Tukang kayu dan anaknya
Dahulu kala, di sebuah desa ada di pinggir hutan hiduplah
seorang tukang kayu dan anaknya yang masih muda dan kuat. Bapaknya tiap hari
bekeja membuat peralatan yang terbuat dari kayu seperti meja, kursi, lemari dan
tempat tidur. Sedangkan si anak pagi pagi pergi kesekolah untuk belajar dan
pulang setelah matahari mulai menghilang. Suatu hari sang anak bermain bola
bersama teman temannya disaat jam istirahat dan tanpa sengaja memecahkan pot
bunga sekolah yang ada di depan kelasnya. Lantas semua yang bermain waktu itu
kabur dan menghilang karena takut dimarahi oleh gurunya. Tapi si anak tukang
kayu tidak, ia mendekati pot bunga yang dipecahkan temannya itu dan
mengumpulkannya serta membersihkan bekas tanah yang berserakan. Tak lama berselang
gurupun datang menghampirinya dan tanpa piker panjang melayangkan tanggannya ke
pipi sang anak. “dasar anak tak tahu diri, sudah tak bisa bayar uang sekolah
sekarang juga menghancurkan fasilitas sekolah” kata sang guru. Si anak terisak
dan berlari pulang kerumahnya. Dirumah ia menceritakan kejadian yang di
alaminya kepada ayahnya, “ayahku, mengapa guru itu mengatakan hal itu kepadaku?
Padahal aku hanya ingin memperbaikinya yah”tanyanya. Ayahnya tersenyum, membuat
si anak keheranan. “Anakku, mari kamu ikut denganku ke bengkel”ajaknya. “Kamu
lihat begaimana pekerjaan ayah, membuat dan memperbaiki perabotan kayu
masyarakat, nanti sore akan datang orang yang memesan kursi ini kesini, kamu
tunggulah”ungkap sang ayah.
Setelah sore, pemilik kursi itupun datang untuk menjemput
kursinya. Tukang kayu itu memperlihatkan hasil kerjanya kepada sang pemesan dan
si anak tukang kayu berdiri di samping sang ayah. Setelah melihat lihat hasil
pesanannya si pemesan bergumam,”hei tukang kayu, kenapa kursi saya jadi miring
seperti ini, apakah kamu tidak bisa membuat kursi yang lurus untuk diduduki?”
“Pak, kursi ini saya miringkan supaya bapak lebih nyaman duduk di atasnya dan
supaya punggung bapak tidak kaku”jawab si tukang kayu. Setelah berdebat tentang
pesanannya dan si tukang kayu pun berulang kali menjelaskan kegunaan kursi yang
ia buat. Akhirnya sipemesan kursipun mengerti dan mengucapkan terima kasih
kepada si tukang kayu bahkan membayar lebih mahal dari perjanjian mereka semula
karena si tukang kayu telah memikirkan dampak lain dan meningkatkan kualitas
pesanannya. Setelah pemesan kursi pergi, si tukang kayu pergi dan memanggil
anaknya. Wahai anakku, kamu lihat apa yang barusan terjadi? Ketika pemesan
kursi itu datang dan marah karena hasilnya tak seperti yang ia inginkan?
Begitulah manusia nak, mereka hanya melihat apa yang dia inginkan dan akan
berusaha untuk menemukan kesalahan sekecil apapun untuk menjatuhkan manusia
yang lain. Mereka tidak ingin tahu bagaimana dampaknya.
Wahai sahabatku, tak terasa kita memang sering melakukan
hal tersebut kepada orang lain, marah kepadanya karena melakukan kesalahan tapi
kita tidak mengerti kebaikan dari kesalahan yang dia perbuat. Bahkan kita
sering menjatuhkannya hanya karena salah menggunakan bahasa. Sangat sadis
memang kehidupan seperti itu ketika seseorang kita jatuhkan hanya karena
kesalahan kecil namun kita membesar-besarkannya.