Aku Wawan, putra asli
Padang Japang. Aku dilahirkan disini 18 th yang lalu ketika negaraku Indonesia
sedang berkecamuk. Krisis moneter dan suksesi pemerintahan menyambut
kelahiranku ke dunia ini. Ibuku seorang sarjana pendidikan di Institut Agama
Islam Negri Imam Bonjol ( IAIN IB ) Padang sedangkan ayahku hanya tamatan
Madrasah Aliah Negri ( MAN ) Balai Bancah atau sekarang yang lebih dikenal
dengan sebutan MAN Model Bukittinggi. Ditengah kehebohan dan krisis sedang
berlangsung ibu membawaku ke kota Padang untung menetang kerasnya kehidupan
sambil terus berharap dapat memanfaatkan ijazah S1 nya yang telah ia dapatkan
dengan susah payah selama empat tahun. Namun hal tersebut hingga saat ini hanya
tinggal angan baginya karna ketika aku berumur lima tahun, ibu harus pulang
kampung dan meninggalkan semua impian dan cita-citanya karena harus merawat
nenekku yang jatuh sakit hingga wafat. Selama satu tahun aku tinggal dengan
ayah di Padang sambil menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-Kanak Raudathul
Alfa Hanifa Balai Baru.
Setelah menyelesaikan
pendidikan di Taman Kanak-Kanak ayah memutuskan untuk pindah total ke kampung
halamanku dan meninggalkan pekerjaannya sebagai tukang bengkel. Sejak saat itu
aku tinggal di rumah keluarga yang di bangun nenek setelah kakekku meninggal
dunia. Di sini di Padang Japang aku memulai pendidikan sekolah dasar di sebuah
SD yang bernama SDN 02 VII Koto Talago yang arti kata “ VII Koto Talago “
sendiri baru aku ketahui artinya setelah kelas tiga SD. Selama satu tahun aku
aku hampir tak memiliki teman karna aku tergolong orang baru bagi
teman-temanku.Walupun aku telah berusaha bergaul dengan mereka namun bahasa dan
pakaian celana panjang yang aku gunakan selalu menjadi cemoohan bagi mereka.
Hal itu membuatku belajar bahwa jika ingin diterima oleh mereka aku harus
menghilangkan hal-hal yang membuat aku berbeda dari mereka. Pertama tama aku
mengganti pakaian celana panjang dengan celana pendek karena kala itu murid
Sekolah Dasar ( SD ) harus memakai celana pendek. Hal tersebut ternyata tak
terlalu berpengaruh karna yang menjadi masalah utama dalam pergaulan namun
bahasa, akibatnya aku jadi pendiam dan setelah pulang sekolah hanya berdiam
diri di rumah sedangkan teman-temanku sudah keluyuran kesana kemari. Meskipun
di kalanagan teman teman aku tak terlalu mendapat tempat lain halnya disisi
majlis guru, bagi mereka aku tergolong anak kesayangan karena memang sejak
kelas satu SD aku selalu mendapat juara pertama di kelas. Tahun kedua merupakan
tahun tahun yang sangat menyenangkan bagiku karena teman teman sudah bisa
menerimaku dalam perkumpulan mereka ditambah lagi semakin fasihnya aku
berbicara dengan ejaan padang japing yang berdialek –ea. Di pekarangan sekolah kini aku telah memiliki teman untuk
bermain namun di rumah aku masih belum bisa bergaul dengan mereka karna
rata-rata teman temanku sudah pandai bersepeda dan mereka sering bermain
keliling kuliling dengan sepedanya sedangkan aku hanya bisa diam dirumah karna
aku tidak pandai bersepeda. Setelah belajar sepeda dengan Zaki yang
merupakan teman dan juga tetanggaku
akhirnya aku bisa bersepeda pada kelas empat SD dan akupun menghabiskan masa
kanak kanak di Padang Japang dengan canda, tawa, dan suka cita.
Enam tahun tanpa sadar
telah aku lalaui di SDN 02 VII Koto
Talago dan sekarang aku telah duduk di kelas enam SD yang merupakan tingkatan
tertinggi di sekolah dasar. Selama enam tahun itu juga telah banyak menuai
prestasi baik di bidang akademik ataupun non-akademik. Prestasi terakhir yang
aku ukirkan untuk SDN 02 VII Koto Talago adalah lomba matematika PASAID tingkat
sumbar. Namun layaknya dua sisi mata uang, dengan semua prestasi tersebut ada
teman teman yang senang denganku dan ada pula yang tidak senang dengan hal itu
karena merasa tersaingi, hingga saat ini masih terasa hawa kecemburuan dari
beberaa teman-temanku tersebut. Hebatnya aku sudah merasa terbiasa sendiri
dengan situasi seperti ini dan kata kata yang memenuhi kepalaku saat menghadapi
situasi seperti ini adalah “whatever”
Sekarang masa kanak kanak
itu telah berakhir, akupun sudah siap dengan segala kemungkinan yang akan
terjadi pada kehidupan remaja. Awalnya memang sulit ketika aku baru duduk di
kelas VII MTs, aku terpengaruh oleh lingkungan baruku yang keras dan akupun
menjadi terkenal karena dalam tiga bulan pertama aku sudah di panggil dua kali
ke ruangan guru bimbingan konseling ( BK ). Hal ini tentunya karena tingkah
lakuku. Meskipun aku menjadi siswa yang tergolong kepada siswa bandel namun
prestasiku tidak menurun dari sebelumnya, karna aku langsung menjadi juara umum
semenjak kelas VII dan prestasi itu berhasil aku pertahankan sampai aku duduk
di kelas XII. Setelah naik kelas aku berusaha meninggalkan kebiasaan buruk
tersebut dengan bergabung dengan salah satu klub sepak bola binaan karang taruna
desa yaitu SSB P3 Fc dan juga aku aktif dalam perkumpulan karang taruna. Di
sini aku memupuk prestasi non-akademik dan juga menimba pengalaman dalam
berorganisasi. Tahun 2011 aku bersama klub P3D Fc finis di posisi ke tiga liga
remaja dan juga aku terpilih sebagai utusan Kwartir Cabang 07 Lima Puluh Kota
untuk mengikuti kegiatan Jambore Nasional IX di kota Palembang yang di
selenggarakan tanggal 2 – 9 Juli 2011. Sejak saat itu aku tidak lagi di panggil
ke kantor karna kebandelanku tetapi karna prestasi yang aku raih. Tiga tahun
telah berlalu telah selesai mengikuti Ujian Nasional dan Alhamdulillah aku
mendapat nilai yang cukup memuaskan. Dengan prestasi tersebut aku di tawarkan
oleh kepala Madrasah Aliah Darul Funun untuk melanjutkan studi di sana. Akupun
menerimanya.
Selama belajar di
Madrasah Aliah Darul Funun aku merasa tak terlalu berubah dari tingkat
sebelumnya. Dimulai di kelas sepuluh, aku tergolong siswa yang ambisius.
Buktinya ketika diadakan lomba Kompetisi Sains Madrasah aku ngotot untuk ikut
meskipun 80% majelis guru menertawakannya. Aku bertekad akan membuat guru guru
yang menetawakanku akan terdiam. Pada waktu itu aku mengambil bidang studi
matematika dan Alhamdulillah aku lolos ke tingkat provinsi. Aku sangat bahagia
karna berhasil membuat guru yang merendahkanku terdiam. Di tingkat provinsi aku
hanya meraih juara kedua dengan selisih point 3 point juara pertama. Namun aku
tetap bersyukur. Tahun berikutnya aku adalah siswa kelas XI-IPA yang merupakan
angkatan pertama di Madrasah Aliah Darul Funun. Karena jurusan IPA adalah
jurusan baru fasilitas belajar seperti laboratorium belum lengkap bahkan guru
yang mengajar masih ada guru tingkat MTs yang dirangkapkan ke tingkat MA.
Alhasil kami kesulitan dalam belajar terutama dalam mata pelajaran biologi. Sewaktu
ujian mid semester aku sempai kaget melihat nilai biologiku yang tak mencapai
target, dengan susah payah aku belajar dengan siswa sekolah lain dan
Alhamdulillah aku dapat memperbaikinya sewaktu ujian semester akan tetapi aku
gagal memperbaiki nilai kimia.
Memasuki semester kedua
kelas XI seleksi KSM tingkat kabuapaten kembali dibuka. Kali ini aku berniat
mengikuti bidang studi fisika, namun atas saran kepala sekolah aku akhirnya
mengikuti bidang studi matematika dan aaku kembali lolos ke tingkat propinsi
setelah mengalahkan lawan lawan di tingkat kabupaten. Roda memang berputar,
itulah yang aku rasakan saat mengikuti lomba KSM di tingkat provinsi tahun
2014. Aku gagal mempertahankan peringkat kedua tahun lalu dan hanya berhasil
memperoleh peringkat tiga. Kecewa dan bangga bergejolak di dalam dadaku, kepsek
dan guru pembimbing. Kecewa karena gagal lolos ke tingkat nasional yang tahun
lalu hamper ku dapat dan bangga karena telah berhasil menorehkan prestasi yang
luar biasa bagi sekolah, karena selama ini tak pernah sekalipun Madrasah Aliah
Darul Funun mengutus siswanya mengikuti lomba KSM tingkat provinsi.
Sekarang kegembiraan
itu telah usai karena aku telah duduk di kelas XII – IPA yang merupakan penentu
jalanku. Kemana kelak akan ku arahkan diriku ini setelah tamat tingkat Madrasah
aliah. Tak mudah mengambil keputusan bagiku, karena aku merupakan anak pertama
dan juga cucu pertama dalam keluarga. Yang akan membimbing adik adikku. Setelah
meminta masukan dari semua anggota keluarga dan orang orang terdekatku aku
bulatkan bahwa aku kelak akan menjadi seorang tenaga pendidik. Hal ini aku
putuskan karena dengan menjadi seorang guru yang mengajarkan hal-hal baik dan
berguna kelak setelah aku wafat aku akan tetap mendapatkan tambahan saldo pahala
dari ilmu yang aku ajarkan. Di sampan itu aku ingin melanjutkan cita cita ibuku
yang terganjal keadaan darurat. Dan aku berharap semua itu bisa terwujud. Amin