi yang dihasilkan akan tidak
efektif karena antara si-pemberi ide tidak dapat meyakinkan secara penuh kepada
anggota lainnya tentang idenya.
d. Time
Counstraints
Problem
solving laboratory merupakan desain praktikum yang
mengharuskan praktikan untuk mengerti inti permasalahan yang dialami oleh
masyarakat. Selanjutnya praktikan harus memberikan solusi terkait hal tersebut
yang memiliki korelasi dengan pembelajaran atau teori yang telah dipelajari.
Maka untuk memperoleh hasil yang optimal maka membutuhkan waktu yang cukup
lama.
7. Hasil Penelitian
Penelitian dan pengembangan
terhadap desain problem solving
laboratory telah banyak dilakukan sebelumnya diantaranya adalah sebagai
berikut:
a. (Adeyemo, 2010), meneliti tentang tingkat kemampuan
siswa dalam menyelesaikan tugas yang berkaitan dengan problem solving pada mata pelajaran fisika. Penelitian yang berjudul “Students’ Ability Level and Their Competence in Problem Solving Task in
Physics” menyatakan
bahwa kemampuan siswa memiliki tingkat pengaruh yang signifikan terhadap
kemampuan melaksanakan problem solving
dalam diskusi.
b. (Baharom, et al., 2015),
meneliti tentang
bagaimana penilaian dari aspek psikomotor dalam menyelesaikan permasalahan
yang konkret di laboratorium. penelitian
ini dimuat dalam jurnal yang berjudul “Assessment of Psychomotor Domain in a Problem-Based
Concrete Labrotary”. Hasil penelitian
menyebutkan bahwa dalam melaksanakan penilaian terhadap kemampuan penyelesaian
masalah setidaknya ada empat faktor yang harus diperhatikan yaitu kemampuan
mengobservasi, penilaian berdasarkan ujian, teknik serta kesetimbangan terhadap
sudut pandang baik dan buruk.
c.
(Cartette & Bodner, 2010), meneiliti
tentang bagaimana problem solving
laboratory tersebut dilaksanakan untuk menyelesaikan permasalahan tanpa
menggunakan pendekatan matematis. Hasil penelitian yang dimuat dalam jurnal
yang berjudul “Non-Mathematical
Problem Solving in Organic Chemistry”
menyebutkan bahwa 13 dari 15 siswa mampu mengidentifikasikan hal-hal yang lebih
bermanfaat dan lebih tepat digunakan pada perihal penyelesaian permasalahan.
d.
(Gayatri, et al., 2014) meneliti
tentang bagaimana mengoptimalkan aspek kognitif siswa melalaui praktiukum
berbasiskan pada problem solving
appoarch. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laboratory work dengan
problem solving approach untuk mengoptimalkan domain kognitif siswa yang
dikembangkan dalam penelitian ini dapat dikategorikan layak dan dapat digunakan
dalam pembelajaran fisika.
e.
(Malik, et al., 2015) meneliti
tentang bagaimana meningkatkan keterampilan proses sains mahasiswa melalui
pelaksanaan praktikum desain problem
solving laboratory. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Adam Malik dkk
membuktikan bahwa desain praktikum problem
solving laboratory bisa diterapkan sebagai salah satu bentuk atau upaya
untuk meningkatkan kemampuan proses sains mahasiswa.
8. Referensi
[1] Adeyemo, S., 2010. Students' ability and their competence in problem
solving task in physics. International Journal of Education Research and
Technology, I(2), pp. 35-47.
[2] Baharom,
S. et al., 2015. Assessment of psycomotor domain in a problem based concrete
laboratory. Journal of Engineering Science and Technology, I(1), pp.
1-10.
[3] Cartette,
D. P. & Bodner, G. M., 2010. Non-Mathematical Problem Solving in Organic
Chemistry. Journal of Research in Science Teaching, XXXXVII(6), pp.
643-660.
[4] Gayatri,
J., Ngazizah, N. & Ashari, 2014. Pengembangan Laboratory Work dengan
Problem Solving Approach untuk mengoptimalkan domain kognitif pada siswa kelas
XI IPA SMA Negeri 8 Purworejo tahun pelajaran 2013/2014. Radiasi, V(1),
pp. 29-35.
[5] Leite, L.,
2005. Evaluating Students' Learning from Laboratory Investigation. New
South Wales, International Study Association on Teachers and Teaching.
[6] Malik, A.,
Handayani, W. & Nuraini, R., 2015. Model Praktikum Problem Solving
Laboratory untuk meningkatkan keterampilan Proses Sains Mahasiswa. Bandung,
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains.
[7] Mataka, L.
M. et al., 2014. The effect of using an explicit general problem solving
teaching approach on elementary pre-service teachers ability to solve heat
transfer problem. International Journal of Education in Mathematics,
Science and Technology, II(3), pp. 164-174.
[8] Orla, C.
K. & Ordilla, F. E., 2007. Providing solution through problem-based
learning for the undrgraduate 1st year chemistry laboratory. Chemistry
Education Research and Practice, VIII(3), pp. 347-361.
[9] Seyhan, H.
G., 2015. The effect of problem solving application on the development of
science procces skill logical thinking skills and perception on problem
solving ability in the science laboratory. Asia-Pacific Forum on Science
Learning and Teaching, XVI(2), pp. 8-30.
No comments:
Post a Comment