Friday 4 November 2016

Hakikat Iman dan Buah dari Iman


 Hakikat Iman dan Buah dari Iman
Oleh: Rizki Zakwandi, dkk

          Iman pada dasarnya merupakan suatu akar yang menjadi pembeda antara seorang hamba dengan hamba lainnya. Pembahasan mengenai kemimanan dan apa hakikat dari iman sudah sering dilakukan oleh ulama-ulama sebelumnya. Sebagai review, tulisan ini mencoba menyikap tentang keimanan dan hakikan keimanan dari berbagai sumber dan sudut pandang.

        Secara etimologis iman diartikan sebagai percaya (KBBI). Dalam buku Harun Nasution (1973 : 76) yang dimaksud dengan percaya yang dikaitkan dengan iman adalah percaya dengan sepenuh kepercayaan dan tidak bisa dipisahkan dari mengenal atau mengetahui Allah swt (Ma’rifatullah), akan tetapi bukan ma’rifatullah dalam kajian tasauf. Sederhananya jika seseorang mempercayai sesuatu maka dia mengetahui dan mengenalnya secara utuh. Sebagaimana yang dikatakan oleh nabi dalam haditsnya yang diriwayatkan imam Bukhori bahwa kadar dan tingkat keimanan seseorang kepada Allah tergantung sejauh mana kadar pengetahuan dan pengenalan orang tersebut kepada Allah swt. Perlu digaris bawahi bahwasamya mengenal dan mengetahui Allah berbeda dengan mengenal makhluk-Nya. Mengenal dan mengetahui Allah adalah dengan mengenal sifat-sifat-Nya, perintah-Nya dan larangan-Nya yang dapat diperoleh dengan cara men-tadabburi dan men-tafakuri ayat-ayat-Nya, baik ayat kauniyat/tersirat di alam raya maupun ayat qur'aniyat/tersurat dan tertulis dalam Qur'an. Akan tetapi juga belum bisa dipastikan apabila seseorang mengetahui secara otomatis mempercayai dan mengimani Allah swt.

Secara terminologis iman didefenisikan sebagai pembenaran dengan hati, pengakuan dengan lisan dan diaplikasikan melalui perbuatan atau amal. Iman sendiri memiliki 3 sifat diantaranya :

1.      Abstrak

Abstrak artinya umum dan tersembunyi. Iman dikategorikan sebagai sesuatu yang abstrak artinya seorang manusia tidak dapat mengukur berapa kadar keimanan orang lain. Disamping itu iman juga dikatakan abstrak karena iman bersemayam didalam hati seseorang.(Amirudin,Aam. 2006 :143)

2.      Iman Bersifat Fluktuatif

Keimanan seseorang tidak bersifat konstan akan tetapi fluktuatif atau selalu berubah. Perubahan kadar keimanan seseorang biasanya dipengaruhi oleh keadaan baik situasi maupu kondisi yang dialami orang tersebut. Iman bisa bertambah karna melaksanakan ketaatan kepada Allah dan iman juga bisa turun akibat dari perilaku yang mengarah pada kemaksiatan. (Fathul Majid : 333 dalam artikel Erlan Naofal tahun 2016)

3.      Iman Memiliki Tingkatan

Iman yang dimiliki oleh seseorang tidak akan sama dengan iman yang dimiliki oleh orang lain. Dalam bahasa yang singkat tingkat iman seseorang berbeda beda. (Erlan Naofal : 2016)




Albahro (2009) menggambarkan iman seperti ahlnya sebuah pohon. Sebuah pohon pada mulanya berasal dari sebuah benih, dari benih kemudian tumbuh menjadi sebuah tunas dari tunas kemudian berkembang menjadi akar, dari akar tumbuh dan berkembang menjadi batang, dahan, ranting,
daun hingga pada setiap musim pohon tersebut menghasilkan buah-buah. Dari buah-buah ini akan melahirkan benihbenih baru sebagai sumber kehidupan selanjutnya. Sebuah pohon sangat tergantung pada akarnya, semakin baik akar pohon tersebut, maka semakin baik pula
buah yang dihasilkannya. Akar yang baik adalah akar yang menghunjam ke bumi, tidak mudah goyah oleh tiupan angin. Tidak akan lahir batang, dahan yang kokoh dan buah yang lebat jika tidak ditopang oleh akar yang baik. Sedangkan akar yang baik pada dasarnya lahir dari benih yang baik. Sebaliknya pohon yang buruk adalah cerminan dari akar yang
buruk pula. Demikian halnya dengan iman seperti gambaran akar pohon di atas. Iman ini berasal dari sebuah benih. Dari “benih” keimanan yang dipelihara dan dijaga dengan baik akan tumbuh dan berkembang menjadi iman yang hakiki, layaknya sebuah akar yang baik. Iman yang hakiki ini akan menjadi dasar dari amaliyah seseorang. Oleh karena itu, tidak akan mungkin lahir amal yang baik (amal sholeh) tanpa didasari oleh iman. Sebuah amal tergantung pada imannya. Iman yang kokoh akan melahirkan amalan yang kokoh dan baik pula. Sebagai seorang muslim kita dapat mengukur sampai sejauh mana tingkat keimanan kita, apakah sudah seperti syajaroh toyyibah, pohon yang akarnya menghujam ke bumi dan menghasilkan buah yang bermanfaat setiap saat, ataukah sebaliknya kemianan kita masih seperti syajaroh khobisah, pohon yang buruk yang keberadaannya selalu
merugikan orang lain. Jika tingkat keimanan kita sudah seperti syajaroh toyyibah, maka amal soleh yang telah dan sedang kita lakukan tidak ada kepentingan duniawi sedikitpun, hanyalah demi menggapai keridhaan Allah semata. Tetapi sebaliknya manusia yang tingkat keimanannya seperti syajaroh khobisah, pohon yang buruk yang keberadaannya selalu merugikan orang lain, maka gambaran amal ibadah yang dilakukannya sangatlah buruk. Semua amal yang dilakukan hanyalah untuk kepentingan duniawi semata. Sebahagian rizqi yang di keluarkannya dalam beramal selalu mengharapkan balas jasa, berupa dukungan suara untuk memilih dirinya. Setiap rupiah yang dia keluarkan dalam beramal selalu ingin di beritakan, selalu ingin disebutkan oleh orang lain, agar dirinya terkenal sebagai seorang yang dermawan.
Dari iman sebagai asas amal ini maka lahirlah cabang (dahan) keimanan. Yang dimaksud “batang” keimanan adalah Islam. Iman ini yang menjadi dasar penopang dari bangunan keislaman tersebut (iman bunyanul Islam). Dan dari iman bunyanul Islam ini pada akhirya akan menghasilkan “buah-buahan” yang baik. Dengan kata lain, iman yang tumbuh dan dibangun mulai dari benih, kemudian dipupuk dan dipelihara dengan baik akan berkembang menjadi tunas akar cabang hingga menghasilkan buah keimanan (iman natijatul isalam/yakni iman sebagai buah keislaman). Dari analogi pohion tersebut dapat dijelaskan bahwa hirarki iman terdiri dari (mulai) iman sebagai benih hiangga iman sebagai buah (natijah). Dibawah ini akan dijelaskan hirarki iman tersebut:

       1. Iman Nurul fitroh, yakni iman sebagai potensi dasar atau benih. "Benih" keimanan ini berupa fitrah yang dimiliki oleh setiap manusia. Setiap manusia memiliki potensi/ benih iman (fitrah) dalam dirinya, yang dengan fitrah ini ia selalu cenderung kepada Islam (dinul Qoyyim). Benih keimanan (fitrah) ini bisa tumbuh dan berkembang atau sebaliknya mengalami "kematian" (tetutup), tergantung perawatan dan pemeliharaannya. Seperti halnya benih pohon di atas, fitrah ini jika dipupuk dan dipelihara dengan baik akan tumbuh-berkembang menjadi tunas dan akar berupa Iman yang hakiki. Adapun cara memelihara dan "memupuk" fitrah adalah dengan melakukan aktivitas qiro'ah sampai menemukan Al-Qur‟an dalam arti/ wujud Risalah. Pertemuan antara fitrah sebagai benih keimanan yang ada dalam diri manusia dengan Al-Qur‟an yang bersumber dari cahaya Allah inilah yang disebut dengan hidayah (atau iman yang hakiki).

  2.    Iman Asasul Amal, yakni iman sebagai landasan dari suatu amal. Iman asasul amal akan lahir dari fitrah yang terpelihara dan terjaga.
Dari fitrah ini kemudian berkembang menjadi sebuah keimanan. Seperti akar pada sebuah pohon, di mana akar lahir dari benih yang; dipupuk dengan baik. Keimanan ini tumbuh dari pertemuan antara fitrah dan dinul qoyyim (Islam). Iman ini yang akan melandasi dan menjadi dasar dari setiap amal. Orang yang memelihara
fitrahnya dengan Al-Quran (Risalah) secara baik, maka akan lahir dalam dirinya suatu keimanan terhadap kebenaran (Dinul Islam) tersebut, dan keimanan ini yang menjadi dasar dari segala amaliyahnya.
Sedangkan perwujudan dari keimanan tersebut dinyatakan dalam iqror syahadah. Iqror syahadah adalah wujud pernyataan keimanan seseorang. Iman ini yang akan menentukan diterima tidaknya suatu amal. Suatu amal mesti lahir dari tuntutan iman tersebut agar ia dapat bernilai dan diterima di sisi Alloh SWT.

3.   Iman Bunyanul Islam, yakni iman sebagai dasar dari bangunan Islam. iman asasul amal akan lahir kesadaran untuk mengamalkan Islam secara sempurna. Iman adalah dasar daripada Islam. Tidak akan lahir praktek keislaman yang sempurna jika tidak dilandasai iman. Oleh karena itu para ulama mendefinisikan iman dan Islam sebagai berikut : "iman adalah membenarkan dangan hati dan Islam adalah mengerjakan kewajiban dan amalan-amalan dhohir". "Iman adalah membenarkan dengan hati mengakui dengan lisan, dan Islam adalah mengerjakan semua kewajiban yang diwajibkan”. Seorang yang marnpu memelihara fitrahnya dengan baik, maka dalam dirinya akan tumbuh menjadi
keimanan yang hakiki, dari keimanan yang hakiki ini akan lahir tuntutan untuk beramal sesuai dengan apa yang diimaninya. Sedangkan wadah/tempat bagi suatu amal adalah dinul Islam. Sehingga tidak akan mungkin seorang dikatakan telah beramal dengan sempurna tanpa menjadi seorang muslim, tanpa melakukan iqror syahadah
(sebagai rukun Islam yang pertama), tanpa masuk kedalam Islam secara totalitas, tanpa menjalankan seluruh kewajiban yang telah di wajibkan atas dirinya sebagai seorang khalifatullah di muka bumi ini.
Islam adalah sesuatu yang terstruktur seperti sebuah bangunan, atau dengan kata lain Islam adalah bangunan yang terstruktur. Adapun perwujudan dari bangunan Islam adalah jarna'ah /kelompok /organisasi
/komunitas. Sedangkan Iman adalah sesuatu menjadi landasan dalam kehidupan berjama'ah tersebut. Seperti firman Allah dalam ayat-ayat berikut :

4.    Iman Natijatul Islam, yakni iman, sebagai buah keislaman. Maksudnya iman yang tumbuh dan dibangun mulai dari benih (fitrah) kemudian berkembang menjadi iman yang hakiki dan dari iman ini melandasi seseorang untuk terikat kedalam bangunan Islam berupa jemaah/kelompok/organisasi/komunitas. Seseorang yang hidup berjama'ah / berkelompok / berorganisasi dengan dasar keimanan akan
melahirkan natijah-natijah (buah-buah) dari keimanannya tersebut. Jadi Iman natijatul Islam adalah proses kesempurnaan pembinanaan keimanan yang manifestasinya melahirkan buah-buah dalam bentuk taqwa, tawakkal, shobar, dan ikhlas:

1). Taqwa, (Qs.3:102, 2:179, 7:26,96, 8:29),

2). Tawakal (Qs. 10:84, 12:67, 14:12, 8:2, 3:159).

3). Shobar, (16:2, 31:17, 3:200, 2:177).

4). Ikhlas, (Qs. 4:146, 98:5, 39:2).



Hakikat iman kepada Allah SWT adalah satu hakikat besar yang mencakupi seluruh bidang kehidupan manusia. Apabila iman bersemi di dalam hati seseorang, maka iman itu akan terus menjelmakan kesannya dalam bentuk amal perbuatan, kegiatan dan perjuangan yang mengharapkan Allah SWT atau redha Allah SWT. Dia taat kerana Allah SWT. Dia tunduk dan patuh kepada titah perintah Allah SWT samada kecil atau besar.


 Iman kepada Allah merupakan pokok dari seluruh iman yang tergabung dalam rukun iman. Karena iman kepada Allah merupakan pokok dari keimanan yang lain, maka keimanan kepada Allah harus tertanam dengan benar pada diri seseorang. Sebab jika iman kepada Allah tidak tertanam dengan benar, maka ketidak benaran ini akan berlanjut kepada keimanan yang lain, seperti iman kepada Malaikat, Kitab-kitab, Rasul-rasul, Hari kiamat serta qadha dan qadarNya. Dan pada akhirnya akan merusak ibadah seseorang secara keseluruhan. Dimasyarakat tidak jarang kita jumpai cara-cara beribadah seseorang yang tidak sesuai dengan ajaran islam, padahal ia mengaku beragama islam. Misalnya datang kemakam para wali atau kyai untuk meminta keselamatan, keberuntungan dan sebagainya. Hal tersebut merupakan penyimpangan beribadah, akibat dari cara-cara yang salah dalam beriman kepada Allah SWT.

Ditinjau dari segi yang umum dan yang khusus, ada dua cara beriman kepada Allah, yaitu :

a.         Bersifat ijmali

Cara beriman kepada Allah yang bersifat ijmali maksudnya adalah,bahwa kita mempercayai secara umum atau secara garis besar. Alquran telah memberikan pedoman kepada kita dalam mengenal Allah.

b.    Bersifat tafshili

Cara beriman kepada Allah yang bersifat tafshili, maksudnya adalah mempercayai Allah secara rinci. Kita wajib percaya dengan sepenuh hati bahwa Allah Swt memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan sifat-sifat makhlukNya. Merupakan anugrah Allah atas diri kita bahwa Ia telah memperkenalkan diriNya melalui ayat-ayat alquran. Ia memperkenalkan diri bahwa Ia memiliki sifat-sifat kesempurnaan yang luhur.

3.      Sifat-sifat wajib bagi Allah                   

a.    Pengertian sifat wajib bagi Allah

Sifat wajib bagi Allah adalah  sifat yang harus ada pada Zat Allah sebagai kesempurnaan bagiNya. Allah adalah Khalik, Zat yang memiliki sifat yang tidak sama dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh makhluk-makhlukNya. Maka dengan demikian Zat Allah tidak bisa dibayangkan bagaimana bentuk, rupa dan ciri-ciriNya, karena manusia dan apapun yang ada tidak sama dengan Zat Allah. Begitu juga sifat-sifatNya tidak bisa sama dan tidak bisa disamakan dengan makhlukNya.

b.        Dua puluh sifat wajib bagi Allah

Menurut para ulama ,sifat-sifat wajib bagi Allah ada 20 sifat yaitu dapat di kelompokkan menjadi 4 bagian:

a)    Sifat Nafsiyah

Yaitu sifat yang berhubungan dengan zat Allah .Sifat nafsiyah ada satu yaitu wujud. (Abu Ahmadi hal 56-57)

b)   Sifat Salbiyah

Salbiyah maksudnya menanggalkan ,menolak ataupun meniadakan .Sifat salbiyah adalah sifat yang meniadakan sifat sebaliknya atau menolak sifat-sifat yang tidak layak bagi  Allah SWT.Sifat salbiyah ada lima yaitu :qidam,baqa,mukhalafatu lilhawadits,qiyamuhu binafsihi dan wahdaniyah

c)    Sifat Ma’ani

Yaitu sifat yang abstrak yang wajib ada pada Allah .Sifat ini ada tujuh yaitu :qudrat,iradat,ilmu,hayat,sama’,bashar,dan kalam

d)   Sifat Ma’nawiyah

Yaitu kelaziman dari sifat ma’ani atau suatu perkara yang tetap bagi zat Allah SWT bersifat dengan sifat ma’ani. (M.isa  Salamat Op cit hal 110). Diantara sifat ma;ani dengan sifat ma’nawiyah tidak terpisahkan,sebab setiap ada sifat ma’ani ada sifat ma’nawiyah.Sifat ini ada tujuh yaitu qadiran,muridan,’aliman ,hayyan,sami’an,bashiran dan mutakalliman.

       Adapun uraian dari dua puluh sifat wajib bagi Allah tersebut adalah :

a)      Wujud (وجؤد)

Wujud artinya ada .Maksudnya bahwa adanya Allah bukan karena adanya yang menciptakan tetapi ada dengan sendirinya. Jadi wujud Allah itu wajib.

b)      Qidam( قدام)

Qidam artinya dahulu.Maksudnya bahwa Allah itu dahulu dan tidak di dahului oleh sesuatu. Jangkauan akal manusia terbatas .Manusia tidak dapat mengetahui dengan pasti kapan alam semesta ini di ciptakan.Dari bahan apa dan bagaimana proses penciptaannya.Yang pasti bahwa alam semesta ini ada yang menciptakan nya dan yang menciptakannya itu sudah ada sebelum alam ini ada. Dia Allah Zat yang tidak ada permulaannya. Jika Allah ada permulaannya berarti ada yang menciptakan –Nya .Jika ada yang menciptakan nya berarti Allah itu Hudust(baharu),sama dengan makhluk yang lain.

c)      Baqa’ ( بقاء)

Baqa’ artinya kekal.Setiap makhluk berproses menuju kepada kehancuran atau kebinasaan.Misalnya tumbuh-tumbuhan dari biji,tumbuh pohon kecil,kemidian menjadi besar dan tua,akhirnya mati,lapuk dan hilang menyatu dengan tanah.Begitu juga manusia dari janin dalam kandungan ,di lahirkan ,menjadi bayi,anak-anak,remaja ,dewasa,tua dan pada waktunya akan meninggal.Hal demikian menjadi sunatullah atau hukum alam. Jadi semua makhluk berubah-ubah,berproses menuju kepada kehancuran.Sedangkan Allah sebagai pencipta makhluk bersifat kekal. Tidak berubah-ubah.

d)     Mukhalafatu lil hawadits  (مخالفه للحوادث )

Mukhalafatu lil hawadits  artinya berbeda dengan semua makhluk. Banyak sudah hasil karya yang telah di ciptakan oleh manusia .Mulai dari barang-barang sederhana sampai kepada barang –barang yang rumit atau canggih.Dari perkakas kerja yang sederhana sampai kepda robot yang dapat di programkan dan dapat di perintah untuk mengerjakan sesuatu.Semua hasil karya manusia tersebut tidak satupun yang sama dengan pembuatnya ,yakni manusia.

Dari contoh di atas ,akal sehat kita tentu menyakini bahwa tidak mungkin Allah  Yang Maha Pencipta sama dengan makhluk ciptaan-Nya,baik zat ataupun sifat-sifat –Nya.

e)      Qiyamuhu binafsihi ( قيامه بنفسه)

Qiyamuhu binafsihi artinya berdiri sendiri.Maksudnya bahwa Allah tidak membutuhkan bantuan apapun dari siapapun. Makhluk, Untuk melangsungkan hidupnya tergantung kepada makhluk lain.Apalagi manusia, makhluk yang paling banyak ketergantungannya agar dapat hidup layak sebagai manusia.

f)       Wahdaniyah ( وحدانيه)

Wahdaniyah artinya Maha Esa. Di dunia ini tidak ada dua Allah ,sebab jika ada dua Allah bisa di bayangkan apa yang akan trjadi jika salah satu dengan yang lainnya berbeda pendapat.Misalnya Allah yang satu sudah menciptakan bahwa bumi ini bulat tetapi yang lain menginginkan bahwa bumi ini segi empat.Tentu akan terjadi malapetaka dahsyat di jagad raya ini.

g)      Qudrat( قد ره)

Qudrat artinya kuasa.Banyak sekali bukti tentang kekuasaan Allah antara lain adanya jagad raya yang terdiri dari berjuta bintang dan planet yang selalu bergerak teratur tanpa terjadi tabrakan. Adanya manusia yang sejak Adam hingga sekarang sudah milyaran jumlahnya ,tetapi tidak ada dua orang manusia pun yang persis sama.

h)      Iradat( اراده)

Iradat artinya berkehendak.Allah wajib bersifat iradat,bebas membentuk kehendak dan kemauan-Nya tanpa ada apa dan siapapun yang dapat memerintah atau melarang Nya.Segala sesuatu yang di ciptakan Allah adalah kehendak-Nya ,bukan karena terpaksa atau tidak  di sengaja.

i)        Ilmu ( علم)

Ilmu artinya mengetahui.Orang yang membuat pasawat terbang tentu memiliki ilmu yang tinggi tentang teknologi pesawat terbang.Orang tersebut tentu telah belejar dal;am waktu yang lama untnk memiliki ilmu atau pengetahuan tersebut . Bagi Allah untuk menciptakan sesuatu tidak perlu belajar, Ia sudah memiliki ilmu yang maha lengkap.Ilmu Allah bersifat menyeluruh , maha luas dan mendalam. Segala sesuatu baik yang tampak maupun yang tidak tampak taklepas dari pengetahuan-Nya.

j)        Hayat ) حياه)

Hayat artinya hidup. Hidup Allah tidak sama dengan hidup manusia atau binatang.manusia dan binatang memerlukan jantung yang berdenyut, darah yang mengalir ,tulang ,daging ,urat dan sebagainya untuk hidup.Allah hidup sebagaiman Ia ada tanpa di dahului oleh tidak ada.Ia hidup tanpa berkesudahan.

k)      Sama’( سمع)

Sama’ artinya mendengar.Allah wajib bersifat mendengar.Semua suara baik yang nyaring,samar,bahkan yang tidak terdengar sama sekali oleh manusia pasti di dengar Allah.Allah mendengar tidak memerlukan alat pendengar seperti manusia atau makhluk lainnya.

l)        Bashar ( بصر)

Bashar artinya melihat. Allah melihat segala sesuatu baik yang terbesar ataupun yang terkecil bahkan yang tersembunyi sekali pun. Penglihatan Allah tidak ada batasnya. Teknologi manusia yang paling canggih pun tidak mungkin mengimbangi penglihatan Allah.

m)    Kalam ( كلام)

Kalam artinya berkata-kata atau berfirman. Bahasa merupakan alat perhubungan yang amat penting bagi makhluk.manusia berkata-kata dengan sesamanya untuk menyampaikan maksud atau perasaan tertentu.Semutpun dapat berkata –kata kepada Nabi Sulaiman. Oleh karena itu Allah mutahil tidak dapat berkata-kata, tentu saja cara Allah berekata-kata tidak sama dengan cara manusia berkata-kata.

n)      Qadiran ( قادرا)

Qadiran artinya Allah zat yang maha kuasa atas segala sesuatu. Bahwa Allah berkuasa trhadap siapapun dan apapun yang ada di jagad raya ini,semuanya ada dalam kekuasaan Allah.

o)      Muridan ( مريدا)

Muridan artinya Allah maha berkehendak atas segala sesuatu. Segala sesuatu  itu bisa terjadi atau tidak terjadi semuanya atas kehendak Allah.

p)      ‘Aliman ( عالما)

‘Aliman artinya Allah maha mengetahui. Bahwa Allah mengetahui segala sesuatu dan ilmu Allah Maha luas. Bila dibandingkan dengan ilmu manusia maka tidak akan dapat dibandingkan.

q)      Hayyan ( حيا)

Hayyan artinya Allah Maha hidup di mana Allah itu Zat yang tidak pernah mati.Dialah yang hidup kekal selama-lamanya.Semua yang ada di jagad raya akan mati kecuali Allah yang Maha hidup.

r)       Sami’an ( سميعا)

Sami’an artinya Allah Maha mendengar. Allah Maha mendengar apa yang di dengar oleh makhluknya maupun yang tidak mampu di dengar oleh makhluknya , sebab pendengaran Allah tidak ada batas.

s)       Bashiran ( بصيرا)

Bashiran artinya Allah Maha melihat. Allah melihat yang tampak maupun yang tersembunyi, baik yang lahir maupun yang bathin.

t)       Mutakalliman ( متكلما)

Mutakalliman  artinya Allah Maha berbicara. Allah Maha berbicara dengan semua jenis makhluki –Nya.perkataan Allah tidak terbatas pada manusia tetapi pada semua makhluk.

2)              Hakikat beriman kepada malaikat


Secara etimologis kata Malaikat (dalam bahasa Indonesia Malaikat) adalah bentuk jamak dari malak, berasal dari masdhar al-khuluh yang artinya  ar-rissalah (misi atau pesan). Yang membawa misi atau pesan tersebut disebut dengan ar-rasul (utusan). Dalam beberapa ayat Al-Quran Malaikat juga disebut dengan rusul (utusan-utusan), misalnya pada surat Hud ayat 69.



Artinya :
Dan Sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada lbrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan: “Selamat.” Ibrahim menjawab: “Selamatlah,”

Para Malaikat diciptakan dari cahaya. Merupakan makhluk Allah yang selalu taat dan tidak pernah maksiat. Malaikat adalah makhluk yang sangat besar, Malaikat juga memiliki paras yang sangat indah. Setiap Malaikat berbeda-beda bentuk kedudukan. Wujud dari Malaikat itu sendiri bukan sebagai pria atau sebagai wanita. Para Malaikat pun tidak pernah makan dan minum, tidak merasakan kelaparan dan kehausan seperti manusia. Dan Malaikat adalah mahkluk Allah yang tidak pernah bosan ataupun lelah untuk berubadah dengan Allah sebagai tuhan yang telah menciptakannya.



Jumlah Malaikat sesungguhnya sangatlah banyak, tidak bisa diperkirakan. Setiap malaikat juag mempunyai perbedaan-perbedaan dan tingkatan-tingkatan tertentu. Namun Malaikat yang dapat diketahui oleh manusia hanya ada 10 Malaikat berserta tugas-tugasnya. Nama dan tugas Malaikat, ialah sebagai berikut :
a.    Malaikat Jibril yang bertugas  menyampaikan wahyu Allah kepada nabi dan rasul.
b.    Malaikat Mikail yang bertugas memberi rizki / rejeki pada manusia. Dialah Malaikat yang diserahi tugas mengatur hujan dan tumbuh-tumbuhan dimana semua rizki di dunia ini berkaitan erat dengan keduanya.
b.    Malaikat Israfil yang memiliki tanggung jawab meniup terompet sangkakala di waktu hari kiamat. Tugas meniup sangkakala atas perintah Allah SWT dengan tiga kali tiupan. Pertama adalah tiupan keterkejutan, tiupan kedua adalah tiupan kematian dan tiupan ketiga adalah tiupan kebangkitan.
c.    Malaikat Izrail yang bertanggungjawab mencabut nyawa.
d.   Malaikat Munkar yang bertugas menanyakan dan melakukan pemeriksaan pada amal perbuatan manusia di alam kubur.
e.    Malaikat Nakir yang bertugas menanyakan dan melakukan pemeriksaan pada amal perbuatan manusia di alam kubur bersama Malaikat Munkar.
f.     Malaikat Raqib / Rokib yang memiliki tanggung jawab untuk mencatat segala amal baik manusia ketika hidup.
g.    Malaikat Atid / Atit yang memiliki tanggungjawab untuk mencatat segala perbuatan buruk / jahat manusia ketika hidup.
h.    Malaikat Malik yang memiliki tugas untuk menjaga pintu neraka.
i.      Malaikat Ridwan yang berwenang untuk menjaga pintu sorga / surga.
Iman kepada malaikat mengandung empat unsur, yaitu :
a.    Mengimani wujud mereka.
b.    Mengimani mereka yang kita kenali nama-namanya, seperti Jibril, dan juga terhadap nama-nama malaikat yang tidak kita kenal.
c.    Mengimani sifat-sifat mereka yang kita kenali, seperti sifat bentuk Jibril, sebagaimana yang pernah dilihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mempunyai 600 sayap yang menutup ufuk.
b.    Mengimani tugas-tugas yang diperintahkan Allah kepada mereka yang sudah kita ketahui, seperti bacaan tasbih, dan menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala siang-malam tanpa merasa lelah.
3)              Iman Kepada Kitab-Kitab Allah Swt

Kitab yaitu kumpulan wahyu Allah yang disampaikan kepada para rasul untuk diajarkan kepada manusia sebagai petunjuk dan pedoman hidup. Iman kepada kitab-kitab Allah adalah mempercayai dan meyakini sepenuh hati bahwa Allah SWT telah menurunkan kitab-kitab-Nya kepada para nabi atau rasul yang berisi wahyu Allah untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia.
     Ada 3 tingkatan dalam beriman kepada kitab Allah, yaitu :
·      Qotmil (membaca saja)
·      Tartil (membaca dan memahami)
·      Hafidz (membaca, memahami, mengamalkan dan menghafalkan.
Kita sebagai umat Islam belum cukup beriman kepada kitab-kitab Allah swt saja, tetapi harus senantiasa membaca, mempelajari, memahami isi kandungannya dan mengamalkannya dalm kehidupan sehari-hari. Allah SWT menyatakan bahwa orang mukmin harus meyakini adanya kitab-kitab suci yang turun sebelum Al Qur’an seperti disebutkan dalam firman Allah :
QS An Nisa Ayat 136

"Wahai orang-orang yang beriman! Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan kepada Kitab (al-Qur’an) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab- Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sungguh, orang itu telah tersesat sangat jauh." (Q.S. An-Nisa/4: 136) .
Kitab-kitab Allah berfungsi untuk menuntun manusia dalam meyakini Allah SWT dan apa yang telah diturunkan kepada rasul-rasul-Nya sebagaimana digambarkan dalam firman Allah SWT berikut.
1.    Kitab-Kitab Allah
a.    Kitab Taurat
Kitab ini diturunkan kepada Nabi Musa as sebagai pedoman dan petunjuk bagi Bani Israel. Sesuai firman Allah swt yang artinya: “Dan Kami berikan kepada Musa kitab (Taurat) dan Kami jadikan kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israil (dengan firman): "Janganlah kamu mengambil penolong selain Aku” (QS. Al-Isra’ [17]: 2)
Adapun isi kandungan kitab Taurat meliputi hal-hal berikut :
·      Kewajiban meyakini keesaan Allah
·      Larangan menyembah berhala
·      Larangan menyebut nama Allah dengan sia-sia
·      Supaya mensucikan hari sabtu (sabat)
·      Menghormati kedua orang tua
·      Larangan membunuh sesama manusia tanpa alasan yang benar
·      Larangan berbuat zina
·      Larangan mencuri
·      Larangan menjadi saksi palsu
·      Larangan mengambil hak orang lain
b.    Kitab Zabur
Kitab ini diturunkan kepada Nabi Daud as sebagai pedoman dan petunjuk bagi umatnya. Firman Allah
QS Al Isra Ayat 55
Dan Kami berikan Zabur kepada Daud”(QS. Al-Isra’ [17]: 55)
Kitab Zabur (Mazmur) berisi kumpulan nyanyian dan pujian kepada Allah atas segala nikmat yang telah dikaruniakan-Nya. Selain itu berisi zikir, doa, nasihat, dan kata-kata hikmah. Menurut orang-orang Yahudi dan Nasrani, kitab Zabur sekarang ada pada Perjanjian Lama yang terdiri atas 150 pasal.
c.    Kitab Injil
Kitab ini diturunkan kepada Nabi Isa as sebagai petunjuk dan tuntunan bagi Bani Israel. Firman Allah
QS al-Maidah 46

“Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi Nabi Bani Israil) dengan Isa putera Maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya, Yaitu: Taurat. dan Kami telah memberikan kepadanya kitab Injil sedang didalamnya (ada) petunjuk dan dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, Yaitu kitab Taurat. dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Maidah [5]: 46
Kitab Injil memuat beberapa ajaran pokok, antara lain:
· Perintah agar kembali kepada tauhid yang murni
· Ajaran yang menyempurnakan kitab Taurat
· Ajaran agar hidup sederhana dan menjauhi sifat tamak (rakus)
· Pembenaran terhadap kitab-kitab yang datang sebelumnya
d.   Kitab al-Qur’an
Kitab suci al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad saw untuk dijadikan petunjuk dan pedoman bagi seluruh umat manusia, bukan hanya untuk bangsa Arab. Sebagaimana firman Allah
QS Al Furqan Ayat 1
Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar Dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.” (QS. Al-Furqan [25]: 1)
Secara keseluruhan, isi al-Qur’an meliputi hal-hal berikut:
· Pembahasan mengenai prinsip-prinsip akidah (keimanan)
· Pembahasan yang mengangkat prinsip-prinsip ibadah
· Pembahasan yang berkenaan dengan prinsip-prinsip syariat
Kedudukan-kedudukan al-Qur’an antara lain:
· Sebagai wahyu Allah swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw
· Sebagai mukjizat Nabi Muhammad saw
· Sebagai pedoman hidup manusia agar tercapai kebahagiaan di dunia dan akhirat
· Sebagai sumber dari segala sumber hukum Islam
a.     Untuk meningkatkan kualitas kehidupan pribadi
b.    Untuk membangun kehidupan bermasyarakat
c.     Untuk menjalin kerukunan dalam hidup berbangsa dan bernegara
a.    Meningkatkan keimanan kepada Allah swt yang telah mengutus para rasul untuk menyampaikan risalahnya.
b.    Hidup manusia menjadi tertata karena adanya hukum yang bersumber pada kitab suci
c.    Termotivasi untuk beribadah dan menjalankan kewajiban-kewajiban agama, seperti yang tertuang dalam kitab suci
d.   Menumbuhkan sikap optimis karena telah dikaruniai pedoman hidup dari Allah untuk meraih kesuksesan baik di dunia maupun di akhirat
e.    Terjaga ketakwaannya dengan selalu menjalankan perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya
a.    Ada banyak cara untuk beriman terhadap kita-kitab suci Allah, diantaranya :
·  Meyakini kebenaran yang terkandung dalam kitab-kitab Allah
·  Meyakini bahwa kitab-kitab itu benar-benar wahyu Allah bukan karangan para nabi dan rasul
b.    Beriman kepada al-Qur’an. Caranya adalah :
·  Meyakini bahwa al-Qur’an benar-benar wahyu Allah, bukan karangan Nabi Muhammad saw
·  Meyakini bahwa isi al-Qur’an dijamin kebenarannya, tanpa ada keraguan sedikit pun
·  Mempelajari, memahami, dan menghayati isi kandungan al-Qur’an
·  Mengamalkan ajaran al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari
Iman kepada Rasul merupakan rukum iman yang ke 4. Nabi Muhammad SAW. merupakan nabi sekaligus rasul yang terakhir. Rasul adalah manusia pilihan Allah yang diangkat sebagai utusan dengan tujuan menyampaikan firman-firman-Nya kepada umat manusia untuk dijadikan pedoman hidup. Sedangkan Nabi adalah Manusia pilihan yang diberi wahyu oleh Allah Swt. untuk dirinya sendiri tapi tidak mempunyai kewajiban untuk menyampaikan pada umatnya.
Iman Kepada Rasul menurut Bahasa Arab merupakan Percaya. Secara istilah atau luasnya, iman kepada rasul berarti meyakini dengan sepenuh hati  bahwa Rasul itu benar-benar utusan Allah yang ditugaskan untuk membimbing umatnya ke jalan yang benar agar selamat di dunia dan akhirat. Dengan mengimani Rasul Allah SWT. adalah kewajiban semua umat Islam karena merupakan rukun Iman yang ke 4. Hal ini diperkuat dalam dalil Naqli pada Al-Quran. Dalil Naqli Iman Kepada Rasul
1.    Surah Al-An'am Ayat 48

    "Dan kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberikan kabar gembira dan memberi peringatan.Barangsiapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tidak ada kekawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”(QS. Al An’am 6 : 48).
2.    Surah An-Nisaa Ayat 136

    "Wahai orang-orang yang beriman! Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan kepada Kitab (al-Qur’an) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab- Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sungguh, orang itu telah tersesat sangat jauh." (Q.S. An-Nisa/4: 136) .
Ada banyak fungsi beriman kepada Rasul Allah, diantaranya yaitu :
·       Bertambah iman kepada Allah SWT dengan mengetahui bahwa rasul benar-benar manusia pilihan Allah
·       Mau mengamalkan apa yang disampaikan para rasul
·       Mempercayai tugas-tugas yang dibawanya untuk disampaikan kepada umatnya
·       Lebih mencintai dan menghormati rasul atas perjuangannya
·       Memperoleh teladan yang baik untuk menjalani hidup
·       Mendapat rahmat Allah
·       Mengerti tatacara bertauhid, beriman / ber’aqidah dan beribadah yang benar
·       Tuntunan menuju jalan yang benar untuk keselamatdunia akhirat
·       Sebagai perantara mengenal Allah dengan segala sifat sempurna-Nya
·       Dapat membedakan antara yang benar (baik) dan yang salah (buruk)
a.         Jujur dalam segala perbuatan
b.        Berkata baik dan benar kepada siapa saja dan apabila tidak bisa berkata baik, maka lebih baik diam.
c.         Melaksanakan amanah dari orang tua, amanah dari guru, amanah dari orang lain, maupun amanah agama.
d.        Berusaha sekuat tenaga untuk berjuang, menegakkan kebenaran dan berjuang untuk mencapai kesuksessan degan penuh kesadaran dan semangat mencari Ridha Allah swt.
e.         Gemar menuntut ilmu pengetahuan agar hidupnya berkualitas
f.         Gemar membaca shalawat atas Nabi Muhammad saw
g.        Tidak mengingkari janji
h.        Melaksanakan atau menaati risalah yang telah disampaikan oleh para rasul.
Hari kiamat adalah Saat kerusakan makhluk. Kehancuran kiamat ini merupakan kehancuran seluruh makhluk, kecuali tuhan tentunya karena Allah swt bukanlah makhluk tetpai kholik. Meliputi makhluk dan penghuni dari alam syahadah dan alam ghaib. (M.Rofiq,1967:152).Keyakinan bahwa kehidupan manusia dan alam semesta ini akan hancur dan ada akhirnya.Kemudian akan beralih kealam yang abadi ( Saepul Anwar:pdf )
Beriman kepada hari akhir yaitu Meyakini akan berakhirnya kehidupan dunia ini dan setelah itu akan memasuki alam lain, dimulai dengan kematian dan kehidupan alam kubur untuk kemudian terjadinya hari kiamat dan selanjutnya adalah kebangkitan (dari kubur), dikumpulkan di padang mahsyar dan diputuskan ke surga atau neraka. Iman kepada hari akhirat merupakan salah satu rukun Iman yang tidak sempurna keimanan seseorang tanpanya, barangsiapa yang mengingkarinya maka dia telah kafir. Allah berfirman:

 “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah dan hari kemudian.” (QS.Al-Baqarah:177).


Ketika Jibril datang kepada rasulullah dan bertanya:
“ Beritahukan kepadaku tentang Iman? Beliau menjawab: “ Kamu beriman kepada Allah, para malaikat Nya, kitabkitab- Nya, para rasul-Nya, hari akhirat, dan kamu mengimani taqdir baik ataupun buruk.” (HR. Muslim).
Para Ulama telah membagi tanda-tanda datangnya hari kiamat ini kepada dua macam:
1)       Tanda-tanda kecil, yaitu yang menunjukkan dekatnya hari kiamat. Dan itu banyak sekali, sebagian besarnya telah terjadi. Diantaranya: Diutusnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, disia-siakannya amanah, dihiasnya masjid untuk menjadi kebanggaan, perlombaan para penggembala dalam mendirikan bangunan, memerangi Yahudi dan membunuh mereka, semakin pendeknya waktu, kurangnya amal, munculnya berbagai fitnah, banyaknya pembunuhan, dan tersebarnya zina serta maksiat. Allah berfirman:

 “ Telah dekat (datangnya) hari kiamat dan telah terbelah bulan.” (QS.Al-Qamar:1)
2)      Tanda-tanda besar, yaitu yang terjadi menjelang saat-saat terjadinya kiamat, dan mengingatkan mulai terjadinya. Dan ini ada sepuluh tanda, dan belum satupun yang muncul. Kesepuluh tanda itu adalah: munculnya Mahdi, keluarnya Dajjal, turunnya Isa alaihi salam dari langit sebagai hakim yang adil lalu dia menghancurkan salib, membunuh Dajjal dan babi, menghentikan jizyah dan menghukumi dengan syariat Islam, munculnya Ya’juj dan ma’juj yang akan didoakan oleh Isa dengan kehancuran maka merekapun mati, terjadi tiga gerhana, satu di timur, satu di barat dan satu di jazirah Arab, asap yaitu: keluarnya asap besar dari langit yang menyelimuti manusia dan menutupi pandangan mereka, diangkatnya Al-Qur’an dari bumi ke langit, terbitnya matahari dari barat, munculnya binatang aneh dan berkobarnya api besar dari And yang menggiring manusia ke bumi Syam sebagai tanda besar yang paling terakhir.
Imam Muslim meriwayatkan dari Hudzaifah bin Usaid Al-Ghifari radhiallahu anhu, bahwasanya beliau berkata:
“Suatu ketika nabi datang dan kami sedang   mudzakarah (saling mengingatkan ilmu), beliau bertanya: “Apa yang sedang kalian bicarakan?” Mereka         menjawab: “Kami sedang membicarakan hari kiamat.”          Beliau berkata: “Sesungguhnya kiamat itu tidak datang sebelum munculnya sepuluh tanda.” Kemudian beliau        menyebut: Asap, Dajjal, binatang, terbitnya matahari           dari barat, turunnya Isa putra Maryam, Ya’juj, Tiga gerhana: satu terjadi di timur, satu di barat dan satu di jazirah Arab, dan yang terakhir adalah keluarnya api dari Yaman yang menggiring manusia menuju tempat berkumpul mereka. (HR. Muslim).
Dalam hadits lain beliau bersabda:
“Akan keluar di akhir umatku nanti Al-Mahdi yang akan Allah turunkan untuknya hujan, hingga bumipun mengeluarkan tumbuhannya, yang memberinya harta yang melimpah, binatang ternak berkembang biak, umat ini menjadi banyak, dia akan hidup selama tujuh atau delapan tahun. (HR. Hakim).
Yang dimaksud dengan sa’ah (hari kiamat) adalah hari keluarnya manusia dari kubur dengan perintah tuhan mereka untuk dihisab, maka orang-orang yang baik akan mendapat kenikmatan, sedangkan mereka yang jahat akan diadzab. Allah berfirman:

 “(Yaitu) pada hari mereka keluar dari kubur dengan cepat seakan-akan mereka pergi dengan segera kepada berhala-berhala (sewaktu di dunia).” (Al-Ma’arij:43).
Beberapa nama lain dari hari akhir yang disebutkan dalam aquran adalah :
a.       YaumQiyamah terdapat pada firman Allah:
 “Aku bersumpah dengan hari kiamat.” (QS.Al- Qiyamah:1)
b.      Al-Qori’ah dalam firman Allah:
“Hari kiamat, apakah hari kiamat itu?” (QS.Al- Qori’ah: 1-2).
c.       Yaumul Hisab dalam firman Allah:
 “Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (Shad:26).
d.      Yaumud Din terdapat dalam firman Allah:
 “Dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka. Mereka masuk ke dalamnya pada hari pembalasan.” (QS.Al-Infithar:14- 15).
e.       Ath-Thammah ada dalam firman Allah:
 “Maka apabila malapetaka yang besar (hari kiamat) telah datang.” (QS.An-Naziat:34).
Menurut M.Rofiq (1967 : 152) kiamat ada dua macam :
1)      Kiamat Sughro ( Kiamat kecil ) adalah saat kerusakan/kehancuran bagi setiap makhluk. Contoh : Tsunami, banjur,Longosr, dan lain-lain
2)      Kiamat kubro (Kiamat besar ) adalah saat kerusakan/kehancuran bagi alam semesta.
Beriman kepada hari akhirat memiliki dua cara; global dan terperinci. Adapun secara global yaitu: Kita mengimani adanya satu hari dimana Allah mengumpulkan pada hari itu seluruh manusia, mulai dari Adam sampai manusia paling terakhir, masing-masing mereka akan mendaapatkan balasan amalannya, sebagian menjadi penghuni surga dan sebagian lagi masuk neraka. Allah berfirman:


 “Katakanlah: “ Sesungguhnya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang kemudian, benar-benar akan dikumpulkan di waktu tertentu pada hari yang dikenal.” (QS.Al-Waqi’ah:49-50).
a)      Alam kubur
b)      Ba’ats
c)      Alam Mahsyar
d)     HIsab/ Mizan
e)      Pembalasan (Syurga / Neraka)

Sedangkan Iman secara terperinci adalah: Mengimani secara mendetail setiap peristiwa sesudah kematian yang mencakup hal-hal berikut ini:
1)      Fitnah kubur
Peristiwa pertama setelah kematian yaitu datangnya dua malaikat yang akan menanyakan pertanyaan tentang siapa tuhanmu, apa agamamu, siapa nabimu. Untuk menjawab semua pertanyaan itu maka Rasulullah dalam hadits yang diriwayatkan oleh Nuttafaqun alaihi bersabda :Tuhanku adalah Allah, Agamaku adalah islam dan nabiku adalah Muhammad SAW”
2)      Siksa kubur dan kenikmatannya
Kubur adalah persinggahan pertama untuk menuju akhirat, siapa saja yang selamat padanya maka yang sesudahnya akan lebih mudah. Azab kubur merupakan penghakiman pertama yang dialami oleh manusia setelah ia wafat. Kenikmatan dan adzab kubur dirasakan oleh ruh dan jasad, dan kadang-kadang hanya ruh yang merasakannya.
3)      Tiupan sangkakala Sangkakala
Sangkakala ditiup oleh malaikat yang kita ketahui dengan nama alaikat Isrofil. Sangkakala ditiup dua kali, pada tiupan pertama seluruh makhluk menjadi mati kecuali yang dikehendaki Allah untuk tetap hidup, tiupan kedua seluruh makhluk sejak Allah menciptakan dunia ini hingga terjadinya kiamat, bangkit dari kubur mereka
4)      Kebangkitan
Kebangkitan merupakan pertanda bahwa perhitungan hari akhir telah dimulai. Seluruh makhuk yang diciptakan Allah dari awal samapai akhir bertemu dan berkumpul untuk melihat catatan amal mereka dan bersiap untuk menerima vonis atas perbuatan mereka.
5)       Pengumpulan, perhitungan dan pembalasan
Pengumpulan (Hasyr) yakni berkumpulnya seluruh manusia disuatu padang luas yang disebut padang mahsyar. Pengumpulan tersebut dilaksanakan guna melakukan perhitungan atas amaalan amalan yang ada yang kita kenal dengan yaumul hisab. Setelah penerimaan perhitungan maka seseorang akan menerima pemabalasan dari amalan mereka yang disebut dengan yaumul jaza’.
6)       Haudh (Telaga di surga)
Pembicaraan mengenai telaga surge sendiri berawal dari hadits nabi saw yang berbunyi :
“Telagaku luasnya sepanjang perjalanan sebulan, airnya lebih putih dari susu, wanginya melebihi kesturi, gelasnya seperti jumlah bintangbintang di langit, barangsiapa yang meminumnya tidak akan pernah haus selamanya.” (HR. Bukhari).
7)       Syafa’at
Syafaat merupakan bentuk pertolongan yang hanya dimiliki dan dapat dilakukan oleh rasululah saw guna membantu umatnya yang meenerima hukuman berat akibat kelalalian mereka. Syafaat memiliki beberapa bentuk diantaranya :
a)      Syafa’at beliau untuk ahli surga agar diizinkan bagi mereka memasukinya (surgaNya)
b)      Syafa’at beliau untuk suatu kaum yang seimbang antara kebaikan dan kejelekan mereka untuk bisa masuk surge
c)      Syafa’at beliau untuk suatu kaum yang diputuskan untuk masuk neraka, agar mereka tidak jadi memasukinya
d)     Syafa’at beliau untuk mengangkat derajat para penghuni surga di dalam surga
e)      Syafa’at beliau untuk suatu kaum agar mereka masuk surga tanpa dihisab terlebih dahulu dan tanpa diazab
f)       Syafa’at beliau untuk para pelaku dosa besar agar tidak masuk neraka
g)      Syafa’at beliau untuk meringankan adzab dari orang yang seharusnya diazab keras

Syafa’at di sisi Allah tidak dibenarkan kecuali dengan dua syarat:
1. Ridha Allah terhadap pemberi dan penerima syafa’at.
2. Izin Allah kepada seseorang untuk memberi syafa’at. Allah berfirman:
 “Dan mereka tiada memberi syafa’at melainkan kepada orang yang diridhai Allah.” (QS.Al- Anbiya’:28).
Dalam firman-Nya yang lain:
 “Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi-Nya tanpa izin-Nya.” (QS.Al-Baqarah:255).

8)       Mizan (Timbangan amal)
 Mizan itu haq, wajib diimani adanya, mizan itu adalah timbangan yang diletakkan oleh Allah untuk menimbang amal manusia di hari kiamat, untuk kemudian membalasnya sesuai dengan amalnya. Allah berfirman:
 “Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti akan Kami mendatangkan (pahala)nya dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.” (QS.Al- Anbiya’:47).

9)       Shirath
Kita mengimani adanya shirath, yaitu jembatan yang dipasang di atas neraka Jahannam dengan jalan yang sangat menakutkan, semua manusia akan melewatinya untuk menuju ke surga.

10)   Qintharah (Tempat Pemberhentian antara surga dan neraka).
Kita wajib mengimani bahwa jika orang-orang mukmin sudah berhasil melewati shirath, mereka akan berhenti di Qintharah. Yaitu sebuah tempat di antara surga dan neraka, di mana orang-orang mukmin akan dihentikan di sini setelah berhasil melewati shirath dan selamat dari neraka, untuk diputuskan permasalahan yang terjadi di antara mereka (kezaliman-kezaliman yang terjadi antara mereka di dunia) sebelum mereka memasuki surga. Manakala mereka sudah bersih dan suci maka baru diizinkan untuk memasuki surga. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

“Ketika orang-orang mukmin itu sudah selamatmelewati neraka, mereka dihentikan di sebuah tempat yang terletak antara surga dan neraka, maka diselesaikanlah permasalahan (kezaliman-kezaliman) yang dulu pernah ada di antara mereka di dunia, hingga manakala mereka sudah dibersihkan dan disucikan, baru diizinkan untuk memasuki surga, maka demi yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, salah seorang dari mereka lebih tahu dengan tempat tinggalnya di surge daripada tempat tinggalnya sewaktu di dunia.” (HR.Bukhari).
11)         Surga dan Neraka.
Kita mengimani bahwasanya surga itu benar adanya demikian juga neraka, dan bahwasanya keduanya sudah ada, tidak akan pernah rusak dan punah, bahkan keberadaannya abadi. Begitu juga kenikmatan ahli surge tidak akan pernah habis dan hilang. Siksaan ahli neraka yang telah diputuskan oleh Allah untuk kekal di dalamnya tidak akan pernah habis dan berhenti.

Beriman kepada hari akhirat mengandung banyak hikmah dan faedah, diantaranya:
a)      Menimbulkan keinginan yang tinggi untuk melakukan ketaatan dan senantiasa berusaha untuk itu demi mengharapkan pahala.
b)      Menimbulkan rasa takut untuk melakukan kemaksiatan atau meridhai perbuatan maksiat, karena takut akan siksaan pada hari tersebut.
c)      Menghibur orang-orang yang mukmin karena kenikmatan dunia yang luput dari mereka, lantaran mengharap kenikmatan akhirat dan pahalanya.
d)     Beriman kepada hari kebangkitan merupakan pangkal kebahagiaan individu dan masyarakat. Karena apabila manusia beriman bahwasanya Allah akan membangkitkan seluruh makhluk setelah kematian mereka dan membalas seluruh amal mereka serta mengambil hak orang yang didzalimi dari orang yang mendzalimi hingga dari binatang sekalipun, maka ia akan istiqamah taat kepada Allah, dengan demikian akan lenyaplah kejahatan dan akan tersebarlah kebaikan di masyarakat serta akan membahana keutamaan dan ketenangan.

Taqdir adalah Ketentuan Allah untuk seluruh yang ada sesuai dengan ilmu dan hikmah-Nya. Taqdir ini kembali kepada kudrat (kekuasaan) Allah, sesungguhnya Dia atas segala sesuatu maha kuasa, dan berbuat apa yang dikehendaki-Nya. (M.Rofiq,1967:152)
 Iman kepada taqdir merupakan bagian dari iman kepada rububiyah Allah subhanahu wataala dan merupakan salah satu dari rukun iman yang tidak akan sempurna keimanan seseorang tanpanya.
Allah berfirman:

 “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (QS.Al-Qomar: 49).
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
 “ Segala sesuatu sudah ditaqdirkan hingga orang yang lemah dan cerdik atau orang cerdik dan lemah.” (HR. Muslim).
a)      Tingkatan taqdir
 Tidak sempurna keimanan kepada taqdir kecuali dengan meyakini empat tingkatan: Pertama: Beriman kepada ilmu Allah yang Azali, yang meliputi segala sesuatu. Allah berfirman:

 “Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi? Bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfudz). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (QS.Al-Hajj:70).
Kedua: Beriman kepada penulisan ilmu Allah atas taqdir segala sesuatu di Lauh Mahfudz. Allah berfirman:

“Tiadalah Kami alpakan sesuatupun di dalam al Kitab.” (QS.Al-An’am:38).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
 “Allah telah menulis taqdir (ketentuan yang akan berlaku kepada) seluruh makhluk sebelum Dia menciptakan langit dan bumi lima puluh ribu tahun.” (HR. Muslim).

b)      Beriman kepada kehendak Allah yang pasti terlaksana dan kekuasaan-Nya yang menyeluruh. Allah berfirman:

 “Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (QS.At-Takwir: 29).

c)      Beriman bahwa Allah adalah pencipta segala sesuatu. Allah berfirman:

“Allah adalah pencipta segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.” (QS.Az-Zumar: 62).
a)      Taqdir umum untuk seluruh makhluk, dan Allah menulisnya di lauh mahfudz lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.
b)      Taqdir sepanjang umur, yaitu setiap yang terjadi pada seorang hamba dari sejak ditiupkan ruh kepadanya hingga akhir ajalnya.
c)      Taqdir tahunan, Yaitu taqdir terhadap apa yang akan terjadi setiap tahun, ia ditentukan pada malam lailatul qadar setiap tahun
d)      Taqdir harian, yaitu taqdir terhadap apa yang terjadi setiap hari, berupa mulia dan hina, diberi dan tidak, hidup dan mati dan lain sebagainya.
Seorang hamba memiliki dua kewajiban terhadap masalah taqdir:
a.        Memohon pertolongan Allah untuk bisa melaksanakan perbuatan yang diperintahkan dan menjauhi yang dilarang, juga berdo’a agar dimudahkan serta dijauhkan dari kesulitan dan bertawakal kepada-Nya serta memohon perlindungan kepada-Nya. Dengan demikian ia memiliki ketergantungan kepada Allah dalam usahanya untuk melakukan kebaikan dan meninggalkan kejahatan.
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
 “Berusahalah untuk sesuatu yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah dan jangan kamu lemah, dan jika kamu ditimpa suatu musibah maka jangan kamu berkata: kalau saja saya berbuat begitu dan begini maka pasti hasilnya akan begini dan begitu. Tetapi katakanlah: Allah telah mentaqdirkannya dan apa yang Dia kehendaki pasti akan Dia lakukan. Karena sesungguhnya berandaiandai akan membuka amal setan.”
b.       Harus bersabar menerima apa yang telah ditaqdirkan dan tidak gelisah, serta mengetahui bahwa hal itu dari Allah supaya ia rela dan pasrah. Serta mengetahui bahwa apa yang akan menimpanya pasti terjadi, dan apa yang tidak akan menimpanya juga pasti tidak menimpanya.
c.       Ridha dengan qadha dan qadar
Ridha terhadap taqdir adalah suatu keharusan; karena itu merupakan kesempurnaan ridha dengan rububiyah Allah. Maka setiap mukmin harus ridha dengan qadha’ Allah; karena perbuatan Allah dan qadha’-Nya semua baik dan adil serta hikmah, barangsiapa yang dirinya meyakini bahwa apa saja yang akan menimpanya tidak akan meleset dan apa yang tidak akan menimpanya pasti tidak akan menimpanya, dia akan terlepas dari rasa bingung dan ragu-ragu serta kegelisahan, dan kegoncangan dalam hidupnya pun akan lenyap. Maka dia tidak akan bersedih atas apa yang luput darinya, dan tidak takut dengan masa depannya, dengan demikian dia akan menjadi manusia paling bahagia, memiliki jiwa yang paling baik dan mempunyai pikiran yang paling tenang. Barangsiapa yang menyadari bahwa ajalnya sudah ditentukan, rezkinya sudah dibatasi, rasa takut tidak  menambah umurnya, dan kekikiran tidak akan menambah rezkinya, karena semuanya telah dicatat, maka dia akan bersabar atas segala musibah yang menimpa, dan beristighfar atas segala dosa dan kemaksiatan yang telah dilakukan, serta ridha dengan taqdir Allah, dengan demikian dia telah menggabungkan antara mentaati perintah Allah dan bersabar terhadap segala musibah.
Allah berfirman:

 “Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan barang siapa yang beriman kepada Allah, nicaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS.At-Taghabun:11).

d.      Hidayah
Hidayah ada dua macam:
a)       Hidayah bimbingan dan arahan kepada kebenaran, ini untuk semua makhluk. Hidayah inilah yang sanggup dilakukan oleh para rasul dan pengikut mereka. Allah berfirman:

 “Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS.Asy- Syura:52).
b)       Hidayah taufik dan tastbit (keteguhan hati) dari Allah. Hidayah ini adalah anugerah dan karunia dari Allah untuk hamba-hamba-Nya yang bertakwa. Hidayah ini hanya dimiliki oleh Allah, tidak ada yang sanggup memberikannya kecuali Dia.
Allah berfirman:

 “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allahlah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya.” (QS.Al-Qashash:56).

e.       Iradah (kehendak) di dalam kitab Allah ada dua macam:
a)       Iradah kauniyah qadariyah
Iradah kauniyah qadariyah yaitu kehendak yang meliputi semua yang ada, apa saja yang Allah kehendaki pasti akan terjadi, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak akan terjadi. Iradah ini memastikan terjadinya apa yang dimaksud, tetapi tidak berarti hal tersebut pasti dicintai dan diridhai, kecuali jika berhubungan dengan iradah syar’iyyah. Allah berfirman:

 “Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapang kan dadanya untuk (memeluk agama) Islam.” (QS.Al-An’am:125).
b)       Iradah diniyah syar’iyah
Iradah diniyah syar’iyah, yaitu kecintaan terhadap suatu yang dimaksud dan terhadap pelakunya serta ridha kepada mereka, tetapi tidak berarti hal yang dimaksud tersebut pasti terjadi, kecuali jika dibarengi dengan iradah kauniyah. Allah berfirman:

 “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (Al- Baqarah:185).
Iradah kauniyah lebih umum, karena setiap segala yang dimaksud secara syar’i yang terjadi berarti hal tersebut dikehendaki secara kauniyah, dan tidaklah setiap yang dimaksudkan secara kauni yang terjadi berarti dimaksudkan secara syar’i. Iman Abu Bakar radhiallahu anhu misalnya, terjadi padanya dua iradah. Sedangkan contoh yang terjadi padanya iradah kauniyah saja walaupun dimaksudkan juga secara iradah syar’iyah adalah imannya Abu Jahal. Maka walaupun Allah menghendaki terjadinya kemaksiatan secara taqdir dan menginginkannya secara kauniyah, tetapi Dia tidak menginginkannya secara syar’iyah dan dien, Allah tidak menyukainya dan tidak memerintahkannya. Bahkan Dia membenci, dan melarangnya serta mengancam pelakunya. Semua itu  masuk dalam taqdirnya.
Adapun ketaatan dan keimanan, maka Allah mencintai dan memerintahkannya bahkan menjanjikan untuk pelakunya pahala dan balasan yang baik. Seseorang tidak akan berbuat maksiat kepada Allah subhanahu wataala kecuali atas kehendak-Nya

 Allah subhanahu wata’ala menjadikan beberapa hal yang mampu menolak terjadinya taqdir dan mengangkatnya, yaitu berupa do’a, sadaqah, obat-obatan, kehati hatian dan tekad, karena hakikat semuanya itu adalah qadha’ dan taqdir Allah hingga kepandiran dan kepintaran.

Pernyataan bahwa taqdir adalah merupakan rahasia Allah pada makhluk-Nya, terbatas pada aspek yang tersembunyi pada qadar. Hakikat dari segala sesuatu tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah semata, dan tidak dapat diketahui oleh manusia, seperti bahwasanya Allah menyesatkan, memberi petunjuk, menghidupkan, mematikan, memberi, menahan. sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW
 “Jika disebut tentang taqdir maka diamlah kalian.” (HR. Muslim).
Barangsiapa yang menginkari taqdir, sungguh ia telah menginkari salah satu landasan pokok syari’ah dan ia telah kafir karenanya. Sebagian ulama’ salaf berkata: “Debatlah Qadariyah dengan ilmu, jika mereka mengingkarinya maka mereka telah kafir, dan jika mereka mengakuinya maka mereka membantah.”
 Beriman kepada taqdir membuahkan hasil dan dampak yang baik untuk umat dan individu, diantaranya:
a)      Akan membuahkan berbagai macam amal saleh dan sifat yang terpuji, seperti ikhlas, tawakal, rasa takut dan pengharapan kepada Allah, berbaik sangka kepada-Nya, sabar dan tabah, menghilangkan rasa putus asa, ridha dengan Allah, hanya bersyukur kepada Allah, dan senang dengan karunia dan rahmat-Nya, tawadhu’ kepada-Nya, meninggalkan kesombongan dan keangkuhan, mendorong untuk berinfak di jalan kebaikan karena tsiqah (percaya) kepada Allah, berani, qana’ah (menerima yang ada) dan memiliki harga diri, tekad yang tinggi, tegas, kesungguhan dalam segala permasalahan, bersikap menengah dalam suka atau duka, selamat dari hasad dan penolakan, bebasnya akal dari khurafat dan berbagai kebatilan, kelapangan jiwa dan ketenangan hati.
b) Beriman kepada taqdir, melindunginya dari sebab-sebab yang menjerumuskan kepada kesesatan dan suul khatimah (pengakhiran hidup yang jelek), karena taqdir membuat seseorang senantiasa bersungguh-sungguh untuk istiqamah, memperbanyak amal saleh dan menjauhi kemaksiatan dan penyebab kehancuran.
c)  Menumbuhkan pada jiwa orang-orang beriman keteguhan hati dan keyakinan yang mantap disamping mengusahakan sebab dalam menghadapi musibah dan berbagai kesulitan.
Keimanan dalam diri seseorang merupakan jati diri seseorang dihadapan sang pencipta. Keimanan dapat bertambah dan dapat berkurang seiring berjalannya waktu tergantung situasi dan kondisi yang dialaminya. Keimanan seseorang meliputi keimanan kepada Allah, keimanan kepada malaikat, keimanan kepada kitab, keimanan kepada rasul, keimanan kepada hari akhir dan keimanan kepada qada dan qadar. Keimanan yang dijaga secara berkrsinambungan pada taraf yag signifikan akan menghasilkan buah dari keimanan itu sendiri seperti terjauhnya orang tersebut dari kebatilan.
Referensi
Al-Bahra. (2009).Hirarki Keimanan. Pdf (Didownload Tanggal 15 Oktober 2016 Pukul 21.35)
Amirudin,Aam. (2006). Tafsir Kontemporer,Bandung :  Khazanah Intelektual.
Naofal,Erlan. (2016). Hakikat Iman. Pdf (Didownload Tanggal 16 Oktober 2016 Pukul 11.14)
Nasution,Harun. (1973). Falsafat dan Mistisisme dalam Islam. Jakarta : Bulan Bintang
KEIMANAN_DAN_KETAQWAAN,PDF(Didownload Tanggal 13 Oktober 2016 Pukul 11.44)
Id_the_pillars_of_faith.pdf  (Didownload Tanggal 13 Oktober 2016 Pukul 12.43)
 Rofiq,Muhammad. (1967).Kepercayaan Iman. Yogyakarta : Pt.alma’arif,
Ahmadi,Abu, dkk. (1994).Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam. Jakarta : Bumi Aksara
M.isa  Salamat dalam (http://hasan98.tripod.com)
http://zarmiislam.blogspot.co.id/2014/06/hakikat-beriman-kepada-malaikat.html?m=1





No comments:

Post a Comment