Hakikat Iman dan Buah dari Iman
Oleh: Rizki Zakwandi, dkk
Iman pada dasarnya merupakan suatu akar yang menjadi pembeda antara seorang hamba dengan hamba lainnya. Pembahasan mengenai kemimanan dan apa hakikat dari iman sudah sering dilakukan oleh ulama-ulama sebelumnya. Sebagai review, tulisan ini mencoba menyikap tentang keimanan dan hakikan keimanan dari berbagai sumber dan sudut pandang.
Secara etimologis iman diartikan sebagai percaya (KBBI). Dalam buku Harun Nasution (1973 : 76) yang dimaksud dengan percaya yang dikaitkan dengan iman adalah percaya dengan sepenuh kepercayaan dan tidak bisa dipisahkan dari mengenal atau mengetahui Allah swt (Ma’rifatullah), akan tetapi bukan ma’rifatullah dalam kajian tasauf. Sederhananya jika seseorang mempercayai sesuatu maka dia mengetahui dan mengenalnya secara utuh. Sebagaimana yang dikatakan oleh nabi dalam haditsnya yang diriwayatkan imam Bukhori bahwa kadar dan tingkat keimanan seseorang kepada Allah tergantung sejauh mana kadar pengetahuan dan pengenalan orang tersebut kepada Allah swt. Perlu digaris bawahi bahwasamya mengenal dan mengetahui Allah berbeda dengan mengenal makhluk-Nya. Mengenal dan mengetahui Allah adalah dengan mengenal sifat-sifat-Nya, perintah-Nya dan larangan-Nya yang dapat diperoleh dengan cara men-tadabburi dan men-tafakuri ayat-ayat-Nya, baik ayat kauniyat/tersirat di alam raya maupun ayat qur'aniyat/tersurat dan tertulis dalam Qur'an. Akan tetapi juga belum bisa dipastikan apabila seseorang mengetahui secara otomatis mempercayai dan mengimani Allah swt.
Secara etimologis iman diartikan sebagai percaya (KBBI). Dalam buku Harun Nasution (1973 : 76) yang dimaksud dengan percaya yang dikaitkan dengan iman adalah percaya dengan sepenuh kepercayaan dan tidak bisa dipisahkan dari mengenal atau mengetahui Allah swt (Ma’rifatullah), akan tetapi bukan ma’rifatullah dalam kajian tasauf. Sederhananya jika seseorang mempercayai sesuatu maka dia mengetahui dan mengenalnya secara utuh. Sebagaimana yang dikatakan oleh nabi dalam haditsnya yang diriwayatkan imam Bukhori bahwa kadar dan tingkat keimanan seseorang kepada Allah tergantung sejauh mana kadar pengetahuan dan pengenalan orang tersebut kepada Allah swt. Perlu digaris bawahi bahwasamya mengenal dan mengetahui Allah berbeda dengan mengenal makhluk-Nya. Mengenal dan mengetahui Allah adalah dengan mengenal sifat-sifat-Nya, perintah-Nya dan larangan-Nya yang dapat diperoleh dengan cara men-tadabburi dan men-tafakuri ayat-ayat-Nya, baik ayat kauniyat/tersirat di alam raya maupun ayat qur'aniyat/tersurat dan tertulis dalam Qur'an. Akan tetapi juga belum bisa dipastikan apabila seseorang mengetahui secara otomatis mempercayai dan mengimani Allah swt.
Secara
terminologis iman didefenisikan sebagai pembenaran dengan hati, pengakuan
dengan lisan dan diaplikasikan melalui perbuatan atau amal. Iman sendiri
memiliki 3 sifat diantaranya :
1.
Abstrak
Abstrak
artinya umum dan tersembunyi. Iman dikategorikan sebagai sesuatu yang abstrak
artinya seorang manusia tidak dapat mengukur berapa kadar keimanan orang lain.
Disamping itu iman juga dikatakan abstrak karena iman bersemayam didalam hati
seseorang.(Amirudin,Aam. 2006 :143)
2.
Iman
Bersifat Fluktuatif
Keimanan
seseorang tidak bersifat konstan akan tetapi fluktuatif atau selalu berubah.
Perubahan kadar keimanan seseorang biasanya dipengaruhi oleh keadaan baik
situasi maupu kondisi yang dialami orang tersebut. Iman bisa bertambah karna
melaksanakan ketaatan kepada Allah dan iman juga bisa turun akibat dari
perilaku yang mengarah pada kemaksiatan. (Fathul Majid : 333 dalam artikel
Erlan Naofal tahun 2016)
3.
Iman
Memiliki Tingkatan
Iman
yang dimiliki oleh seseorang tidak akan sama dengan iman yang dimiliki oleh
orang lain. Dalam bahasa yang singkat tingkat iman seseorang berbeda beda. (Erlan
Naofal : 2016)
Albahro
(2009) menggambarkan iman seperti ahlnya sebuah pohon. Sebuah pohon pada
mulanya berasal dari sebuah benih, dari benih kemudian tumbuh menjadi sebuah
tunas dari tunas kemudian berkembang menjadi akar, dari akar tumbuh dan
berkembang menjadi batang, dahan, ranting,
daun hingga pada setiap musim pohon tersebut menghasilkan buah-buah. Dari buah-buah ini akan melahirkan benihbenih baru sebagai sumber kehidupan selanjutnya. Sebuah pohon sangat tergantung pada akarnya, semakin baik akar pohon tersebut, maka semakin baik pula
buah yang dihasilkannya. Akar yang baik adalah akar yang menghunjam ke bumi, tidak mudah goyah oleh tiupan angin. Tidak akan lahir batang, dahan yang kokoh dan buah yang lebat jika tidak ditopang oleh akar yang baik. Sedangkan akar yang baik pada dasarnya lahir dari benih yang baik. Sebaliknya pohon yang buruk adalah cerminan dari akar yang
buruk pula. Demikian halnya dengan iman seperti gambaran akar pohon di atas. Iman ini berasal dari sebuah benih. Dari “benih” keimanan yang dipelihara dan dijaga dengan baik akan tumbuh dan berkembang menjadi iman yang hakiki, layaknya sebuah akar yang baik. Iman yang hakiki ini akan menjadi dasar dari amaliyah seseorang. Oleh karena itu, tidak akan mungkin lahir amal yang baik (amal sholeh) tanpa didasari oleh iman. Sebuah amal tergantung pada imannya. Iman yang kokoh akan melahirkan amalan yang kokoh dan baik pula. Sebagai seorang muslim kita dapat mengukur sampai sejauh mana tingkat keimanan kita, apakah sudah seperti syajaroh toyyibah, pohon yang akarnya menghujam ke bumi dan menghasilkan buah yang bermanfaat setiap saat, ataukah sebaliknya kemianan kita masih seperti syajaroh khobisah, pohon yang buruk yang keberadaannya selalu
merugikan orang lain. Jika tingkat keimanan kita sudah seperti syajaroh toyyibah, maka amal soleh yang telah dan sedang kita lakukan tidak ada kepentingan duniawi sedikitpun, hanyalah demi menggapai keridhaan Allah semata. Tetapi sebaliknya manusia yang tingkat keimanannya seperti syajaroh khobisah, pohon yang buruk yang keberadaannya selalu merugikan orang lain, maka gambaran amal ibadah yang dilakukannya sangatlah buruk. Semua amal yang dilakukan hanyalah untuk kepentingan duniawi semata. Sebahagian rizqi yang di keluarkannya dalam beramal selalu mengharapkan balas jasa, berupa dukungan suara untuk memilih dirinya. Setiap rupiah yang dia keluarkan dalam beramal selalu ingin di beritakan, selalu ingin disebutkan oleh orang lain, agar dirinya terkenal sebagai seorang yang dermawan.
Dari iman sebagai asas amal ini maka lahirlah cabang (dahan) keimanan. Yang dimaksud “batang” keimanan adalah Islam. Iman ini yang menjadi dasar penopang dari bangunan keislaman tersebut (iman bunyanul Islam). Dan dari iman bunyanul Islam ini pada akhirya akan menghasilkan “buah-buahan” yang baik. Dengan kata lain, iman yang tumbuh dan dibangun mulai dari benih, kemudian dipupuk dan dipelihara dengan baik akan berkembang menjadi tunas akar cabang hingga menghasilkan buah keimanan (iman natijatul isalam/yakni iman sebagai buah keislaman). Dari analogi pohion tersebut dapat dijelaskan bahwa hirarki iman terdiri dari (mulai) iman sebagai benih hiangga iman sebagai buah (natijah). Dibawah ini akan dijelaskan hirarki iman tersebut:
daun hingga pada setiap musim pohon tersebut menghasilkan buah-buah. Dari buah-buah ini akan melahirkan benihbenih baru sebagai sumber kehidupan selanjutnya. Sebuah pohon sangat tergantung pada akarnya, semakin baik akar pohon tersebut, maka semakin baik pula
buah yang dihasilkannya. Akar yang baik adalah akar yang menghunjam ke bumi, tidak mudah goyah oleh tiupan angin. Tidak akan lahir batang, dahan yang kokoh dan buah yang lebat jika tidak ditopang oleh akar yang baik. Sedangkan akar yang baik pada dasarnya lahir dari benih yang baik. Sebaliknya pohon yang buruk adalah cerminan dari akar yang
buruk pula. Demikian halnya dengan iman seperti gambaran akar pohon di atas. Iman ini berasal dari sebuah benih. Dari “benih” keimanan yang dipelihara dan dijaga dengan baik akan tumbuh dan berkembang menjadi iman yang hakiki, layaknya sebuah akar yang baik. Iman yang hakiki ini akan menjadi dasar dari amaliyah seseorang. Oleh karena itu, tidak akan mungkin lahir amal yang baik (amal sholeh) tanpa didasari oleh iman. Sebuah amal tergantung pada imannya. Iman yang kokoh akan melahirkan amalan yang kokoh dan baik pula. Sebagai seorang muslim kita dapat mengukur sampai sejauh mana tingkat keimanan kita, apakah sudah seperti syajaroh toyyibah, pohon yang akarnya menghujam ke bumi dan menghasilkan buah yang bermanfaat setiap saat, ataukah sebaliknya kemianan kita masih seperti syajaroh khobisah, pohon yang buruk yang keberadaannya selalu
merugikan orang lain. Jika tingkat keimanan kita sudah seperti syajaroh toyyibah, maka amal soleh yang telah dan sedang kita lakukan tidak ada kepentingan duniawi sedikitpun, hanyalah demi menggapai keridhaan Allah semata. Tetapi sebaliknya manusia yang tingkat keimanannya seperti syajaroh khobisah, pohon yang buruk yang keberadaannya selalu merugikan orang lain, maka gambaran amal ibadah yang dilakukannya sangatlah buruk. Semua amal yang dilakukan hanyalah untuk kepentingan duniawi semata. Sebahagian rizqi yang di keluarkannya dalam beramal selalu mengharapkan balas jasa, berupa dukungan suara untuk memilih dirinya. Setiap rupiah yang dia keluarkan dalam beramal selalu ingin di beritakan, selalu ingin disebutkan oleh orang lain, agar dirinya terkenal sebagai seorang yang dermawan.
Dari iman sebagai asas amal ini maka lahirlah cabang (dahan) keimanan. Yang dimaksud “batang” keimanan adalah Islam. Iman ini yang menjadi dasar penopang dari bangunan keislaman tersebut (iman bunyanul Islam). Dan dari iman bunyanul Islam ini pada akhirya akan menghasilkan “buah-buahan” yang baik. Dengan kata lain, iman yang tumbuh dan dibangun mulai dari benih, kemudian dipupuk dan dipelihara dengan baik akan berkembang menjadi tunas akar cabang hingga menghasilkan buah keimanan (iman natijatul isalam/yakni iman sebagai buah keislaman). Dari analogi pohion tersebut dapat dijelaskan bahwa hirarki iman terdiri dari (mulai) iman sebagai benih hiangga iman sebagai buah (natijah). Dibawah ini akan dijelaskan hirarki iman tersebut:
1. Iman Nurul fitroh,
yakni iman sebagai potensi dasar atau benih. "Benih" keimanan ini
berupa fitrah yang dimiliki oleh setiap manusia. Setiap manusia memiliki
potensi/ benih iman (fitrah) dalam dirinya, yang dengan fitrah ini ia selalu
cenderung kepada Islam (dinul Qoyyim). Benih keimanan (fitrah) ini bisa tumbuh
dan berkembang atau sebaliknya mengalami "kematian" (tetutup),
tergantung perawatan dan pemeliharaannya. Seperti halnya benih pohon di atas,
fitrah ini jika dipupuk dan dipelihara dengan baik akan tumbuh-berkembang
menjadi tunas dan akar berupa Iman yang hakiki. Adapun cara memelihara dan
"memupuk" fitrah adalah dengan melakukan aktivitas qiro'ah sampai
menemukan Al-Qur‟an dalam arti/ wujud Risalah. Pertemuan antara fitrah sebagai
benih keimanan yang ada dalam diri manusia dengan Al-Qur‟an yang bersumber dari
cahaya Allah inilah yang disebut dengan hidayah (atau iman yang hakiki).
2. Iman Asasul Amal, yakni iman sebagai landasan dari suatu amal.
Iman asasul amal akan lahir dari fitrah yang terpelihara dan terjaga.
Dari fitrah ini kemudian berkembang menjadi sebuah keimanan. Seperti akar pada sebuah pohon, di mana akar lahir dari benih yang; dipupuk dengan baik. Keimanan ini tumbuh dari pertemuan antara fitrah dan dinul qoyyim (Islam). Iman ini yang akan melandasi dan menjadi dasar dari setiap amal. Orang yang memelihara
fitrahnya dengan Al-Quran (Risalah) secara baik, maka akan lahir dalam dirinya suatu keimanan terhadap kebenaran (Dinul Islam) tersebut, dan keimanan ini yang menjadi dasar dari segala amaliyahnya.
Sedangkan perwujudan dari keimanan tersebut dinyatakan dalam iqror syahadah. Iqror syahadah adalah wujud pernyataan keimanan seseorang. Iman ini yang akan menentukan diterima tidaknya suatu amal. Suatu amal mesti lahir dari tuntutan iman tersebut agar ia dapat bernilai dan diterima di sisi Alloh SWT.
Dari fitrah ini kemudian berkembang menjadi sebuah keimanan. Seperti akar pada sebuah pohon, di mana akar lahir dari benih yang; dipupuk dengan baik. Keimanan ini tumbuh dari pertemuan antara fitrah dan dinul qoyyim (Islam). Iman ini yang akan melandasi dan menjadi dasar dari setiap amal. Orang yang memelihara
fitrahnya dengan Al-Quran (Risalah) secara baik, maka akan lahir dalam dirinya suatu keimanan terhadap kebenaran (Dinul Islam) tersebut, dan keimanan ini yang menjadi dasar dari segala amaliyahnya.
Sedangkan perwujudan dari keimanan tersebut dinyatakan dalam iqror syahadah. Iqror syahadah adalah wujud pernyataan keimanan seseorang. Iman ini yang akan menentukan diterima tidaknya suatu amal. Suatu amal mesti lahir dari tuntutan iman tersebut agar ia dapat bernilai dan diterima di sisi Alloh SWT.
3. Iman Bunyanul Islam, yakni iman sebagai dasar
dari bangunan Islam. iman asasul amal akan lahir kesadaran untuk mengamalkan
Islam secara sempurna. Iman adalah dasar daripada Islam. Tidak akan lahir
praktek keislaman yang sempurna jika tidak dilandasai iman. Oleh karena itu
para ulama mendefinisikan iman dan Islam sebagai berikut : "iman adalah membenarkan
dangan hati dan Islam adalah mengerjakan kewajiban dan amalan-amalan dhohir".
"Iman adalah membenarkan dengan hati mengakui dengan lisan, dan Islam
adalah mengerjakan semua kewajiban yang diwajibkan”. Seorang yang marnpu
memelihara fitrahnya dengan baik, maka dalam dirinya akan tumbuh menjadi
keimanan yang hakiki, dari keimanan yang hakiki ini akan lahir tuntutan untuk beramal sesuai dengan apa yang diimaninya. Sedangkan wadah/tempat bagi suatu amal adalah dinul Islam. Sehingga tidak akan mungkin seorang dikatakan telah beramal dengan sempurna tanpa menjadi seorang muslim, tanpa melakukan iqror syahadah
(sebagai rukun Islam yang pertama), tanpa masuk kedalam Islam secara totalitas, tanpa menjalankan seluruh kewajiban yang telah di wajibkan atas dirinya sebagai seorang khalifatullah di muka bumi ini.
Islam adalah sesuatu yang terstruktur seperti sebuah bangunan, atau dengan kata lain Islam adalah bangunan yang terstruktur. Adapun perwujudan dari bangunan Islam adalah jarna'ah /kelompok /organisasi
/komunitas. Sedangkan Iman adalah sesuatu menjadi landasan dalam kehidupan berjama'ah tersebut. Seperti firman Allah dalam ayat-ayat berikut :
keimanan yang hakiki, dari keimanan yang hakiki ini akan lahir tuntutan untuk beramal sesuai dengan apa yang diimaninya. Sedangkan wadah/tempat bagi suatu amal adalah dinul Islam. Sehingga tidak akan mungkin seorang dikatakan telah beramal dengan sempurna tanpa menjadi seorang muslim, tanpa melakukan iqror syahadah
(sebagai rukun Islam yang pertama), tanpa masuk kedalam Islam secara totalitas, tanpa menjalankan seluruh kewajiban yang telah di wajibkan atas dirinya sebagai seorang khalifatullah di muka bumi ini.
Islam adalah sesuatu yang terstruktur seperti sebuah bangunan, atau dengan kata lain Islam adalah bangunan yang terstruktur. Adapun perwujudan dari bangunan Islam adalah jarna'ah /kelompok /organisasi
/komunitas. Sedangkan Iman adalah sesuatu menjadi landasan dalam kehidupan berjama'ah tersebut. Seperti firman Allah dalam ayat-ayat berikut :
4. Iman Natijatul Islam, yakni iman, sebagai buah
keislaman. Maksudnya iman yang tumbuh dan dibangun mulai dari benih (fitrah)
kemudian berkembang menjadi iman yang hakiki dan dari iman ini melandasi
seseorang untuk terikat kedalam bangunan Islam berupa jemaah/kelompok/organisasi/komunitas.
Seseorang yang hidup berjama'ah / berkelompok / berorganisasi dengan dasar
keimanan akan
melahirkan natijah-natijah (buah-buah) dari keimanannya tersebut. Jadi Iman natijatul Islam adalah proses kesempurnaan pembinanaan keimanan yang manifestasinya melahirkan buah-buah dalam bentuk taqwa, tawakkal, shobar, dan ikhlas:
melahirkan natijah-natijah (buah-buah) dari keimanannya tersebut. Jadi Iman natijatul Islam adalah proses kesempurnaan pembinanaan keimanan yang manifestasinya melahirkan buah-buah dalam bentuk taqwa, tawakkal, shobar, dan ikhlas:
1). Taqwa, (Qs.3:102, 2:179, 7:26,96, 8:29),
2). Tawakal (Qs. 10:84, 12:67, 14:12, 8:2, 3:159).
3). Shobar, (16:2, 31:17, 3:200, 2:177).
4). Ikhlas, (Qs. 4:146, 98:5, 39:2).
Hakikat iman kepada Allah SWT adalah satu hakikat besar yang
mencakupi seluruh bidang kehidupan manusia. Apabila iman bersemi di dalam hati
seseorang, maka iman itu akan terus menjelmakan kesannya dalam bentuk amal
perbuatan, kegiatan dan perjuangan yang mengharapkan Allah SWT atau redha Allah
SWT. Dia taat kerana Allah SWT. Dia tunduk dan patuh kepada titah perintah
Allah SWT samada kecil atau besar.
Iman kepada Allah merupakan
pokok dari seluruh iman yang tergabung dalam rukun iman. Karena iman kepada
Allah merupakan pokok dari keimanan yang lain, maka keimanan kepada Allah harus
tertanam dengan benar pada diri seseorang. Sebab jika iman kepada Allah tidak
tertanam dengan benar, maka ketidak benaran ini akan berlanjut kepada keimanan
yang lain, seperti iman kepada Malaikat, Kitab-kitab, Rasul-rasul, Hari kiamat
serta qadha dan qadarNya. Dan pada akhirnya akan merusak ibadah seseorang
secara keseluruhan. Dimasyarakat tidak jarang kita jumpai cara-cara beribadah
seseorang yang tidak sesuai dengan ajaran islam, padahal ia mengaku beragama
islam. Misalnya datang kemakam para wali atau kyai untuk meminta keselamatan,
keberuntungan dan sebagainya. Hal tersebut merupakan penyimpangan beribadah,
akibat dari cara-cara yang salah dalam beriman kepada Allah SWT.
Ditinjau dari segi yang umum dan yang khusus, ada dua cara beriman
kepada Allah, yaitu :
a.
Bersifat
ijmali
Cara beriman
kepada Allah yang bersifat ijmali maksudnya adalah,bahwa kita mempercayai
secara umum atau secara garis besar. Alquran telah memberikan pedoman kepada
kita dalam mengenal Allah.
b.
Bersifat
tafshili
Cara beriman
kepada Allah yang bersifat tafshili, maksudnya adalah mempercayai Allah secara
rinci. Kita wajib percaya dengan sepenuh hati bahwa Allah Swt memiliki
sifat-sifat yang berbeda dengan sifat-sifat makhlukNya. Merupakan anugrah Allah
atas diri kita bahwa Ia telah memperkenalkan diriNya melalui ayat-ayat alquran.
Ia memperkenalkan diri bahwa Ia memiliki sifat-sifat kesempurnaan yang luhur.
a.
Pengertian
sifat wajib bagi Allah
Sifat wajib
bagi Allah adalah sifat yang harus ada
pada Zat Allah sebagai kesempurnaan bagiNya. Allah adalah Khalik, Zat yang
memiliki sifat yang tidak sama dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh
makhluk-makhlukNya. Maka dengan demikian Zat Allah tidak bisa dibayangkan
bagaimana bentuk, rupa dan ciri-ciriNya, karena manusia dan apapun yang ada
tidak sama dengan Zat Allah. Begitu juga sifat-sifatNya tidak bisa sama dan
tidak bisa disamakan dengan makhlukNya.
b.
Dua puluh
sifat wajib bagi Allah
Menurut para ulama ,sifat-sifat wajib bagi Allah ada 20 sifat yaitu
dapat di kelompokkan menjadi 4 bagian:
a)
Sifat
Nafsiyah
Yaitu
sifat yang berhubungan dengan zat Allah .Sifat nafsiyah ada satu yaitu wujud.
(Abu Ahmadi hal 56-57)
b)
Sifat
Salbiyah
Salbiyah
maksudnya menanggalkan ,menolak ataupun meniadakan .Sifat salbiyah adalah sifat
yang meniadakan sifat sebaliknya atau menolak sifat-sifat yang tidak layak
bagi Allah SWT.Sifat salbiyah ada lima
yaitu :qidam,baqa,mukhalafatu lilhawadits,qiyamuhu binafsihi dan wahdaniyah
c)
Sifat
Ma’ani
Yaitu sifat yang abstrak yang wajib ada pada Allah .Sifat ini ada
tujuh yaitu :qudrat,iradat,ilmu,hayat,sama’,bashar,dan kalam
d)
Sifat
Ma’nawiyah
Yaitu kelaziman dari sifat ma’ani atau suatu perkara yang tetap
bagi zat Allah SWT bersifat dengan sifat ma’ani. (M.isa Salamat Op cit hal 110). Diantara sifat
ma;ani dengan sifat ma’nawiyah tidak terpisahkan,sebab setiap ada sifat ma’ani
ada sifat ma’nawiyah.Sifat ini ada tujuh yaitu qadiran,muridan,’aliman
,hayyan,sami’an,bashiran dan mutakalliman.
Adapun uraian dari dua
puluh sifat wajib bagi Allah tersebut adalah :
a)
Wujud
(وجؤد)
Wujud
artinya ada .Maksudnya bahwa adanya Allah bukan karena adanya yang menciptakan
tetapi ada dengan sendirinya. Jadi wujud Allah itu wajib.
b)
Qidam(
قدام)
Qidam
artinya dahulu.Maksudnya bahwa Allah itu dahulu dan tidak di dahului oleh
sesuatu. Jangkauan akal manusia terbatas .Manusia tidak dapat mengetahui dengan
pasti kapan alam semesta ini di ciptakan.Dari bahan apa dan bagaimana proses
penciptaannya.Yang pasti bahwa alam semesta ini ada yang menciptakan nya dan
yang menciptakannya itu sudah ada sebelum alam ini ada. Dia Allah Zat yang
tidak ada permulaannya. Jika Allah ada permulaannya berarti ada yang
menciptakan –Nya .Jika ada yang menciptakan nya berarti Allah itu
Hudust(baharu),sama dengan makhluk yang lain.
c)
Baqa’
( بقاء)
Baqa’
artinya kekal.Setiap makhluk berproses menuju kepada kehancuran atau
kebinasaan.Misalnya tumbuh-tumbuhan dari biji,tumbuh pohon kecil,kemidian
menjadi besar dan tua,akhirnya mati,lapuk dan hilang menyatu dengan
tanah.Begitu juga manusia dari janin dalam kandungan ,di lahirkan ,menjadi
bayi,anak-anak,remaja ,dewasa,tua dan pada waktunya akan meninggal.Hal demikian
menjadi sunatullah atau hukum alam. Jadi semua makhluk berubah-ubah,berproses
menuju kepada kehancuran.Sedangkan Allah sebagai pencipta makhluk bersifat
kekal. Tidak berubah-ubah.
d)
Mukhalafatu
lil hawadits (مخالفه للحوادث )
Mukhalafatu
lil hawadits artinya berbeda dengan
semua makhluk. Banyak sudah hasil karya yang telah di ciptakan oleh manusia
.Mulai dari barang-barang sederhana sampai kepada barang –barang yang rumit
atau canggih.Dari perkakas kerja yang sederhana sampai kepda robot yang dapat
di programkan dan dapat di perintah untuk mengerjakan sesuatu.Semua hasil karya
manusia tersebut tidak satupun yang sama dengan pembuatnya ,yakni manusia.
Dari
contoh di atas ,akal sehat kita tentu menyakini bahwa tidak mungkin Allah Yang Maha Pencipta sama dengan makhluk
ciptaan-Nya,baik zat ataupun sifat-sifat –Nya.
e)
Qiyamuhu
binafsihi ( قيامه بنفسه)
Qiyamuhu
binafsihi artinya berdiri sendiri.Maksudnya bahwa Allah tidak membutuhkan
bantuan apapun dari siapapun. Makhluk, Untuk melangsungkan hidupnya tergantung
kepada makhluk lain.Apalagi manusia, makhluk yang paling banyak
ketergantungannya agar dapat hidup layak sebagai manusia.
f)
Wahdaniyah
( وحدانيه)
Wahdaniyah
artinya Maha Esa. Di dunia ini tidak ada dua Allah ,sebab jika ada dua Allah
bisa di bayangkan apa yang akan trjadi jika salah satu dengan yang lainnya
berbeda pendapat.Misalnya Allah yang satu sudah menciptakan bahwa bumi ini
bulat tetapi yang lain menginginkan bahwa bumi ini segi empat.Tentu akan
terjadi malapetaka dahsyat di jagad raya ini.
g)
Qudrat(
قد ره)
Qudrat
artinya kuasa.Banyak sekali bukti tentang kekuasaan Allah antara lain adanya
jagad raya yang terdiri dari berjuta bintang dan planet yang selalu bergerak
teratur tanpa terjadi tabrakan. Adanya manusia yang sejak Adam hingga sekarang
sudah milyaran jumlahnya ,tetapi tidak ada dua orang manusia pun yang persis
sama.
h)
Iradat(
اراده)
Iradat
artinya berkehendak.Allah wajib bersifat iradat,bebas membentuk kehendak dan
kemauan-Nya tanpa ada apa dan siapapun yang dapat memerintah atau melarang
Nya.Segala sesuatu yang di ciptakan Allah adalah kehendak-Nya ,bukan karena
terpaksa atau tidak di sengaja.
i)
Ilmu
( علم)
Ilmu
artinya mengetahui.Orang yang membuat pasawat terbang tentu memiliki ilmu yang
tinggi tentang teknologi pesawat terbang.Orang tersebut tentu telah belejar
dal;am waktu yang lama untnk memiliki ilmu atau pengetahuan tersebut . Bagi
Allah untuk menciptakan sesuatu tidak perlu belajar, Ia sudah memiliki ilmu
yang maha lengkap.Ilmu Allah bersifat menyeluruh , maha luas dan mendalam.
Segala sesuatu baik yang tampak maupun yang tidak tampak taklepas dari
pengetahuan-Nya.
j)
Hayat
) حياه)
Hayat
artinya hidup. Hidup Allah tidak sama dengan hidup manusia atau
binatang.manusia dan binatang memerlukan jantung yang berdenyut, darah yang
mengalir ,tulang ,daging ,urat dan sebagainya untuk hidup.Allah hidup
sebagaiman Ia ada tanpa di dahului oleh tidak ada.Ia hidup tanpa berkesudahan.
k)
Sama’(
سمع)
Sama’
artinya mendengar.Allah wajib bersifat mendengar.Semua suara baik yang nyaring,samar,bahkan
yang tidak terdengar sama sekali oleh manusia pasti di dengar Allah.Allah
mendengar tidak memerlukan alat pendengar seperti manusia atau makhluk lainnya.
l)
Bashar
( بصر)
Bashar
artinya melihat. Allah melihat segala sesuatu baik yang terbesar ataupun yang
terkecil bahkan yang tersembunyi sekali pun. Penglihatan Allah tidak ada
batasnya. Teknologi manusia yang paling canggih pun tidak mungkin mengimbangi
penglihatan Allah.
m)
Kalam
( كلام)
Kalam
artinya berkata-kata atau berfirman. Bahasa merupakan alat perhubungan yang
amat penting bagi makhluk.manusia berkata-kata dengan sesamanya untuk
menyampaikan maksud atau perasaan tertentu.Semutpun dapat berkata –kata kepada
Nabi Sulaiman. Oleh karena itu Allah mutahil tidak dapat berkata-kata, tentu saja
cara Allah berekata-kata tidak sama dengan cara manusia berkata-kata.
n)
Qadiran
( قادرا)
Qadiran
artinya Allah zat yang maha kuasa atas segala sesuatu. Bahwa Allah berkuasa
trhadap siapapun dan apapun yang ada di jagad raya ini,semuanya ada dalam
kekuasaan Allah.
o)
Muridan
( مريدا)
Muridan
artinya Allah maha berkehendak atas segala sesuatu. Segala sesuatu itu bisa terjadi atau tidak terjadi semuanya
atas kehendak Allah.
p)
‘Aliman
( عالما)
‘Aliman
artinya Allah maha mengetahui. Bahwa Allah mengetahui segala sesuatu dan ilmu
Allah Maha luas. Bila dibandingkan dengan ilmu manusia maka tidak akan dapat
dibandingkan.
q)
Hayyan
( حيا)
Hayyan
artinya Allah Maha hidup di mana Allah itu Zat yang tidak pernah mati.Dialah
yang hidup kekal selama-lamanya.Semua yang ada di jagad raya akan mati kecuali
Allah yang Maha hidup.
r)
Sami’an
( سميعا)
Sami’an
artinya Allah Maha mendengar. Allah Maha mendengar apa yang di dengar oleh
makhluknya maupun yang tidak mampu di dengar oleh makhluknya , sebab
pendengaran Allah tidak ada batas.
s)
Bashiran
( بصيرا)
Bashiran
artinya Allah Maha melihat. Allah melihat yang tampak maupun yang tersembunyi,
baik yang lahir maupun yang bathin.
t)
Mutakalliman
( متكلما)
Mutakalliman artinya Allah Maha berbicara. Allah Maha
berbicara dengan semua jenis makhluki –Nya.perkataan Allah tidak terbatas pada
manusia tetapi pada semua makhluk.
Secara etimologis kata Malaikat (dalam bahasa Indonesia Malaikat)
adalah bentuk jamak dari malak, berasal dari masdhar al-khuluh yang
artinya ar-rissalah (misi atau pesan).
Yang membawa misi atau pesan tersebut disebut dengan ar-rasul (utusan). Dalam
beberapa ayat Al-Quran Malaikat juga disebut dengan rusul (utusan-utusan),
misalnya pada surat Hud ayat 69.
Artinya :
Dan Sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah
datang kepada lbrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan:
“Selamat.” Ibrahim menjawab: “Selamatlah,”
Para Malaikat diciptakan dari cahaya. Merupakan makhluk Allah yang selalu
taat dan tidak pernah maksiat. Malaikat adalah makhluk yang sangat besar,
Malaikat juga memiliki paras yang sangat indah. Setiap Malaikat berbeda-beda
bentuk kedudukan. Wujud dari Malaikat itu sendiri bukan sebagai pria atau
sebagai wanita. Para Malaikat pun tidak pernah makan dan minum, tidak merasakan
kelaparan dan kehausan seperti manusia. Dan Malaikat adalah mahkluk Allah yang
tidak pernah bosan ataupun lelah untuk berubadah dengan Allah sebagai tuhan
yang telah menciptakannya.
Jumlah Malaikat sesungguhnya sangatlah banyak, tidak bisa
diperkirakan. Setiap malaikat juag mempunyai perbedaan-perbedaan dan
tingkatan-tingkatan tertentu. Namun Malaikat yang dapat diketahui oleh manusia
hanya ada 10 Malaikat berserta tugas-tugasnya. Nama dan tugas Malaikat, ialah
sebagai berikut :
a.
Malaikat
Jibril yang bertugas menyampaikan wahyu
Allah kepada nabi dan rasul.
b.
Malaikat
Mikail yang bertugas memberi rizki / rejeki pada manusia. Dialah Malaikat yang
diserahi tugas mengatur hujan dan tumbuh-tumbuhan dimana semua rizki di dunia
ini berkaitan erat dengan keduanya.
b.
Malaikat
Israfil yang memiliki tanggung jawab meniup terompet sangkakala di waktu hari
kiamat. Tugas meniup sangkakala atas perintah Allah SWT dengan tiga kali tiupan.
Pertama adalah tiupan keterkejutan, tiupan kedua adalah tiupan kematian dan
tiupan ketiga adalah tiupan kebangkitan.
c.
Malaikat
Izrail yang bertanggungjawab mencabut nyawa.
d.
Malaikat
Munkar yang bertugas menanyakan dan melakukan pemeriksaan pada amal perbuatan
manusia di alam kubur.
e.
Malaikat
Nakir yang bertugas menanyakan dan melakukan pemeriksaan pada amal perbuatan
manusia di alam kubur bersama Malaikat Munkar.
f.
Malaikat
Raqib / Rokib yang memiliki tanggung jawab untuk mencatat segala amal baik
manusia ketika hidup.
g.
Malaikat
Atid / Atit yang memiliki tanggungjawab untuk mencatat segala perbuatan buruk /
jahat manusia ketika hidup.
h.
Malaikat
Malik yang memiliki tugas untuk menjaga pintu neraka.
i.
Malaikat
Ridwan yang berwenang untuk menjaga pintu sorga / surga.
Iman kepada malaikat mengandung empat unsur, yaitu :
a.
Mengimani
wujud mereka.
b.
Mengimani
mereka yang kita kenali nama-namanya, seperti Jibril, dan juga terhadap
nama-nama malaikat yang tidak kita kenal.
c.
Mengimani
sifat-sifat mereka yang kita kenali, seperti sifat bentuk Jibril, sebagaimana
yang pernah dilihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mempunyai 600 sayap
yang menutup ufuk.
b.
Mengimani
tugas-tugas yang diperintahkan Allah kepada mereka yang sudah kita ketahui,
seperti bacaan tasbih, dan menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala siang-malam
tanpa merasa lelah.
Kitab
yaitu kumpulan wahyu Allah yang disampaikan kepada para rasul untuk diajarkan
kepada manusia sebagai petunjuk dan pedoman hidup. Iman kepada kitab-kitab
Allah adalah mempercayai dan meyakini sepenuh hati bahwa Allah SWT telah
menurunkan kitab-kitab-Nya kepada para nabi atau rasul yang berisi wahyu Allah
untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia.
Ada 3 tingkatan dalam
beriman kepada kitab Allah, yaitu :
· Qotmil (membaca saja)
· Tartil (membaca dan memahami)
· Hafidz (membaca, memahami, mengamalkan dan menghafalkan.
Kita sebagai umat Islam belum cukup beriman kepada kitab-kitab
Allah swt saja, tetapi harus senantiasa membaca, mempelajari, memahami isi
kandungannya dan mengamalkannya dalm kehidupan sehari-hari. Allah SWT
menyatakan bahwa orang mukmin harus meyakini adanya kitab-kitab suci yang turun
sebelum Al Qur’an seperti disebutkan dalam firman Allah :
QS An Nisa Ayat 136
"Wahai orang-orang yang beriman! Tetaplah beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan kepada Kitab (al-Qur’an) yang diturunkan
kepada Rasul-Nya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab- Nya, rasul-rasul-Nya, dan
hari kemudian, maka sungguh, orang itu telah tersesat sangat jauh." (Q.S.
An-Nisa/4: 136) .
Kitab-kitab Allah berfungsi untuk menuntun manusia dalam meyakini
Allah SWT dan apa yang telah diturunkan kepada rasul-rasul-Nya sebagaimana
digambarkan dalam firman Allah SWT berikut.
1.
Kitab-Kitab
Allah
a.
Kitab
Taurat
Kitab
ini diturunkan kepada Nabi Musa as sebagai pedoman dan petunjuk bagi Bani
Israel. Sesuai firman Allah swt yang artinya: “Dan Kami berikan kepada Musa
kitab (Taurat) dan Kami jadikan kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israil
(dengan firman): "Janganlah kamu mengambil penolong selain Aku” (QS.
Al-Isra’ [17]: 2)
Adapun
isi kandungan kitab Taurat meliputi hal-hal berikut :
· Kewajiban meyakini keesaan Allah
· Larangan menyembah berhala
· Larangan menyebut nama Allah dengan sia-sia
· Supaya mensucikan hari sabtu (sabat)
· Menghormati kedua orang tua
· Larangan membunuh sesama manusia tanpa alasan yang benar
· Larangan berbuat zina
· Larangan mencuri
· Larangan menjadi saksi palsu
· Larangan mengambil hak orang lain
b.
Kitab
Zabur
Kitab
ini diturunkan kepada Nabi Daud as sebagai pedoman dan petunjuk bagi umatnya.
Firman Allah
QS
Al Isra Ayat 55
“Dan
Kami berikan Zabur kepada Daud”(QS. Al-Isra’ [17]: 55)
Kitab Zabur (Mazmur) berisi kumpulan nyanyian dan pujian kepada
Allah atas segala nikmat yang telah dikaruniakan-Nya. Selain itu berisi zikir,
doa, nasihat, dan kata-kata hikmah. Menurut orang-orang Yahudi dan Nasrani,
kitab Zabur sekarang ada pada Perjanjian Lama yang terdiri atas 150 pasal.
c.
Kitab
Injil
Kitab
ini diturunkan kepada Nabi Isa as sebagai petunjuk dan tuntunan bagi Bani
Israel. Firman Allah
QS al-Maidah 46
“Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi Nabi Bani Israil) dengan Isa
putera Maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya, Yaitu: Taurat. dan Kami telah
memberikan kepadanya kitab Injil sedang didalamnya (ada) petunjuk dan dan
cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, Yaitu kitab
Taurat. dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa.”
(QS. Al-Maidah [5]: 46
Kitab Injil memuat beberapa ajaran pokok, antara lain:
· Perintah agar kembali kepada tauhid yang murni
· Ajaran yang menyempurnakan kitab Taurat
· Ajaran agar hidup sederhana dan menjauhi sifat tamak (rakus)
· Pembenaran terhadap kitab-kitab yang datang sebelumnya
d.
Kitab
al-Qur’an
Kitab
suci al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad saw untuk dijadikan petunjuk dan
pedoman bagi seluruh umat manusia, bukan hanya untuk bangsa Arab. Sebagaimana
firman Allah
QS
Al Furqan Ayat 1
“Maha
suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar
Dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.” (QS. Al-Furqan [25]: 1)
Secara
keseluruhan, isi al-Qur’an meliputi hal-hal berikut:
· Pembahasan mengenai prinsip-prinsip akidah (keimanan)
· Pembahasan yang mengangkat prinsip-prinsip ibadah
· Pembahasan yang berkenaan dengan prinsip-prinsip syariat
Kedudukan-kedudukan
al-Qur’an antara lain:
· Sebagai wahyu Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw
· Sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw
· Sebagai pedoman hidup manusia agar tercapai kebahagiaan di dunia
dan akhirat
· Sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam
a. Untuk meningkatkan kualitas kehidupan pribadi
b. Untuk membangun kehidupan bermasyarakat
c. Untuk menjalin kerukunan dalam hidup berbangsa dan bernegara
a.
Meningkatkan
keimanan kepada Allah swt yang telah mengutus para rasul untuk menyampaikan
risalahnya.
b.
Hidup
manusia menjadi tertata karena adanya hukum yang bersumber pada kitab suci
c.
Termotivasi
untuk beribadah dan menjalankan kewajiban-kewajiban agama, seperti yang
tertuang dalam kitab suci
d.
Menumbuhkan
sikap optimis karena telah dikaruniai pedoman hidup dari Allah untuk meraih
kesuksesan baik di dunia maupun di akhirat
e.
Terjaga
ketakwaannya dengan selalu menjalankan perintah Allah dan menjauhi semua
larangan-Nya
a.
Ada
banyak cara untuk beriman terhadap kita-kitab suci Allah, diantaranya :
· Meyakini kebenaran yang
terkandung dalam kitab-kitab Allah
· Meyakini bahwa kitab-kitab
itu benar-benar wahyu Allah bukan karangan para nabi dan rasul
b.
Beriman
kepada al-Qur’an. Caranya adalah :
· Meyakini bahwa al-Qur’an
benar-benar wahyu Allah, bukan karangan Nabi Muhammad saw
· Meyakini bahwa isi al-Qur’an
dijamin kebenarannya, tanpa ada keraguan sedikit pun
· Mempelajari, memahami, dan
menghayati isi kandungan al-Qur’an
· Mengamalkan ajaran al-Qur’an
dalam kehidupan sehari-hari
Iman kepada
Rasul merupakan rukum iman yang ke 4. Nabi Muhammad SAW. merupakan nabi
sekaligus rasul yang terakhir. Rasul adalah manusia pilihan Allah yang diangkat
sebagai utusan dengan tujuan menyampaikan firman-firman-Nya kepada umat manusia
untuk dijadikan pedoman hidup. Sedangkan Nabi adalah Manusia pilihan yang
diberi wahyu oleh Allah Swt. untuk dirinya sendiri tapi tidak mempunyai
kewajiban untuk menyampaikan pada umatnya.
Iman
Kepada Rasul menurut Bahasa Arab merupakan Percaya. Secara istilah atau
luasnya, iman kepada rasul berarti meyakini dengan sepenuh hati bahwa Rasul itu benar-benar utusan Allah yang
ditugaskan untuk membimbing umatnya ke jalan yang benar agar selamat di dunia
dan akhirat. Dengan mengimani Rasul Allah SWT. adalah kewajiban semua umat
Islam karena merupakan rukun Iman yang ke 4. Hal ini diperkuat dalam dalil
Naqli pada Al-Quran. Dalil Naqli Iman Kepada Rasul
1.
Surah
Al-An'am Ayat 48
"Dan kami mengutus para rasul itu
melainkan untuk memberikan kabar gembira dan memberi peringatan.Barangsiapa
yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tidak ada kekawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”(QS. Al An’am 6 : 48).
2.
Surah
An-Nisaa Ayat 136
"Wahai orang-orang yang beriman!
Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan kepada Kitab
(al-Qur’an) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang diturunkan
sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab- Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sungguh, orang itu
telah tersesat sangat jauh." (Q.S. An-Nisa/4: 136) .
Ada banyak fungsi beriman kepada Rasul Allah, diantaranya yaitu :
· Bertambah iman kepada Allah SWT dengan mengetahui bahwa rasul
benar-benar manusia pilihan Allah
· Mau mengamalkan apa yang disampaikan para rasul
· Mempercayai tugas-tugas yang dibawanya untuk disampaikan kepada
umatnya
· Lebih mencintai dan menghormati rasul atas perjuangannya
· Memperoleh teladan yang baik untuk menjalani hidup
· Mendapat rahmat Allah
· Mengerti tatacara bertauhid, beriman / ber’aqidah dan beribadah
yang benar
· Tuntunan menuju jalan yang benar untuk keselamatdunia akhirat
· Sebagai perantara mengenal Allah dengan segala sifat sempurna-Nya
· Dapat membedakan antara yang benar (baik) dan yang salah (buruk)
a.
Jujur dalam segala perbuatan
b.
Berkata baik dan benar kepada siapa saja dan apabila
tidak bisa berkata baik, maka lebih baik diam.
c.
Melaksanakan amanah dari orang tua, amanah dari guru,
amanah dari orang lain, maupun amanah agama.
d.
Berusaha sekuat tenaga untuk berjuang, menegakkan
kebenaran dan berjuang untuk mencapai kesuksessan degan penuh kesadaran dan
semangat mencari Ridha Allah swt.
e.
Gemar menuntut ilmu pengetahuan agar hidupnya
berkualitas
f.
Gemar membaca shalawat atas Nabi Muhammad saw
g.
Tidak mengingkari janji
h.
Melaksanakan atau menaati risalah yang telah
disampaikan oleh para rasul.
Hari kiamat adalah Saat kerusakan makhluk. Kehancuran kiamat ini merupakan kehancuran seluruh makhluk,
kecuali tuhan tentunya karena Allah swt bukanlah makhluk tetpai kholik.
Meliputi makhluk dan penghuni dari alam syahadah dan alam ghaib. (M.Rofiq,1967:152).Keyakinan bahwa
kehidupan manusia dan alam semesta ini akan hancur dan ada akhirnya.Kemudian
akan beralih kealam yang abadi ( Saepul Anwar:pdf )
Beriman kepada hari akhir yaitu
Meyakini akan berakhirnya kehidupan dunia ini dan setelah itu akan memasuki
alam lain, dimulai dengan kematian dan kehidupan alam kubur untuk kemudian
terjadinya hari kiamat dan selanjutnya adalah kebangkitan (dari kubur),
dikumpulkan di padang mahsyar dan diputuskan ke surga atau neraka. Iman kepada
hari akhirat merupakan salah satu rukun Iman yang tidak sempurna keimanan
seseorang tanpanya, barangsiapa yang mengingkarinya maka dia telah kafir. Allah
berfirman:
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur
dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah
beriman kepada Allah dan hari kemudian.” (QS.Al-Baqarah:177).
Ketika Jibril datang kepada rasulullah dan
bertanya:
“ Beritahukan kepadaku tentang Iman? Beliau
menjawab: “ Kamu beriman kepada Allah, para malaikat Nya, kitabkitab- Nya, para
rasul-Nya, hari akhirat, dan kamu mengimani taqdir baik ataupun buruk.” (HR. Muslim).
Para Ulama telah membagi tanda-tanda
datangnya hari kiamat ini kepada dua macam:
1)
Tanda-tanda kecil, yaitu yang menunjukkan
dekatnya hari kiamat. Dan itu banyak sekali, sebagian besarnya telah terjadi.
Diantaranya: Diutusnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,
disia-siakannya amanah, dihiasnya masjid untuk menjadi kebanggaan, perlombaan
para penggembala dalam mendirikan bangunan, memerangi Yahudi dan membunuh mereka,
semakin pendeknya waktu, kurangnya amal, munculnya berbagai fitnah, banyaknya
pembunuhan, dan tersebarnya zina serta maksiat. Allah berfirman:
“ Telah
dekat (datangnya) hari kiamat dan telah terbelah bulan.” (QS.Al-Qamar:1)
2)
Tanda-tanda besar, yaitu yang terjadi menjelang
saat-saat terjadinya kiamat, dan mengingatkan mulai terjadinya. Dan ini
ada sepuluh tanda, dan belum satupun yang muncul. Kesepuluh tanda
itu adalah: munculnya Mahdi, keluarnya Dajjal, turunnya Isa alaihi
salam dari langit sebagai hakim yang adil lalu dia menghancurkan
salib, membunuh Dajjal dan babi, menghentikan jizyah dan menghukumi
dengan syariat Islam, munculnya Ya’juj dan ma’juj yang akan didoakan
oleh Isa dengan kehancuran maka merekapun mati, terjadi tiga gerhana,
satu di timur, satu di barat dan satu di jazirah Arab, asap yaitu:
keluarnya asap besar dari langit yang menyelimuti manusia dan menutupi
pandangan mereka, diangkatnya Al-Qur’an dari bumi ke langit, terbitnya
matahari dari barat, munculnya binatang aneh dan berkobarnya api besar
dari And yang menggiring manusia ke bumi Syam sebagai tanda besar
yang paling terakhir.
Imam Muslim meriwayatkan dari Hudzaifah bin
Usaid Al-Ghifari radhiallahu anhu, bahwasanya beliau berkata:
“Suatu ketika nabi datang dan kami sedang mudzakarah (saling mengingatkan ilmu), beliau
bertanya: “Apa yang sedang kalian
bicarakan?” Mereka menjawab:
“Kami sedang membicarakan hari kiamat.” Beliau
berkata: “Sesungguhnya kiamat itu tidak datang sebelum munculnya sepuluh
tanda.” Kemudian beliau menyebut:
Asap, Dajjal, binatang, terbitnya matahari dari
barat, turunnya Isa putra Maryam, Ya’juj, Tiga gerhana: satu terjadi di timur,
satu di barat dan satu di jazirah Arab, dan yang terakhir adalah keluarnya api
dari Yaman yang menggiring manusia menuju tempat berkumpul mereka. (HR.
Muslim).
Dalam
hadits lain beliau bersabda:
“Akan keluar di akhir umatku nanti Al-Mahdi
yang akan Allah turunkan untuknya hujan, hingga bumipun mengeluarkan
tumbuhannya, yang memberinya harta yang melimpah, binatang ternak berkembang
biak, umat ini menjadi banyak, dia akan hidup selama tujuh atau delapan tahun. (HR. Hakim).
Yang dimaksud dengan sa’ah (hari
kiamat) adalah hari keluarnya manusia dari kubur dengan perintah tuhan mereka
untuk dihisab, maka orang-orang yang baik akan mendapat kenikmatan, sedangkan
mereka yang jahat akan diadzab. Allah berfirman:
“(Yaitu)
pada hari mereka keluar dari kubur dengan cepat seakan-akan mereka pergi dengan
segera kepada berhala-berhala (sewaktu di dunia).” (Al-Ma’arij:43).
Beberapa
nama lain dari hari akhir yang disebutkan dalam aquran adalah :
a.
YaumQiyamah terdapat pada firman Allah:
“Aku
bersumpah dengan hari kiamat.” (QS.Al- Qiyamah:1)
b.
Al-Qori’ah dalam firman Allah:
“Hari kiamat, apakah hari kiamat
itu?” (QS.Al-
Qori’ah: 1-2).
c.
Yaumul Hisab dalam firman Allah:
“Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari
jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari
perhitungan.” (Shad:26).
d.
Yaumud Din terdapat dalam firman Allah:
“Dan
sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka. Mereka
masuk ke dalamnya pada hari pembalasan.” (QS.Al-Infithar:14- 15).
e.
Ath-Thammah ada dalam firman Allah:
“Maka
apabila malapetaka yang besar (hari kiamat) telah datang.” (QS.An-Naziat:34).
Menurut M.Rofiq (1967 : 152) kiamat ada dua macam :
1) Kiamat Sughro ( Kiamat kecil ) adalah saat kerusakan/kehancuran
bagi setiap makhluk. Contoh : Tsunami, banjur,Longosr, dan lain-lain
2) Kiamat kubro (Kiamat besar ) adalah saat kerusakan/kehancuran bagi
alam semesta.
Beriman kepada hari akhirat memiliki
dua cara; global dan terperinci. Adapun secara global yaitu: Kita mengimani
adanya satu hari dimana Allah mengumpulkan pada hari itu seluruh manusia, mulai
dari Adam sampai manusia paling terakhir, masing-masing mereka akan mendaapatkan
balasan amalannya, sebagian menjadi penghuni surga dan sebagian lagi masuk
neraka. Allah berfirman:
“Katakanlah: “ Sesungguhnya orang-orang yang
terdahulu dan orang-orang yang kemudian, benar-benar akan dikumpulkan di waktu
tertentu pada hari yang dikenal.” (QS.Al-Waqi’ah:49-50).
a) Alam
kubur
b) Ba’ats
c) Alam
Mahsyar
d) HIsab/ Mizan
e) Pembalasan
(Syurga / Neraka)
Sedangkan Iman secara terperinci adalah:
Mengimani secara mendetail setiap peristiwa sesudah kematian yang mencakup
hal-hal berikut ini:
1)
Fitnah kubur
Peristiwa pertama setelah kematian
yaitu datangnya dua malaikat yang akan menanyakan pertanyaan tentang siapa
tuhanmu, apa agamamu, siapa nabimu. Untuk menjawab semua pertanyaan itu maka
Rasulullah dalam hadits yang diriwayatkan oleh Nuttafaqun alaihi bersabda
:Tuhanku adalah Allah, Agamaku adalah islam dan nabiku adalah Muhammad SAW”
2)
Siksa kubur dan kenikmatannya
Kubur adalah persinggahan pertama
untuk menuju akhirat, siapa saja yang selamat padanya maka yang sesudahnya akan
lebih mudah. Azab kubur merupakan penghakiman pertama yang dialami oleh manusia
setelah ia wafat. Kenikmatan dan adzab kubur dirasakan oleh ruh dan jasad, dan
kadang-kadang hanya ruh yang merasakannya.
3)
Tiupan sangkakala Sangkakala
Sangkakala ditiup oleh malaikat yang
kita ketahui dengan nama alaikat Isrofil. Sangkakala ditiup dua kali, pada
tiupan pertama seluruh makhluk menjadi mati kecuali yang dikehendaki Allah
untuk tetap hidup, tiupan kedua seluruh makhluk sejak Allah menciptakan dunia
ini hingga terjadinya kiamat, bangkit dari kubur mereka
4)
Kebangkitan
Kebangkitan merupakan pertanda bahwa
perhitungan hari akhir telah dimulai. Seluruh makhuk yang diciptakan Allah dari
awal samapai akhir bertemu dan berkumpul untuk melihat catatan amal mereka dan
bersiap untuk menerima vonis atas perbuatan mereka.
5)
Pengumpulan, perhitungan dan pembalasan
Pengumpulan (Hasyr) yakni
berkumpulnya seluruh manusia disuatu padang luas yang disebut padang mahsyar.
Pengumpulan tersebut dilaksanakan guna melakukan perhitungan atas amaalan
amalan yang ada yang kita kenal dengan yaumul hisab. Setelah penerimaan
perhitungan maka seseorang akan menerima pemabalasan dari amalan mereka yang
disebut dengan yaumul jaza’.
6)
Haudh
(Telaga di surga)
Pembicaraan mengenai telaga surge
sendiri berawal dari hadits nabi saw yang berbunyi :
“Telagaku luasnya sepanjang
perjalanan sebulan, airnya lebih putih dari susu, wanginya melebihi kesturi,
gelasnya seperti jumlah bintangbintang di langit, barangsiapa yang meminumnya
tidak akan pernah haus selamanya.” (HR. Bukhari).
7)
Syafa’at
Syafaat merupakan bentuk pertolongan
yang hanya dimiliki dan dapat dilakukan oleh rasululah saw guna membantu
umatnya yang meenerima hukuman berat akibat kelalalian mereka. Syafaat memiliki
beberapa bentuk diantaranya :
a) Syafa’at beliau untuk ahli surga agar
diizinkan bagi mereka memasukinya (surgaNya)
b) Syafa’at beliau untuk suatu kaum
yang seimbang antara kebaikan dan kejelekan mereka untuk bisa masuk surge
c) Syafa’at beliau untuk suatu kaum
yang diputuskan untuk masuk neraka, agar mereka tidak jadi memasukinya
d) Syafa’at beliau untuk mengangkat
derajat para penghuni surga di dalam surga
e) Syafa’at beliau untuk suatu kaum
agar mereka masuk surga tanpa dihisab terlebih dahulu dan tanpa diazab
f) Syafa’at beliau untuk para pelaku
dosa besar agar tidak masuk neraka
g) Syafa’at beliau untuk meringankan
adzab dari orang yang seharusnya diazab keras
Syafa’at di sisi Allah tidak dibenarkan kecuali
dengan dua syarat:
1. Ridha Allah terhadap pemberi dan penerima
syafa’at.
2. Izin Allah kepada seseorang untuk memberi
syafa’at. Allah berfirman:
“Dan mereka tiada memberi syafa’at melainkan
kepada orang yang diridhai Allah.” (QS.Al- Anbiya’:28).
Dalam firman-Nya yang lain:
“Tiada
yang dapat memberi syafa’at di sisi-Nya tanpa izin-Nya.” (QS.Al-Baqarah:255).
8)
Mizan
(Timbangan amal)
Mizan itu haq, wajib diimani adanya, mizan itu
adalah timbangan yang diletakkan oleh Allah untuk menimbang amal manusia di
hari kiamat, untuk kemudian membalasnya sesuai dengan amalnya. Allah berfirman:
“Kami
akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan
seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun
pasti akan Kami mendatangkan (pahala)nya dan cukuplah Kami sebagai pembuat
perhitungan.” (QS.Al- Anbiya’:47).
9)
Shirath
Kita mengimani adanya shirath, yaitu
jembatan yang dipasang di atas neraka Jahannam dengan jalan yang sangat
menakutkan, semua manusia akan melewatinya untuk menuju ke surga.
10)
Qintharah (Tempat Pemberhentian antara surga
dan neraka).
Kita wajib mengimani bahwa jika
orang-orang mukmin sudah berhasil melewati shirath, mereka akan berhenti di
Qintharah. Yaitu sebuah tempat di antara surga dan neraka, di mana orang-orang
mukmin akan dihentikan di sini setelah berhasil melewati shirath dan selamat
dari neraka, untuk diputuskan permasalahan yang terjadi di antara mereka
(kezaliman-kezaliman yang terjadi antara mereka di dunia) sebelum mereka
memasuki surga. Manakala mereka sudah bersih dan suci maka baru diizinkan untuk
memasuki surga. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Ketika orang-orang mukmin itu sudah
selamatmelewati neraka, mereka dihentikan di sebuah tempat yang terletak antara
surga dan neraka, maka diselesaikanlah permasalahan (kezaliman-kezaliman) yang
dulu pernah ada di antara mereka di dunia, hingga manakala mereka sudah
dibersihkan dan disucikan, baru diizinkan untuk memasuki surga, maka demi yang
jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, salah seorang dari mereka lebih tahu dengan
tempat tinggalnya di surge daripada tempat tinggalnya sewaktu di dunia.” (HR.Bukhari).
11)
Surga
dan Neraka.
Kita mengimani bahwasanya surga itu
benar adanya demikian juga neraka, dan bahwasanya keduanya sudah ada, tidak
akan pernah rusak dan punah, bahkan keberadaannya abadi. Begitu juga kenikmatan
ahli surge tidak akan pernah habis dan hilang. Siksaan ahli neraka yang telah
diputuskan oleh Allah untuk kekal di dalamnya tidak akan pernah habis dan
berhenti.
Beriman kepada hari akhirat
mengandung banyak hikmah dan faedah, diantaranya:
a)
Menimbulkan keinginan yang tinggi untuk
melakukan ketaatan dan senantiasa berusaha untuk itu demi mengharapkan pahala.
b)
Menimbulkan rasa takut untuk melakukan
kemaksiatan atau meridhai perbuatan maksiat, karena takut akan siksaan pada
hari tersebut.
c)
Menghibur orang-orang yang mukmin karena
kenikmatan dunia yang luput dari mereka, lantaran mengharap kenikmatan akhirat
dan pahalanya.
d)
Beriman kepada hari kebangkitan merupakan
pangkal kebahagiaan individu dan masyarakat. Karena apabila manusia beriman
bahwasanya Allah akan membangkitkan seluruh makhluk setelah kematian mereka dan
membalas seluruh amal mereka serta mengambil hak orang yang didzalimi dari
orang yang mendzalimi hingga dari binatang sekalipun, maka ia akan istiqamah
taat kepada Allah, dengan demikian akan lenyaplah kejahatan dan akan
tersebarlah kebaikan di masyarakat serta akan membahana keutamaan dan
ketenangan.
Taqdir adalah Ketentuan Allah untuk seluruh yang ada sesuai dengan
ilmu dan hikmah-Nya. Taqdir ini kembali kepada kudrat (kekuasaan) Allah,
sesungguhnya Dia atas segala sesuatu maha kuasa, dan berbuat apa yang
dikehendaki-Nya. (M.Rofiq,1967:152)
Iman kepada taqdir merupakan bagian dari iman
kepada rububiyah Allah subhanahu wataala dan merupakan salah satu
dari rukun iman yang tidak akan sempurna keimanan seseorang tanpanya.
Allah berfirman:
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu
menurut ukuran.” (QS.Al-Qomar: 49).
Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam bersabda:
“ Segala sesuatu sudah ditaqdirkan hingga
orang yang lemah dan cerdik atau orang cerdik dan lemah.” (HR. Muslim).
a)
Tingkatan taqdir
Tidak sempurna keimanan kepada taqdir kecuali
dengan meyakini empat tingkatan: Pertama: Beriman kepada ilmu Allah yang Azali,
yang meliputi segala sesuatu. Allah berfirman:
“Apakah
kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di
langit dan di bumi? Bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab
(Lauh Mahfudz). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (QS.Al-Hajj:70).
Kedua: Beriman kepada penulisan ilmu Allah atas
taqdir segala sesuatu di Lauh Mahfudz. Allah berfirman:
“Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam al
Kitab.” (QS.Al-An’am:38).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Allah
telah menulis taqdir (ketentuan yang akan berlaku kepada) seluruh makhluk
sebelum Dia menciptakan langit dan bumi lima puluh ribu tahun.” (HR. Muslim).
b)
Beriman kepada kehendak Allah yang pasti
terlaksana dan kekuasaan-Nya yang menyeluruh. Allah berfirman:
“Dan
kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki
Allah, Tuhan semesta alam.” (QS.At-Takwir: 29).
c)
Beriman bahwa Allah adalah pencipta segala
sesuatu. Allah berfirman:
“Allah adalah pencipta segala sesuatu dan Dia
memelihara segala sesuatu.” (QS.Az-Zumar: 62).
a)
Taqdir umum untuk seluruh makhluk, dan Allah
menulisnya di lauh mahfudz lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan
bumi.
b)
Taqdir sepanjang umur, yaitu setiap yang
terjadi pada seorang hamba dari sejak ditiupkan ruh kepadanya hingga akhir
ajalnya.
c)
Taqdir tahunan, Yaitu taqdir terhadap apa yang
akan terjadi setiap tahun, ia ditentukan pada malam lailatul qadar setiap tahun
d)
Taqdir harian, yaitu taqdir terhadap apa yang
terjadi setiap hari, berupa mulia dan hina, diberi dan tidak, hidup dan mati
dan lain sebagainya.
Seorang hamba memiliki dua kewajiban terhadap masalah taqdir:
a.
Memohon
pertolongan Allah untuk bisa melaksanakan perbuatan yang diperintahkan dan
menjauhi yang dilarang, juga berdo’a agar dimudahkan serta dijauhkan dari
kesulitan dan bertawakal kepada-Nya serta memohon perlindungan kepada-Nya.
Dengan demikian ia memiliki ketergantungan kepada Allah dalam usahanya untuk
melakukan kebaikan dan meninggalkan kejahatan.
Rasulullah
shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
“Berusahalah untuk sesuatu yang bermanfaat
bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah dan jangan kamu lemah, dan jika kamu
ditimpa suatu musibah maka jangan kamu berkata: kalau saja saya berbuat begitu
dan begini maka pasti hasilnya akan begini dan begitu. Tetapi katakanlah: Allah
telah mentaqdirkannya dan apa yang Dia kehendaki pasti akan Dia lakukan. Karena
sesungguhnya berandaiandai akan membuka amal setan.”
b.
Harus
bersabar menerima apa yang telah ditaqdirkan dan tidak gelisah, serta
mengetahui bahwa hal itu dari Allah supaya ia rela dan pasrah. Serta mengetahui
bahwa apa yang akan menimpanya pasti terjadi, dan apa yang tidak akan
menimpanya juga pasti tidak menimpanya.
c.
Ridha dengan qadha dan qadar
Ridha terhadap taqdir adalah suatu
keharusan; karena itu merupakan kesempurnaan ridha dengan rububiyah
Allah. Maka setiap mukmin harus ridha dengan qadha’ Allah; karena perbuatan
Allah dan qadha’-Nya semua baik dan adil serta hikmah, barangsiapa yang dirinya
meyakini bahwa apa saja yang akan menimpanya tidak akan meleset dan apa yang
tidak akan menimpanya pasti tidak akan menimpanya, dia akan terlepas dari rasa
bingung dan ragu-ragu serta kegelisahan, dan kegoncangan dalam hidupnya pun
akan lenyap. Maka dia tidak akan bersedih atas apa yang luput darinya, dan
tidak takut dengan masa depannya, dengan demikian dia akan menjadi manusia
paling bahagia, memiliki jiwa yang paling baik dan mempunyai pikiran yang
paling tenang. Barangsiapa yang menyadari bahwa ajalnya sudah ditentukan,
rezkinya sudah dibatasi, rasa takut tidak
menambah umurnya, dan kekikiran tidak akan menambah rezkinya, karena semuanya
telah dicatat, maka dia akan bersabar atas segala musibah yang menimpa, dan
beristighfar atas segala dosa dan kemaksiatan yang telah dilakukan, serta ridha
dengan taqdir Allah, dengan demikian dia telah menggabungkan antara mentaati
perintah Allah dan bersabar terhadap segala musibah.
Allah berfirman:
“Tidak
ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan
barang siapa yang beriman kepada Allah, nicaya Dia akan memberi petunjuk kepada
hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS.At-Taghabun:11).
d.
Hidayah
Hidayah ada dua macam:
a)
Hidayah
bimbingan dan arahan kepada kebenaran, ini untuk semua makhluk. Hidayah inilah yang
sanggup dilakukan oleh para rasul dan pengikut mereka. Allah berfirman:
“Dan
sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS.Asy- Syura:52).
b)
Hidayah
taufik dan tastbit (keteguhan hati) dari Allah. Hidayah ini adalah
anugerah dan karunia dari Allah untuk hamba-hamba-Nya yang bertakwa. Hidayah
ini hanya dimiliki oleh Allah, tidak ada yang sanggup memberikannya kecuali
Dia.
Allah berfirman:
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi
petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allahlah memberi petunjuk kepada
orang yang dikehendaki-Nya.” (QS.Al-Qashash:56).
e.
Iradah (kehendak) di dalam kitab Allah ada dua
macam:
a)
Iradah
kauniyah qadariyah
Iradah kauniyah qadariyah yaitu
kehendak yang meliputi semua yang ada, apa saja yang Allah kehendaki pasti akan
terjadi, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak akan terjadi. Iradah
ini memastikan terjadinya apa yang dimaksud, tetapi tidak berarti hal tersebut
pasti dicintai dan diridhai, kecuali jika berhubungan dengan iradah syar’iyyah.
Allah berfirman:
“Barang
siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia
melapang kan dadanya untuk (memeluk agama) Islam.” (QS.Al-An’am:125).
b)
Iradah
diniyah syar’iyah
Iradah diniyah syar’iyah, yaitu
kecintaan terhadap suatu yang dimaksud dan terhadap pelakunya serta ridha
kepada mereka, tetapi tidak berarti hal yang dimaksud tersebut pasti terjadi,
kecuali jika dibarengi dengan iradah kauniyah. Allah berfirman:
“Allah
menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (Al- Baqarah:185).
Iradah kauniyah lebih umum, karena setiap segala yang
dimaksud secara syar’i yang terjadi berarti hal tersebut dikehendaki
secara kauniyah, dan tidaklah setiap yang dimaksudkan secara kauni yang
terjadi berarti dimaksudkan secara syar’i. Iman Abu Bakar radhiallahu
anhu misalnya, terjadi padanya dua iradah. Sedangkan contoh yang
terjadi padanya iradah kauniyah saja walaupun dimaksudkan juga
secara iradah syar’iyah adalah imannya Abu Jahal. Maka walaupun Allah
menghendaki terjadinya kemaksiatan secara taqdir dan menginginkannya
secara kauniyah, tetapi Dia tidak menginginkannya secara syar’iyah dan dien,
Allah tidak menyukainya dan tidak memerintahkannya. Bahkan Dia membenci, dan
melarangnya serta mengancam pelakunya. Semua itu masuk dalam taqdirnya.
Adapun ketaatan dan keimanan, maka
Allah mencintai dan memerintahkannya bahkan menjanjikan untuk pelakunya pahala
dan balasan yang baik. Seseorang tidak akan berbuat maksiat kepada Allah subhanahu
wataala kecuali atas kehendak-Nya
Allah subhanahu wata’ala menjadikan
beberapa hal yang mampu menolak terjadinya taqdir dan mengangkatnya, yaitu
berupa do’a, sadaqah, obat-obatan, kehati hatian dan tekad, karena hakikat
semuanya itu adalah qadha’ dan taqdir Allah hingga kepandiran dan kepintaran.
Pernyataan bahwa taqdir adalah
merupakan rahasia Allah pada makhluk-Nya, terbatas pada aspek yang tersembunyi
pada qadar. Hakikat dari segala sesuatu tidak ada yang mengetahuinya kecuali
Allah semata, dan tidak dapat diketahui oleh manusia, seperti bahwasanya Allah
menyesatkan, memberi petunjuk, menghidupkan, mematikan, memberi, menahan. sebagaimana
yang disabdakan oleh Rasulullah SAW
“Jika
disebut tentang taqdir maka diamlah kalian.” (HR. Muslim).
Barangsiapa yang menginkari taqdir, sungguh ia telah menginkari
salah satu landasan pokok syari’ah dan ia telah kafir karenanya. Sebagian
ulama’ salaf berkata: “Debatlah Qadariyah dengan ilmu, jika mereka
mengingkarinya maka mereka telah kafir, dan jika mereka mengakuinya maka mereka
membantah.”
Beriman kepada taqdir
membuahkan hasil dan dampak yang baik untuk umat dan individu, diantaranya:
a)
Akan membuahkan berbagai macam amal saleh dan
sifat yang terpuji, seperti ikhlas, tawakal, rasa takut dan pengharapan kepada
Allah, berbaik sangka kepada-Nya, sabar dan tabah, menghilangkan rasa putus
asa, ridha dengan Allah, hanya bersyukur kepada Allah, dan senang dengan
karunia dan rahmat-Nya, tawadhu’ kepada-Nya, meninggalkan kesombongan dan
keangkuhan, mendorong untuk berinfak di jalan kebaikan karena tsiqah (percaya)
kepada Allah, berani, qana’ah (menerima yang ada) dan memiliki harga diri,
tekad yang tinggi, tegas, kesungguhan dalam segala permasalahan, bersikap
menengah dalam suka atau duka, selamat dari hasad dan penolakan, bebasnya akal
dari khurafat dan berbagai kebatilan, kelapangan jiwa dan ketenangan hati.
b) Beriman kepada taqdir,
melindunginya dari sebab-sebab yang menjerumuskan kepada kesesatan dan suul
khatimah (pengakhiran hidup yang jelek), karena taqdir membuat seseorang
senantiasa bersungguh-sungguh untuk istiqamah, memperbanyak amal saleh dan
menjauhi kemaksiatan dan penyebab kehancuran.
c)
Menumbuhkan pada jiwa orang-orang beriman keteguhan hati dan keyakinan
yang mantap disamping mengusahakan sebab dalam menghadapi musibah dan berbagai
kesulitan.
Keimanan dalam
diri seseorang merupakan jati diri seseorang dihadapan sang pencipta. Keimanan
dapat bertambah dan dapat berkurang seiring berjalannya waktu tergantung
situasi dan kondisi yang dialaminya. Keimanan seseorang meliputi keimanan
kepada Allah, keimanan kepada malaikat, keimanan kepada kitab, keimanan kepada
rasul, keimanan kepada hari akhir dan keimanan kepada qada dan qadar. Keimanan
yang dijaga secara berkrsinambungan pada taraf yag signifikan akan menghasilkan
buah dari keimanan itu sendiri seperti terjauhnya orang tersebut dari
kebatilan.
Referensi
Al-Bahra. (2009).Hirarki Keimanan. Pdf (Didownload Tanggal 15 Oktober
2016 Pukul 21.35)
Amirudin,Aam. (2006). Tafsir Kontemporer,Bandung : Khazanah Intelektual.
Naofal,Erlan. (2016). Hakikat Iman. Pdf (Didownload Tanggal 16 Oktober
2016 Pukul 11.14)
Nasution,Harun. (1973). Falsafat dan Mistisisme dalam Islam.
Jakarta : Bulan Bintang
KEIMANAN_DAN_KETAQWAAN,PDF(Didownload Tanggal 13 Oktober 2016 Pukul 11.44)
Id_the_pillars_of_faith.pdf (Didownload Tanggal 13 Oktober
2016 Pukul 12.43)
Rofiq,Muhammad. (1967).Kepercayaan
Iman. Yogyakarta : Pt.alma’arif,
http://www.eduspensa.com/2015/09/pengertian-dan-fungsi-iman-kepada-rasul-allah.html (Diakses
Tanggal 13 Oktober 2016)
http://www.eduspensa.com/2015/01/pengertian-fungsi-penerapan-iman-kitab-allah.html (Diakses
Tanggal 13 Oktober 2016)
http://www.kitapunya.net/2013/11/contoh-perilaku-beriman-kepada-rasul-allah.html (Diakses
Tanggal 13 Oktober 2016)
Ahmadi,Abu, dkk. (1994).Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam. Jakarta
: Bumi Aksara
M.isa Salamat dalam (http://hasan98.tripod.com)
http://zarmiislam.blogspot.co.id/2014/06/hakikat-beriman-kepada-malaikat.html?m=1
No comments:
Post a Comment