Budaya Minangkabau
Sumatra barat adalah salah
satu dari dua daerah yang ada di dunia yang mempunyai keunikan tersendiri dan
sangat mencolok dari kebudayaan mereka. Satunya lagi yaitu negeri Sembilan yang
ada di Malaisya. Keunikan budaya pada kedua daerah ini terletak pada garis
keturunan, harta warisan, sistim demokrasi dan danya harta yang disebut harta
pusaka yang tidak bisa di perjual belikan.
Yang
pertama pada garis keturunan. Di minangkabau, garis keturunan mengikut pada
garis keturunan ibu ( perempuan / Matriakat). Garis keturunan masih berlanjut
jika daam keluarga tersebut masih ada anak perempuan. Jika sudah tidak ada anak
perempuan lagi dalam satu masa maka garis keturunannya dikatakan putus dan
disambugkan dengan kerebat terdekatnya. Hal ini sangat berbeda dengan
budaya-budaya yang ada di Indonesia maupun dunia yang rata-rata menyambungkan
keturunan berdasarkan anak laki-lakinya. Betapa banyak suku suku di dunia ini
yang membanggakan anak laki-laki sebagai penyambung garis keturunan namun beda
halnya dengan yang ada di minangkabau yang lebih menghormati perempuan sebagai
penyambung garis keturunan. Berlajut yang kedua yaitu paa pembagian harta
warisan, tak jauh beda halnya dengan garis keturunan harta warisan di
minangkabau juga deikian. Harta pusaka (harta warisan tinggi) hanya diberikan
kepada pihak perempuan atau pihak yang menyambung garis keturunan. Harta pusaka
tinggi di minangkabau adalah harta warisan yang telah turun temurun dari nenek
moyang yang menyebabkan harta tersebut tidak dimiliki secara utuh oleh yang
menerimanya. Mereka yang menerima hanya akan diperbolehkan untuk memakai bukan
untuk menjualnya. Dengan demikian, perempuan perempuan di minangkabau, semiskin
apapun dia akan tetap memiliki tanah meskipun tidak dimiliki secara utuh. Dalam
system demokrasi di minangkabau juga ada kelainan. Pimpinan adat ( Dt.Pangulu )
adalah salah satunya, pangulu adalah orang yang dituakan di dalam suatu kampung
didulukan selangkah dan ditinggikan
seranting. Dengan demikian kepemimpinandalam minangkabau meskipun ia
memiliki jabatan sebagai pengulu tapi ia hanya ditinggikan sedikit dari yang
lainnya. Jika pengulu bermasalah maka anak buah / anggota kampung tersebut bisa
saja menjatuhkannya dan menggantinya dengan yang baru. Hal inipun juga
menampakkan bahwasanya di minangkabau kesenjangan social antara masyarakat
tidak terlalu mecolok. Seorang pangulu memiliki tanggung jawab yang besar
terhadap anak kemenakannya dan juga masyarakatnya. Maka muncullah filsafat
untuk seorang penghulu anak di pangku
kamanakan di bimbiang urang kampuang di patenggangkan. Artinya seorang
penghulu lebih luas tanggung jawabnya dalam masyarakat dan keluarga. Anak
diajari dengan kasih sayang, keponakan diajari dengan bimbingan dan masyarakat
diajari dengan sopan santun sehingga akan muncullah kehidupan yang harmonis
dilingkungan keluarga, dan juga masyarakat. Dengan tugas dan tanggung jawab
yang cukup besar itu jualah penghulu dipandang sebagai orang terhormat di
kampungnya jika hal hal diatas diperhatikannya.