KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Mahaesa karena dengan rahmat,
karunia, dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah “Hubungan Politik
dan Sipil”. Kami berterima kasih kepada Bapak H.Bukhori M M.Ag selaku Dosen
mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang telah memberikan tugas ini kepada
kami. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan mengenai hubungan militer dan sipil. Pembahasan
tentang apa itu militer, apa itu sipil, apa tugas militer, apa tugas sipil apa
peranannya di tengah tengah masyarakat, apa peranan sipil di tengah masyarakat
dan apa hubungan antara sipil dan militer dalam sistim pemerintahaan Negara
kita. Kami menyadari bahwa tugas makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk
itu, kami berharap adanya kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat di pahami dan berguna bagi si
apapun yang membacanya, dan bermanfaat bagi kami yang telah menyusun makalah ini
yang pada dasarnya menambah wawasan dan dapat mengkoreksi kesalahan kami.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesal ahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa yang akan datang.
Bandung,
September 2015
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Contents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada
hakikatnya, kita sebagai anggota masyarakat dalam hal ini masyarakat bernegara
harus saling mengetahui tugas dan peranan masing-masing kita dalam kehidupan
berwarga Negara ini. Disamping itu kita juga harus mengetahui tugas utama dari
lembaga lembaga Negara agar kita bisa menilai kinerja mereka secara bersama dan
juga kita tidak dipermainkan oleh lembaga Negara tersebut. Diantara lembaga
Negara tersebut ada yang mengurusi masalah tentang administrasi kewarganegaraan(Sipil)
dan juga keamanan( Militer). Namun hingga saat sekarang ini kebanyakan dari
kita belum mengetahui secara jelas apa tugas dari masing masing lembaga
tersebut dan komponen apa saja yang mereka lingkupi dalam pekerjaan mereka.
Kebenyakan dari lapisan masyarakat hanya mengetahui bahwa lembaga sipil adalah
yang menjadi lembaga sipil adalah pegawai pemerintahan saja dan yang menjadi
lemabaga pertahanan hanya TNI (Tentara Nasional Indonesia) dan polisi,apakah
hanya itu saja? Nah, dalam makalah ini kami akan mencoba menguraikan komponen
lembaga sipil dan juga militer, hubungan yang mungkin dan seharusnya terjadi
antara kedua lembaga Negara ini, serta tugas dari masing-masing lembaga Negara
tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini
adalah :
- Apa
pegertian pemerintahan sipil?
- Apa
pengertian pemerintahan Militer
- Bagaimana
bentuk pemerintahan sipil?
- Bagaimana
bentuk pemerintahan militer?
- Apa
apa saja karakteristik pemerintahan sipil?
- Apa
apa saja karakteristik pemerintahan militer?
- Bagaimana
hubungan antara pemerintahan sipil dengan militer?
C. Tujuan Makalah
- Mendapatkan
pengetahuan tentang pemerintahan sipil dan militer
- Dapat
menguraikan dan mengungkapkan pikiran
- Menambah
wawasan tentang pemerintahan sipil dan militer
- Memenuhi
tugas perkuliahan kewarganegaraan yang di berikan dosen
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pemerintahan Sipil
Pemerintahan sipil adalah pemerintahan di
mana gaya pengambilan keputusan diambil dengan gaya sipil.
Sebelum sebuah keputusan menjadi perintah, keputusan itu dibicarakan
terlebih dahulu, dirembukkan dan kalau perlu diputuskan lewat pemungutan
suara (referendum). Setelah itu pun sebuah keputusan harus menunggu
pengesahan terlebih dahulu dari lembaga negara yang berwenang lewat sebuah
sidang (A. Ubaedillah dkk,2008:
hal. 84.). Dapat disimpulkan bahwa pemerintahan sipil adalah
pemerintahan dengan gaya musyawarah sebagai mana yang dicontokan oleh
rasulullah SAW. Dinegara kita sendiri pemerintahan seperti ini sudah menjadi
ciri khas hingga saat ini terutama di lingkungan masyarakat pedesaan yang
selalu mengambil keputusan secara bermusyawarah.
Kelebihan sistim pemerintahan sipil
-
Anggota masyarakat
lebih dihargai
-
Suara rakyat
menentukan segalanya
-
Tidak adanya mosi
tidak percaya dari rakyat ke pemimpin
-
Tidak ada jurang
pemisah antara rakyat dengan pemerintahan
Kekurangan sistim pemerintahan sipil :
-
Keputusan biasanya
diambil lamban
-
Tidak bagus dalam
kondisi tertekan atau perang
2. Pemerintahan Militer
Mendengar
kata militerer seharusnya tidak asing lagi bagi kita. Militer sering di kaitkan
dengan kekuatan mutlak yang segalanya satu kata, satu perintah dan satu
keputusan. Militer oleh masyarakat banyak lebih dengan kekerasan dan kekejaman
dalam bertindak. Secara defenisi pemerintahan militer ialah pemerintahan yang lebih mengutamakan
kecepatan pengambilan keputusan, keputusan diambil oleh pucuk pimpinan tertinggi,
sedang yang lainnya mengikuti keputusan itu sebagai perintah yang wajib diikuti
-- konsekuensi rantai komando dalam militer. Sebuah undang-undang dalam sebuah
pemerintahan militer dibuat oleh pucuk pimpinan tertinggi, tanpa menyerahkan
rancangannya kepada parlemen (http://empiris-homepage.blogspot.com) accesed 17
september 2015
Masyarakat perkotaan Indonesia saat
ini lebih memilih menggunakan pemerintahan seperti ini, mereka hanya
menyerahkan pemerintahan kepada seseorang saja. RT/RW sebagai kelompok
masyarakat terendah masih menyerahkan segala urusan RT/RW mereka kepada seorang
ketua RT atau RW akibatnya rasa persatuan dan kesatuan tidak timbul dengan
baik. Selain itu dalam sistim pemerintahan militer hanya ada satu keputusan
mutlak yang dibuat oleh pucuk kepemimpinan dan hal itu tidak bisa di ganggu
gugat oleh anggota masyarakatnya.
Kelebihan sistim pemerintahan militer:
- Pengambilan keputusan bersifat cepat
- Keputusan bersifat final
- Semua anggota masyarakat tidak akan
merasa terasingkan
- Sangat baik dalam kondisi tertekan
atau dalam keadaan perang
Kekurangan sistim pemerintahan militer :
- Suara
rakyat kurang diperhatikan
- Keputusan
hanya berdasarkan pemikiran pucuk pemerintahan
3. Bentuk-bentuk pemerintahan dan karakteristiknya :
a) BENTUK PEMERINTAHAN MONARKI (KERAJAAN)
Leon Duguit dalam bukunya Traite de Droit Constitutional membedakan
pemerintahan dalam bentuk monarki dan republik. Perbedaan antara bentuk
pemerintahan “monarki” dan “republik” menurut Leon Duguit, adalah ada pada
kepala negaranya. Jika ditunjuk berdasarkan hak turun – temurun, maka kita
berhadapan dengan Monarki. Kalau kepala negaranya ditunjuk tidak berdasarkan
turun – temurun tetapi dipilih, maka kita berhadapan dengan Republik.
Dalam praktik – praktik ketatanegaraan, bentuk pemerintahan
monarki dan republik dapat dibedakan atas:
Monarki absolut
Monarki absolut adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara
yang dikepalai oleh seorang (raja, ratu,, syah, atau kaisar) yang kekuasaan dan
wewenangnya tidak terbatas. Perintah raja merupakan wewenang yang hrus dipatuhi
oleh rakyatnya. Pada diri raja terdapat kekuasaan eksekutif, yudikatif, dan
legislatif yang menyatu dalam ucapan dan perbuatannya. Contoh Perancis
semasa Louis XIVdengan semboyannya yang terkenal L’etat
C’est Moi (negara adalah saya).
Monarki konstitusional
Monarki konstitusional adalah bentuk pemerintahan dalam suatu
negara yang dikepalai oleh seorang raja yang kekuasaannya dibatasi undang –
undang dasar (konstitusi). Proses monarki kontitusional adalah sebagai
berikut:
- Ada kalanya proses monarki konstitusional itu datang dari raja itu sendiri karena takut dikudeta. Contohnya: negara Jepang dengan hak octroon.
- Ada kalanya proses monarki konstitusional itu terjadi karena adanya revolusi rakyat terhadap raja. Contohnya: inggris yang melahirkan Bill of Rights I tahun 1689, Yordania, Denmark, Aarab Saudi, Brunei Darussalam.
Monarki
parlementer Monarki parlementer adalah bentuk pemerintahan dalam suatu
negara yang dikepalai oleh seorang raja dengan menempatkan parlemen (DPR)
sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Dalam monarki parlementer, kekuasaan,
eksekutif dipegang oleh kabinet (perdanan menteri) dan bertanggung jawab kepada
parlemen. Fungsi raja hanya sebagain kepala negara (simbol kekeuasaan) yang
kedudukannya ridak dapat diganggu gugat. Bentuk monarki parlementer sampai
sekarang masih tetap dilaksanakan di negara Inggris, Belanda, dan Malaysia.
b) BENTUK PEMERINTAHAN REPUBLIK
Dalam pelaksaaan bentuk pemerintahan republik dapat dibedakan
menjadi republik absolut, republik kontitusional, dan republik
parlementer.
Republik absolut
Dalam sistem republik absolut, pemerintahan
bersifat diktator tanpa ada pembatasan kekuasaan. Penguasa mengakibatkan
konstitusi dan untuk melegitimasi kekuasaannya digunakanlah partai politik.
Dalam pemerintahan ini, parlemen memang ada, namun tidak berfungsi.
Republik konstitusional
Dalam sistem republik konstitusional, presiden memegang
kekuasaan kepala negara dan kepala pemerintahan. Namun, kekuasaan presiden
dibatasi oleh konstitusi. Di samping itu, pengawasan yang efektif dilakukan
oleh parlemen.
Republik parlementer
Dalam sistem republik palementer, presiden hanya berfungsi
sebagai kepala negara. Namun, presiden tidak dapat diganggu – gutat. Sedangkan
kepala pemerintah berada di tangan perdana menteri yang bertanggung jawab
kepada parlemen. Dalam sistem ini, kekuasaan legislatif lebih tinggi dari pada
kekuasaan eksekutif.
c) Bentuk-bentuk pemerintahan sipil
Secara teoritis,
pemerintahan sipil dapat dibagi menjadi tiga :
Pemerintahan sipil model ini adalah pemerintahan yang tidak memiliki perbedaan
yang jelas antara elit sipil dengan elit militer. Model ini merupakan gambaran pemerintahan
kerajaan di eropa pada abad 17 dan 18, dengan pendukung utamanya terdiri dari
golongan aristokrat eropa baik dari kalangan elit sipil maupun elit milliter.
Di dalam model ini masing-masing mereka memegang satu kekuasaan saja, mereka
membangun ikatan kekeluargaan dalam memepertahankan kekuasaan masing-masing.
Karena tidak adanya perbedaan prinsip inilah pada masa model pemerintahan
tradisional tidak ditemukan adanya konflik-konflik diantara keduanya.
Pemerintahan jenis ini
adalah pemerintahan yang mendasarkan pada pemisahan para elitnya menurut
keahlian dan tanggung jawab masing-masing sesuai dengan jabatannya dalam
pemerintahan. Posisi militer dalam pemerintahan ini adalah masih dibawah
kendali sipil. Dalam bidang keamanan, perwira hanya dapat menasehati pemerintah
serta hanya mampu melaksanakan apa yang diinstruksikan pihak sipil. Dalam model
ini kemungkinan militer dalam melakukan intervensi dan kegiatan politik
terhadap elit sipil akan tertutup.
Terdapat prinsip penting yang dipegang oleh
model liberal ini, dimana elit tidak melakukan intervensi terhadap
persoalan-persoalan profesionalisme militer. Misalnya melalui pengangkatan
perwira militer yang didasari oleh kesetiaan mereka di bidang politik domestik.
Jika prinsip ini dilaksanakan elit sipil dengan konsisiten, maka semakin
kecillah alasan militer untuk melakukan intervensi di bidang politik dan pemerintahan.
Model ini adalah suatu
pemerintahan sipil dengan karakteristik kebijakan sipil untuk mendapatkan
pengabdian dan loyalitasnya melalui penanaman ide dan penempatan para ahli
politik kedalam tubuh angkatan bersenjata. Sepanjang model ini berkuasa. Para
ahli politik ditempatkan di setiap unit dan peringkat hierarki militer. Mereka
bertanggung jawab kepada politisi yang lebih tinggi kepada pemimpin sipil,
bukan kepada perwira militer yang lebih tinggi pangkatnya. Jadi dapat dikatakan
pada model ini pemerintahan sipil yang berkuasa benar-benar telah mengambil
alih kekuasaan dan pemerintahan secara penuh bahkan sampai ke seluk-beluk
militer.
d) Bentuk-bentuk pemerintahan militer
Ciri khas dalam model
ini adalah adanya penggunaan hak veto terhadap keputusan dalam pemerintahan dan
politik, tanpa menguasai pemerintahan itu sendiri. Sekalipun kelompok
sipil yang memerintah, mereka masih bisa untuk tidak mengikuti sepenuhnya
supremasi pihak sipil. Kelompok pretorian masih bertidak sebagai kelompok yang
berpengaruh dan terlibat dalam politik.
Dalam praktiknya, apabila ada ketidak sepakatan dengan kebijakan sipil, pretorian mediator ini dapat melakukan kudeta terhadap pemerintahan sipil ddan menggantikannya dengan sekelompok elit sipil yang dapat dikuasai dan diterima oleh militer. Perilaku politik dalam metode ini hanya sebatas mempertahankan status-quo, menjaga keseimbangan atau ketidak seimbangan kekuasan di antara fraksi-fraksi atau kelompok politik yang bersaing. Serta melarang setiap percobaan penting dalam hal pengalihan hasil ekonomi, dan menjaga stabilitas politik dan pemerintahan.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa kelompok militer ini merupakan kekuatan politik konservatif yang lebih menyukai untuk mengalihkan perubahan daripada pelaksanaanya yang dapat diperoleh dengan pemerintahan. Alasan-alasan inilah yang melatari mengapa kelompok ini tidak meguasai puncak pemerintahan.
2.Pengawal Pretorian
Dalam praktiknya, apabila ada ketidak sepakatan dengan kebijakan sipil, pretorian mediator ini dapat melakukan kudeta terhadap pemerintahan sipil ddan menggantikannya dengan sekelompok elit sipil yang dapat dikuasai dan diterima oleh militer. Perilaku politik dalam metode ini hanya sebatas mempertahankan status-quo, menjaga keseimbangan atau ketidak seimbangan kekuasan di antara fraksi-fraksi atau kelompok politik yang bersaing. Serta melarang setiap percobaan penting dalam hal pengalihan hasil ekonomi, dan menjaga stabilitas politik dan pemerintahan.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa kelompok militer ini merupakan kekuatan politik konservatif yang lebih menyukai untuk mengalihkan perubahan daripada pelaksanaanya yang dapat diperoleh dengan pemerintahan. Alasan-alasan inilah yang melatari mengapa kelompok ini tidak meguasai puncak pemerintahan.
2.Pengawal Pretorian
Pemerintahan model ini
merupakan lanjutan dari moderator pretorian. Jika yang pertama bersifat
konservatif, kelompok ini lebih bersifat reaksioner terhadap kebijakan sipil
ketika menjalankan pemerintahannya. Setelah para moderator berhasil
menggulingkan kekuasaan pemerintah, akhirnya mereka mengubah diri sebagai
pengawal pretorian sebelum akhirnya berkuasa penuh atas pemerintahan.
Setelah penggulingan elit sipil, umumnya kelompok ini akan memegang tampuk pemerintahan untuk periode singkat antara dua sampai empat tahun. Seperti halnya kelompok pertama, para pengawal pretorian tidak stuju terhadap perubahan politik serta akan berusaha untuk mempertahankan poltik yang lama. Perbedaan mencolok kelompok ini ialah keyakinan mereka akan agenda pemerintahan yang mereka canangkan hanya mereka sendirilah yang dapat melaksanakannya. Keyakinan ini muncul dari asumsi mereka tentang tidak adanya elit di luar mereka yang mampu mempertahanan status-quo politik dan ekonomi. Atau tanpa tindakan kudeta, kekuasaan akan berpindah ke tangan elit politik yang memiliki tujan dan agenda politik yang berbeda. Langkah selanjutnya setelah kudeta adalah tindakan pemecatan ahlimpolitik sipil yang diduga melakukan kecurangan dalam penyusunan kembali struktur pemerintahan dan administrasi serta pembagian kekuasaan dan fungsi ekonomi di kalangan kelompok sipil. Sisi lain dari kelompok ini ialah sikap yang tidak terlalu otoriter, karena kebebasan politik, kebebasan pers dan berserikat adalah dibenarkan. Sebagai kelompok reaksioner mereka berusaha melakukan perubahan-perubahan, prinsip-prinsip dasar dalam politik, ekonomi dan kehidupan sosial. Namun seluruh agenda perubahan yang mereka lakukan tetap dalam koridor membatasi kegiatan dan hak sipil. Bagi mereka perubahan mendasar dalam hal-hal tersebut tidaklah dibutuhkan, karenanya kelompok ini tidak menganggap penting untuk membentuk sebuah rezim yang dapat menguasai orang banyak.
Setelah penggulingan elit sipil, umumnya kelompok ini akan memegang tampuk pemerintahan untuk periode singkat antara dua sampai empat tahun. Seperti halnya kelompok pertama, para pengawal pretorian tidak stuju terhadap perubahan politik serta akan berusaha untuk mempertahankan poltik yang lama. Perbedaan mencolok kelompok ini ialah keyakinan mereka akan agenda pemerintahan yang mereka canangkan hanya mereka sendirilah yang dapat melaksanakannya. Keyakinan ini muncul dari asumsi mereka tentang tidak adanya elit di luar mereka yang mampu mempertahanan status-quo politik dan ekonomi. Atau tanpa tindakan kudeta, kekuasaan akan berpindah ke tangan elit politik yang memiliki tujan dan agenda politik yang berbeda. Langkah selanjutnya setelah kudeta adalah tindakan pemecatan ahlimpolitik sipil yang diduga melakukan kecurangan dalam penyusunan kembali struktur pemerintahan dan administrasi serta pembagian kekuasaan dan fungsi ekonomi di kalangan kelompok sipil. Sisi lain dari kelompok ini ialah sikap yang tidak terlalu otoriter, karena kebebasan politik, kebebasan pers dan berserikat adalah dibenarkan. Sebagai kelompok reaksioner mereka berusaha melakukan perubahan-perubahan, prinsip-prinsip dasar dalam politik, ekonomi dan kehidupan sosial. Namun seluruh agenda perubahan yang mereka lakukan tetap dalam koridor membatasi kegiatan dan hak sipil. Bagi mereka perubahan mendasar dalam hal-hal tersebut tidaklah dibutuhkan, karenanya kelompok ini tidak menganggap penting untuk membentuk sebuah rezim yang dapat menguasai orang banyak.
Pemerintahan model ini
memiliki karakteristik yang berbeda dengan model yang dua sebelumnya. Yang
membedakan model ini dengan model yang lain ialah luasnya wilayah kekuasaan
serta tingginya cita-cita politik dan ekonomi yang mereka agendakan. Model yang
ketiga ini tidak hanya menguasai pemerintahan namun juga mendominasi rezim yang
berkuasa, bahkan kadang kala mencoba menguasai sebagian ekonomi-politik dan
sosial melalui mobilisasi. Kelompok ini sering disebut sebagai kelompok moderis
radikal atau kelompok revolusioner dengan visi menata kembali negara dari segi
moral, institusi dan materi lainnya. Dengan agenda yang menyeluruh dan mendalam
dari kelompok ini, pastinya akan membutuhkan waktu yang lama. Maka mendominasi
rezim dan pemerintahan yang cukup lama adalah diperlukan. Jika kelompok
pengawal pretorian berkuasa dalam tempo sementara dan berjanji akan
mengmbalikan kekuasaan ke tangan sipil dalam waktu singkat, sebaliknya penguasa
pretorian tidak demikian. Umumnya mereka mengatakan bahwa rezim sipil akan
dipulihkan kembali.
a) Karakteristik
masyarakat sipil dan militer
Dari penjelasan di
atas kita bisa melihat perbedaan yang mencolok antara orientasi dan cara
pengambilan keputusan yang dilakukan pemerintahan sipil dan pemerintahan
militer. Mekipun demikian antara sipil dan militer juga menempati posisi yang
sama yaitu sebagai anggota di tengah tengah masyarakat. Masyarakat sipil
biasanya hidup dengan penuh musyawarah sedangkan masyarakat militer lebih
cendrung kepada perintah atau hasil musyawarah tersebut tanpa mau tau bagaimana
peritah tersebut di dapat.
4. Hubungan Sipil dan Militer
Hubungan
antara pemerintahan sipil dan militer di Indonesia suda terjadi sejak awal
kemerdekaan dengan kata lain kita tidak bisa mengatakan bahwasanya pemerintahan
di Indonesia hanya berbentuk pemerintahan sipil saja tanpa campur tangan
militer. Untuk melihat perkembangannya di Indonesia, ada beberapa perkembangan
hubungan antara pemerintahan sipil militer di Indonesia yang kami kelompokkan
berdasarkan masa kepemimpinan presiden di Indonesia
Pada era sukarno
Sejak
awal kemerdekaan Indonesia, militer Indonesia tidak pernah jauh dari politik.
Pada masa itu terjadi kompetisi politik antara Militer dan Partai Komunis
Indonesia yang kadang kala bersifat keras, Komunis yang dalam hal ini sejak
kemerdekaan ada dalam naungan Demokrasi Terpimpin ala Presiden Soekarno
bersaing ketat dengan golongan elit militer. Dan puncaknya adalah terjadinya
pemberontakan G30S/PKI.Sampai munculnya Supersemar pada tanggal 11 Maret 1966,
Soekarno dengan ikhlas memberi Jenderal Soeharto wewenang yang diperlukan untuk
memulihkan keamanan. Soekarno yang pada saat itu dianggap sebagai presiden
seumur hidup kini nyaris hanya merupakan lambang, sampai secara resmi
digantikan oleh Jenderal Soeharto pada tanggal 27 Maret 1968.
Pada era Suharto
Soeharto
telah menyertakan militer dalam politik sembari memberi fungsi politik pada
militer.Sejak tahun 1959, menurut suatu penelitian, perwira-perwira angkatan
darat secara kasar telah memegang seperempat dari semua portofolio kabinet
maupun berbagai posisi penting pada departemen pemerintahan sipil. Pada tahun
1972, 22 dari 26 Gubernur adalah bekas perwira militer, demikian juga 67% dari
bupati dan camat, dan 40% dari kepala desa.
Pada era habibi
Menurut
Riswandha Imawan, periode awal dari gerakan 1998 adalah periode suram yang akan
dicatat oleh sejarah karena secara amat menyakitkan ABRI telah dihujat oleh
rakyatnya sendiri.[] Gerakan reformasi 1998 menghadapkan Habibie pada tuntutan
agar ABRI melepaskan diri dari dunia politik, atau back to basic, agar tercipta
sebuah organisasi militer yang professional. Proses reformasi di tubuh militer
Indonesia diawali dengan dilangsungkannya Seminar di Sekolah Staf dan Komando
TNI (Sesko TNI) dengan tema “Peranan ABRI Abad XXI” pada 22-24 September 1998
di Bandung. Seminar tersebut menghasilkan dokumen berjudul “ABRI Abad XXI :
Redefinisi, Reposisi, dan Reaktualisasi Peran ABRI dalam Kehidupan Bangsa” yang
menjadi pegangan untuk melakukan reformasi di tubuh militer dan Polri. Pada
kesempatan Ulang Tahun ABRI, 5 Oktober 1998, diperkenalkanlah Paradigma Baru
TNI. Satu tahun kemudian, Paradigma Baru TNI mulai diimplementasikan melalui
pemisahan TNI dan Polri seraya mengembalikan sebutan ABRI ke TNI pada April
1999; Pengurangan kursi Fraksi ABRI dari 75 menjadi 38; Pemutusan hubungan
dengan Golkar; dan Penghapusan konsep Dwi Fungsi ABRI. Namun demikian, pada
masa pemerintahan Habibie militer masih menunjukkan peranan yang signifikan
dalam kancah politik nasional.
Pada era Abdurrahman wahid
Hubungan
sipil-militer era Abdurrahman Wahid ditandai oleh upaya Wahid untuk melanjutkan
proses depolitisasi militer dengan pendekatan legalistik-formal-institusional.
Sayangnya, tindakan Wahid untuk menciptakan supremasi sipil yang utuh ini tidak
dibarengi dengan konsep yang jelas dan terkesan sebagai tindakan yang tidak
terukur. ada lima kebijakan yang diambil oleh Wahid untuk menciptakan supremasi
sipil, yaitu:
1.
Mengurangi jumlah perwira yang duduk di
jabatan publik baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
2.
Memisahkan secara tegas Poli dari struktur
militer sehingga Kapolri langsung berada di bawah komando Presiden
3.
Determinasi pemerintah untuk menegakkan
supremasi hukum dengan mengaktifkan KPP HAM.
4.
Penyelesaian masalah Gerakan Separatis di
Aceh yang lebih mengutamakan pendekatan dialogis daripada pendekatan koersif
dengan kekuatan militer.
5. Pergantian
Menko Polsoskam dari Jendral (Purn) Yudhoyono kepada Jendral (Purn) Agum
Gumelar karena Yudhoyono ditengarai membahayakan pemerintahan Wahid sebagai
simbolisasi supremasi sipil.
Era Megawati sukarno putri militer
Megawati
berusaha untuk menciptakan harmonisme hubungan antara institusi sipil dengan
militer. Megawati merangkul militer dengan menunjuk beberapa perwira senior
untuk menduduki jabatan menteri di kabinet gotong royong seperti Susilo Bambang
Yudhyono yang menjadi Menko Polsoskam dan Hari Sabarno yang menjadi Mendagri.
Selain itu, Megawati juga menaikkan anggaran belanja untuk bidang pertahanan
dan keamanan. masa kepemimpinan Megawati menorehkan tinta emas dalam penataan
hubungan sipil-militer di Indonesia. Keputusan Panglima TNI Endriartono Sutarto
di tahun 2002 bahwa TNI tidak akan duduk di MPR mulai tahun 2004, lima tahun
lebih cepat dari rencana semula, yaitu tahun 2009 menjadi catatan yang sangat
positif. Di samping itu, pada tahun 2004 DPR-RI berhasil menuntaskan dan
mengesahkan UU No. 34 tahun 2004 mengenai TNI. UU TNI ini menjadi landasan
hukum yang kuat bagi pemisahan TNI dari panggung politik nasional.
Era susilo bambang yudhoyono
Pada
periode pertama kepemimpinan Yudhoyono, kita bisa melihat bagaimana tegaknya
konsep supremasi sipil terhadap militer. TNI menghargai dan melaksanakan
kebijakan yang dikeluarkan oleh Yudhoyono tanpa ada resistensi seperti di era
Abdurrahman Wahid. Padahal, beberapa kebijakan yang dikeluarkan oleh Yudhoyono
cenderung sensitif. Hal itu setidaknya ditunjukkan oleh tiga momen penting di
masa kepemipinan presiden yang dipilih langsung oleh rakyat ini, yakni proses
pergantian pimpinan di jajaran Mabes TNI dan TNI AD, proses perundingan damai dengan
Gerakan Aceh Merdeka (GAM), dan penolakan terhadap permintaan untuk memberikan
hak pilih bagi tentara
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam
melaksanakan pemerintahan, sejarah memperkenalkan kepada kita semua bahwasanya
system pemerintahan dibagi menjadi dua macam yaitu pemerintahan sipil dan juga
pemerintahan militer. Pengelompokan kedua jenis tersebut adalah berdasarkan
karakteristik dan cara dalam pengambilan keputusan.
Pemerintahan
sipil memerintah dengan gaya sipil dan bersifat lebih ramah, sehingga dalam
pengambilan keputusan sekecil apapun akan melakukan musyawarah terlebih dahulu.
Mereka lebih mengutamakan kebersamaan dan sangat menjunjung tinggi suara
rakyatnya. Sedangkan pemerintahan militer juga memerintah dengan gaya militer.
Pemerintahan yang keras dan mengutamakan keefisienan adalah ciri khas dari
pemerintahan militer. Dalam pengambilan keputusanpun demikian, mereka hanya menyerahkan
tugas pengambilan keputusan kepada pucuk tertinggi dalam pemerintahan tanpa mau
ambil bagian dalam perumusan kebijakan tersebut.
Hubungan
sipil dan militer sendiri sangatlah jelas keberadaannya di Indonesia, mulai
dari awal kemerdekaan hingga sekarang andil yang di lakukan oleh militer dalam
roda pemerintahan masih bisa dikatakan cukup besar. Sejarah memperlihatkan
kepada kita, begitu banyak petinggi-petinggi negara yang berasal dari golongan
militer. Meskipun demikian keadaan belum sepenuhnya terkendali di Indonesia,
masih banyaknya kudeta yang terjadi di hamparan nusantara yang diabkibatkan
oleh kurang harmonisnya hubungan antara pemerintahan sipil dan militer meski
telah sama sama menduduki roda pemerintahan. Saat ini segala hal sudah berubah
jauh. Suara masyarakat telah kembali dikumandangkan. Pemerintahan militer telah
kembali ke ranahnya begitupun sipil telah kembali ke ranahnya pula. Kita lihat
apa yang akan terjadi di Indonesia di masa yang mendatang
Saran
Pergulatan
yang terjadi di roda pemerintahan Indonesia telah berdampak kepada asing masing
lakonnya yakni sipil dan militer. Munculnya supremasi di kedua belah pihak
diharapkan mampu mengatasi ketegangan antara kedua belah pihak dan membawa
Indonesia kearah positif sehingga terciptalah hubungan sipil dan militer yang
harmonis di Indonesia.
Daftar Pustaka
Salahuddin,anas dan
Hidayat,Heri.2010.Pendidikan
Kewargangaraan.Bandung : Gunung Djati Press
Budiyanto.Pendidikan Kewarganegaraan.Jakarta:Erlangga
A.Ubaedillah dkk.2008. Pendidikan
Kewargaan.Jakarta : Kencana Prenada Media Grup
Wirahadikusumah,
Agus, E-book Mencari Format Baru Hubungan -Militer
Morris Janowitz.1985.Hubungan Sipil Militer.Jakarta : Bina
Aksara
Sahid, Asep Gatara dan Sofian,
Subhan.2012.Pendidikan Kewarganegaraan.
Bandung : Fokus Media