Tuesday 12 April 2016

Puasa dan permasalahannya

                                                                     Puasa
                                                 Oleh : Rizki Zakwandi dkk

Puasa adalah terjemahan dari Ash-Shiyam. Menurut istilah bahasa berarti menahan diri dari sesuatu dalam pengertian tidak terbatas. Arti ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Maryam ayat 26:
إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمنِ صَوْمًا.
Artinya:“sesungguhnya aku bernazar shaum ( bernazar menahan diri dan berbicara ).”

“Saumu” (puasa), menurut bahasa Arab adalah “menahan dari segala sesuatu”, seperti makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya. Menurut istilah agama Islam yaitu “menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat.”
Menahan diri dari berbicara dahulu disyariatkan dalam agama Bani Israil. Menurut Syara’ (istilah agama Islam) arti puasa adalah sebagaimana tersebut dalam kitab Subulus Salam. Yaitu :

اَلْإِمْسَاكُ عَنِ اْلأَكْلِ وَالشُّرْبِ وَالْجِمَاعِ وَغَيْرِهَا مِمَّا وَرَدَ بِهِ٬ فيِ النَّهَارِ عَلَي الْوَجْهِ الْمَشْرُوْعِ٬ وَيَتْبَعُ ذلِكَ الْإِمْسَاكُ عَنِ الَّلغْوِ وَالرَّفَثِ وَغَيْرِهَا مِنَ الْكَلَامِ الْمُحَرَّمِ وَالْمَكْرُوْهِ فِي وَقْتٍ مَخْصُوْصٍ٬ بِشَرَا ئِطَ مَخْصُوْصَةٍ

“Menahan diri dari makan, minum, jima’ (hubungan seksual) dan lain-lain yang diperintahkan sepanjang hari menurut cara yang disyariatkan, dan disertai pula menahan diri dari perkataan sia-sia, perkataan yang diharamkan pada waktu-waktu tertentu dan menurut syarat-syarat yang ditetapkan.”

Rukun-Rukun Puasa
Berdasarkan kesepakatan para ulama, rukun puasa adalah menahan diri dari berbagai pembatalan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:




Artinya:”…dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam…”
(QS. Al-Baqarah: 187)

Adapun rukun-rukun puasa, yaitu sebagai berikut:
Niat
Berdasarkan firman Allah:

Artinya:”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus”
Juga sabda Rosululloh Saw yang artinya:”Sesungguhnya amal perbuatan itu disertai niat dan setiap orang mendapat ganjaran atas amalnya sesuai dengan niatnya.”
Dan niat tersebut harus dilakukan sebelum terbit fajar di setiap malam Ramadhan.Hal ini berdasarkan hadits Hafshah r.a, dia berkata, Rasulullah saw.bersabda:


Artinya:”Barangsiapa yang tidak berniat puasa sebelum terbit fajar, maka tidak ada puasa baginya”.
Menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa, sejak fajar hingga terbenam matahari
Allah Ta’ala berfirman dalam QS. Al-Baqarah: 187:



Artinya:”…dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam…” (QS. Al-Baqarah: 187)
C. Syarat Puasa
1. Syarat-syarat wajib berpuasa
a. Islam
b. Baligh dan berakal ; anak-anak belumlah diwajibkan berpuasa ; tetapi apabila kuat mengerjakannya, boleh diajak berpuasa sebagai latihan.
c. Suci dari haid dan nifas (ini tertentu bagi wanita)
d. Kuasa (ada kekuatan). Kuasa disini artinya, tidak sakit dan bukan yang sudah tua.Orang sakit dan orang tua, mereka ini boleh tidak berpuasa, tetapi wajib membayar fidyah.
2. Syarat-syarat sahnya puasa
a. Islam.
b. Tamyiz
c. Suci dari haid dan nifas. Wanita yang sedang haid dan nifas tidak sah jika mereka berpuasa, tetapi wajib qadha pada waktu lain, sebanyak bilangan hari yang ia tinggalkan
d. Tidak di dalam hari-hari yang dilarang untuk berpuasa, yaitu di luar bulan Ramadhan; seperti puasa pada Hari Raya Idul Fitri (1Syawal), Idul Adha (10 Dzulhijjah), tiga hari Tasrik yakni 11,12,13 Dzulhijjah, hari Syak yakni hari 30 Sya’ban yang tidak trlihat bulan (hilal) pada malam nya.
D. Hal-hal yang Membatalkan Puasa
Ada enam hal yang dapat membatalkan puasa, diantaranya sebagai berikut:
1. Makan dan minum dengan sengaja
Jika seseorang makan atau minum dalam keadaan lupa, maka dia tidak wajib mengqadha' dan membayar kafarat, berdasarkan riwayat dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Nabi saw bersabda:
فانّما أطعمه الله وسقا ه,فليتمّ صومه,من نسي وهو صا ئم فأكل أو شرب
Artinya:”Barangsiapa yang lupa bahwasanya dia sedang berpuasa, lalu dia makan atau minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah telah memberi makan dan minum kepadanya”.
2. Muntah dengan sengaja
Sedangkan kalau tidak sengaja, maka tidak wajib atasnya mengqadha' puasa dan membayar kafarat. Diriwayatkan dari Abu Hu-rairah, bahwasanya Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam bersabda:

Artinya:”Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja, maka dia tidak wajib mengqadha' puasa, sedangkan barangsiapa yang sengaja muntah, maka wajib baginya mengqadha’.”
3. Disuntik dengan benda cair
Menurut ulama mazhab secara sepakat disuntik dengan benda cair dapat membatalkan puasa. Bagi yang disuntik, wajib mengqadha’. Namun menurut pendapat Imamiyah menambah dengan membayar kifarah, kalau yang tidak disuntik tidak betul-betul dalam keadaan kritis.
4. Haid dan nifas
Walaupun hal ini terjadi pada detik terakhir dari siang (menjelang buka puasa), berdasarkan kesepakatan (ijma') para ulama.
5. Bersetubuh
Sepasang suami isteri bersetubuh pada siang hari pada saat puasa akan batal puasanya dan wajib mengqadha’ dan membayar fidiyah. Allah menghalalkan suami istri bersetubuh pada malam hari, firman Allah SWT. surat al-Baqarah ayat 187 yang berbunyi:

Artinya :“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu”. (QS. Al-Baqarah:187)
6. Mengeluarkan mani dengan sengaja
Mengeluarkan mani dengan sengaja dapat membatalkan puasa. Bahkan menurut Imam Hambali, keluar madzi pun dapat membatalkan puasa.
E. Permasalahan dalam kehidupan
Puasa Hari Lahir
Permasalahn puasa yang dianjurkan selama ini dalam memperingati hari lahir sering mengalami pro dan kontra. Sebagian ulama berpendapat bahwa hukum berpuasa pada hari lahir adalah sunnah, akan tetapi sebagian lagi berpendapat bahwa puasa tersebut hukumnya hanya sebatas mubah. Kedua pendapat tersebut meupakan ijma’ ulama yang didasarkan pada hadits nabi yang berbunyi:
“dan seseorang bertanya kepada Rasulullah tentang puasa puasa hari senin. Rasulullah SAW menjawab : itu adalah hari kelahiranku dan hari diturunkannya wahyu.(H.R Muslim)
Dalam hadits tersebut terdapat kata-kata “hari lahir” yang dipahami sebagian ulama sebagai acuan dalam menetapkan hukum puasa hari lahir adalah sunnah, karena dilakukan oleh nabi saw. Akan tetapi ulama lainnya memandang dari konteks yang berbeda, karena asbabun wurud dari hadits tersebut berbicara tentang puasa hari senin, bukan puasa hari lahir sehingga mereka menetapkan puasa hari lahir adalah mubah. Selain itu, ada beberapa alasan yang mendukung hal ini diantaranya:
Tidak ada istilah puasa wedal(sunda)/weton(jawa) pada zaman nabi saw.
Tidak didapati dalam sejarah ada keluarga atau sahabat nabi yang melaksanakan puasa tersebut.
Mengenai hal tersebut maka juga tidak dilarang bagi orang yang mengerjakan puasa pada hari kelahirannya sebagai wujud dari rasa syukur atas nikmat kesempatan hidup yang diberikan Allah swt.Intinya bahwa setiap amal amal yang dilakukan karena Allah swt adalah ibadah dan berpahala, tergantung niat dari pelakunya.
Menggunakan Obat Penghalang Haid bagi Perempuan.
Perkembangan dan kemajuan zaman terutama dibidang rekayasa teknologi telah menghasilkan begitu banyak produk yang berintegrasi dengan manusia itu sendiri. Perkembangan dunia medis misalnya, memungkinkan seseorang untuk merencanakan hal natural yang terjadi dengan dirinya, misalnya kehamilan, menstruasi dan masih banyak  lagi. Berkaitan dengan menstruasi yang merupakan suatu fitrah perempuan dan tidak akan terelakkan bagi perempuan normal, dan hal itupun sebenarnya sudah ditolerir oleh Allah swt dalam masalah peribadatan. Akan tetapi saat ini telah ditemukan obat yang mampu menunda fase menstruasi perempuan sehingga ia bisa melaksanakan ibadah haji dan puasa penuh bulan ramadhan tanpa harus ada mengqodho. Formula ini sebenarnya diperuntukkan untuk jamaah haji perempuan yang masih subur agar dapat melaksanakan ibadah haji secara penuh, akan tetapi seiring berjalannya waktu, maka pil ini mulai dikonsumsi oleh perempuan biasa yang ingin puasa penuh dibulan ramadhan.
Islam sebagai agama yang kaffah tentunya sudah memprediksi hal ini akan terjadi dikemudian hari. Maka nabi pun pernah bersabda bahwa “laa dhororo wa laa dhiroor” yang artinya “tidak ada bahaya dalam syariat ini dan tidak boleh mendatangkan bahaya tanpa alasan yang benar.”
Karena perkara obat haid adalah perkara baru makanya penyandaran masalah puasa dengan menggunakan obad haid hanya berupa ijma’ ulama. Ulama yang membahas tentang perkara ini adalah Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin RA yang berijtihad bahwa sebaiknya perempuan tidak melakukan hal tersebut karena pada hakekatnya puasa dan haid sudah ada kadarnya dari Allah swt yang merencanakan segala sesuatu secara sempurna dan apabila kita hendak merubah takdir tersebut dengan demi keuntungan kita sendiri maka itu suatu perbuatan tercela. (sumber : Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab no.7416)
Dengan penjelasan singkat tersebut maka kami memandang bahwa penggunaan obat penunda haid saat berpuasa adalah makruh dan bahkan lebih dekat dengan haram. Alasan tersebut dikarenakan bahwa saat penggunaan obat haid pada bulan ramadhan dengan maksud agar tidak mengqhodo puasa tidak mengandung unsur kebaikan dan bahkan yang ada hanya unsur mudharatnya.
Penggunaan Ventolin bagi Penderita Asma Saat Puasa
Asma merupakan penyakit pernafasan yang disebabkan penyempitan saluran nafas (bronkhus) yang tingkatannya bervariasi dari waktu ke waktu. Penyakit ini timbul didasarkan atas reaksi  peradangan saluran nafas terhadap zat-zat perangsang yang berhubungan dengan penderita. Penderita asma biasa menggunakan ventolin berupa sprayer yang disemprotkan ke dalam mulut ketika asma kambuh. Ventolin ini terdiri dari tiga unsur yaitu: (1) bahan kimia, (2) H20 dan (3) O2. Penggunaan ventolin adalah dengan cara menekan sprayer kemudian gas ventolin masuk melalui mulut ke faring, lalu ke dalam trakea, hingga bronkhus, tetapi ada sebagian kecil yang tetap di faring dan ada pula yang masuk kerongkongan sehingga bisa masuk terus ke dalam perut.
Mengenai penggunaan ventolin, para ulama berselisih pendapat.
Pendapat pertama: Tidak membatalkan puasa. Inilah pendapat Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, Syaikh ‘Abdullah bin Jibrin dan Al Lajnah Ad Daimah.
Alasan mereka:
1. Obat sprayer asma ini masuk ke dalam kerongkongan. Dan sangat sedikit sekali yang masuk ke perut (lambung). Seperti itu tidaklah membatalkan seperti halnya berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq (memasukkan air dalam hidung) kecuali jika engkau berpuasa.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah, hasan shahih)
2. Mengenai masuknya obat sprayer ini ke perut bukanlah suatu yang pasti (yakin), cuma keraguan saja (syak), yaitu bisa jadi masuk, bisa jadi tidak. Sehingga asalnya puasa orang yang menggunakan sprayer ini sah atau tidak batal. Karena berlaku kaedah,  “Keyakinan tidak dapat dihilangkan dengan sekedar keraguan.”
3. Menggunakan obat sprayer asma semacam ini tidaklah semisal dengan makan dan minum.
4. Para pakar kesehatan menyebutkan bahwa siwak itu mengandung 8 unsur kimia yang bisa merawat gigi dan gusi dari penyakit. Zat siwak tersebut nantinya larut dengan air liur dan masuk ke  faring. Padahal menggunakan siwak ini dianjurkan pula ketika sebagaimana ada riwayat secara mu’allaq (tanpa sanad) dari ‘Amir bin Robi’ah, ia berkata,  “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersiwak saat puasa dan jumlahnya tak terhitung.” Jika unsur-unsur dalam siwak saja dimaafkan masuk ke dalam perut karena jumlahnya sedikit dan bukan maksud untuk makan/minum, maka demikian halnya dengan obat semprot asma dimaafkan pula.
Pendapat kedua: Penggunaan obat spray asma atau ventolin membatalkan puasa dan tidak boleh digunakan saat Ramadhan kecuali dalam keadaan hajat, saat sakit dan jika digunakan puasanya harus diqodho’. Inilah pendapat Dr. Fadl Hasan ‘Abbas, Dr. Muhammad Alfi, Syaikh Muhammad Taqiyuddin Al ‘Utsmani dan Dr. Wahbah Az Zuhailiy.
Pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini adalah tidak batalnya puasa bagi orang yang menggunakan obat sprayer asma. Alasannya adalah qiyas pada kumur-kumur dan siwak. Dan qiyas tersebut adalah qiyas yang shahih.Wallahu a’lam.
 [Penjelasan Syaikhuna Dr. Ahmad bin Muhammad Al Kholil, Asisten Profesor di jurusan Fikih Jami’ah Al Qoshim dalam tulisan “Mufthirootu Ash Shiyam Al Mu’ashiroh”]

Hukum Berpuasa Pada Hari Jum’at dan Hari Sabtu
Melaksanakan puasa pada hari Jum’at dan Sabtu bila tidak digandeng dengan hari sebelumnya atau sesudahnya hukumnya makruh. Dalam sebuah hadis Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Janganlah salah satu dari kalian puasa di hari Jum’at kecuali bila berpuasa sebelum atau sesudahnya” (H.R. Bukhari Muslim). Dalam hadis Abu Hurairah yang lain, Rasulullah bersabda, “Jangan kalian mengkhususkan malam Jum’at dengan shalat yang lain dari malam lainnya. Dan jangan kalian khususkan hari Jum’at dengan puasa yang lain dari lainnya, hari kecuali puasa yang telah biasa dilakukan”. (H.R. Muslim).
Bahkan ada riwayat dari Ummul Mu’minin Juwairiyah, “Rasulullah masuk kepadanya ketika sedang puasa pada hari Jum’at, lalu Rasulullah bertanya, “Apakah engkau puasa kemarin?”. Ummul Mu’minin menjawab, “Tidak”. Lalu Rasulullah bertanya kembali, “Apakah besok engkau ingin berpuasa kembali?”. “Tidak”, jawabnya. Lalu Rasulullah bersabda, “Berbukalah!” (H.R. Bukhari). Dan masih banyak hadis-hadis sahih yang menunjukkan bahwa puasa hari Jum’at hukumnya makruh kecuali disambung dengan hari sebelumnya atau sesudahnya.
Akan tetapi, Imam Malik dan Imam Abu Hanifah menyatakan boleh saja berpuasa pada hari Jum’at. Alasannya, hari Jum’at mempunyai banyak keutamaan dan puasa pada hari itu dapat menambah keutamaan seseorang yang menjalankan ibadah. Namun ada juga yang berpendapat bahwa puasa pada hari jum’at dilarang adalah karena hari jumat merupakan hari raya mingguan bagi umat islam.
Tentang puasa pada hari Sabtu, terdapat hadis Shamma’. Rasulullah bersabda, “Janganlah berpuasa pada hari Sabtu kecuali bila itu wajib. Apabila kalian tidak menemukan makanan kecuali sebutir biji-bijian atau seutas akar, maka makanlah ia” (H.R. Abu Dawud, al-Tirmizi, al-Nasa’i, Ibnu Majah dan lainnya. Al-Tirmizi mengatakan bahwa hadis tersebut mempunyai sanad bagus). Namun ada riwayat Ummu Salamah yang menyatakan, “Hari di mana Rasulullah banyak menjalankan puasa adalah hari Sabtu dan Ahad (Minggu). Rasulullah bersabda bahwa keduanya merupakan hari raya orang musyrik, maka aku ingin bersikap beda dari mereka” (H.R. al-Nasa’i dan al-Baihaqi).
Para ulama melihat bahwa menghususkan hari Sabtu dengan puasa tetap makruh. Adapun hadis yang menunjukkan Nabi berpuasa pada hari Sabtu adalah karena Rasulullah menyambungnya dengan hari Ahad dan Senin, sebagaimana diriwayatkan oleh ‘Aisyah (H.R. al-Tirmizi). Wallahu A’lam. Dari Muhammad bin ‘Abbaad bin Ja’far beliau mengatakan: “Aku pernah bertanya kepada Jabir bin ‘Abdillah: ‘Apakah Nabi shollallohu ‘alihi wa sallam melarang puasa di hari Jum’at?’ Dia menjawab: ‘Ya.’” (Hadits riwayat Al Bukhori dalam kitab Shoum no. 1984, Muslim dalam kitab Shiyam no. 1143)
Imam Muslim memberikan tambahan riwayat: “(ya) Demi Rabb ka’bah.”
Dari Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu beliau bekata: Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kalian berpuasa di hari Jum’at, kecuali sehari sebelum atau sesudahnya berpuasa.” (Hadits riwayat Al Bukhori dalam kitab Shoum no. 1985, Muslim dalam kitab Shiyaam no. 1144, Abu Dawud dalam kitab Shoum no. 2420, At Tirmidzi dalam kitab Shoum no. 743, Ibnu Maajah di kitab Shiyam no. 1723)
Dari uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Larangan mengerjakan puasa di hari Jum’at saja.
Hal itu boleh dilakukan apabila diiringi puasa sehari sebelum atau sesudahnya, atau karena bertepatan dengan puasa yang sudah biasa dikerjakan (misal Puasa Dawud, pent).
Larangan puasa di dalam hadits ini dibawa menuju hukum makruh li tanzih (bukan haram) karena Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallamTaisirul’Allaam pernah berpuasa pada hari itu dalam rangkaian puasa yang biasa beliau lakukan. Beliau memberikan keringanan bolehnya berpuasa pada hari itu apabila diiringi dengan puasa sehari sebelum atau sesudahnya, seandainya larangan ini dibawa ke hukum haram niscaya tidak boleh puasa di hari itu sebagimana haramnya berpuasa di hari raya Idul Fithri dan Idul Afha

Simpulan
Permasalahan mengenai puasa di masyarakat sangat banyak, biarlah itu menjadi sebuah ikhtilaf dari berbagai madzhab yang di pakai oleh setiap manusia, asalkan ikhtilaf itu tidak menajdikan perpecahan di antara umat islam.
Ibadah Puasa terutama bulan Ramadhan banyak sekali manfaat-manfaat dana amalan–amalan yang dapat kita kerjakan agar Puasa kita lebih bermanfaat dan mendapat Ridha-Nya.Dengan Ibadah Puasa juga dapat mencegah kita berbuat yang melanggar apa yang telah dilarang oleh Allah SWT, dan juga kita dapat lebih mendekatkandiri kita kepada Allah SWT.

No comments:

Post a Comment