Friday 12 September 2014

the story of wawan



            Aku Wawan, putra asli Padang Japang. Aku dilahirkan disini 18 th yang lalu ketika negaraku Indonesia sedang berkecamuk. Krisis moneter dan suksesi pemerintahan menyambut kelahiranku ke dunia ini. Ibuku seorang sarjana pendidikan di Institut Agama Islam Negri Imam Bonjol ( IAIN IB ) Padang sedangkan ayahku hanya tamatan Madrasah Aliah Negri ( MAN ) Balai Bancah atau sekarang yang lebih dikenal dengan sebutan MAN Model Bukittinggi. Ditengah kehebohan dan krisis sedang berlangsung ibu membawaku ke kota Padang untung menetang kerasnya kehidupan sambil terus berharap dapat memanfaatkan ijazah S1 nya yang telah ia dapatkan dengan susah payah selama empat tahun. Namun hal tersebut hingga saat ini hanya tinggal angan baginya karna ketika aku berumur lima tahun, ibu harus pulang kampung dan meninggalkan semua impian dan cita-citanya karena harus merawat nenekku yang jatuh sakit hingga wafat. Selama satu tahun aku tinggal dengan ayah di Padang sambil menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-Kanak Raudathul Alfa Hanifa Balai Baru.
            Setelah menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-Kanak ayah memutuskan untuk pindah total ke kampung halamanku dan meninggalkan pekerjaannya sebagai tukang bengkel. Sejak saat itu aku tinggal di rumah keluarga yang di bangun nenek setelah kakekku meninggal dunia. Di sini di Padang Japang aku memulai pendidikan sekolah dasar di sebuah SD yang bernama SDN 02 VII Koto Talago yang arti kata “ VII Koto Talago “ sendiri baru aku ketahui artinya setelah kelas tiga SD. Selama satu tahun aku aku hampir tak memiliki teman karna aku tergolong orang baru bagi teman-temanku.Walupun aku telah berusaha bergaul dengan mereka namun bahasa dan pakaian celana panjang yang aku gunakan selalu menjadi cemoohan bagi mereka. Hal itu membuatku belajar bahwa jika ingin diterima oleh mereka aku harus menghilangkan hal-hal yang membuat aku berbeda dari mereka. Pertama tama aku mengganti pakaian celana panjang dengan celana pendek karena kala itu murid Sekolah Dasar ( SD ) harus memakai celana pendek. Hal tersebut ternyata tak terlalu berpengaruh karna yang menjadi masalah utama dalam pergaulan namun bahasa, akibatnya aku jadi pendiam dan setelah pulang sekolah hanya berdiam diri di rumah sedangkan teman-temanku sudah keluyuran kesana kemari. Meskipun di kalanagan teman teman aku tak terlalu mendapat tempat lain halnya disisi majlis guru, bagi mereka aku tergolong anak kesayangan karena memang sejak kelas satu SD aku selalu mendapat juara pertama di kelas. Tahun kedua merupakan tahun tahun yang sangat menyenangkan bagiku karena teman teman sudah bisa menerimaku dalam perkumpulan mereka ditambah lagi semakin fasihnya aku berbicara dengan ejaan padang japing yang berdialek –ea. Di pekarangan sekolah kini aku telah memiliki teman untuk bermain namun di rumah aku masih belum bisa bergaul dengan mereka karna rata-rata teman temanku sudah pandai bersepeda dan mereka sering bermain keliling kuliling dengan sepedanya sedangkan aku hanya bisa diam dirumah karna aku tidak pandai bersepeda. Setelah belajar sepeda dengan Zaki yang merupakan  teman dan juga tetanggaku akhirnya aku bisa bersepeda pada kelas empat SD dan akupun menghabiskan masa kanak kanak di Padang Japang dengan canda, tawa, dan suka cita.
            Enam tahun tanpa sadar telah aku lalaui  di SDN 02 VII Koto Talago dan sekarang aku telah duduk di kelas enam SD yang merupakan tingkatan tertinggi di sekolah dasar. Selama enam tahun itu juga telah banyak menuai prestasi baik di bidang akademik ataupun non-akademik. Prestasi terakhir yang aku ukirkan untuk SDN 02 VII Koto Talago adalah lomba matematika PASAID tingkat sumbar. Namun layaknya dua sisi mata uang, dengan semua prestasi tersebut ada teman teman yang senang denganku dan ada pula yang tidak senang dengan hal itu karena merasa tersaingi, hingga saat ini masih terasa hawa kecemburuan dari beberaa teman-temanku tersebut. Hebatnya aku sudah merasa terbiasa sendiri dengan situasi seperti ini dan kata kata yang memenuhi kepalaku saat menghadapi situasi seperti ini adalah “whatever”
            Sekarang masa kanak kanak itu telah berakhir, akupun sudah siap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi pada kehidupan remaja. Awalnya memang sulit ketika aku baru duduk di kelas VII MTs, aku terpengaruh oleh lingkungan baruku yang keras dan akupun menjadi terkenal karena dalam tiga bulan pertama aku sudah di panggil dua kali ke ruangan guru bimbingan konseling ( BK ). Hal ini tentunya karena tingkah lakuku. Meskipun aku menjadi siswa yang tergolong kepada siswa bandel namun prestasiku tidak menurun dari sebelumnya, karna aku langsung menjadi juara umum semenjak kelas VII dan prestasi itu berhasil aku pertahankan sampai aku duduk di kelas XII. Setelah naik kelas aku berusaha meninggalkan kebiasaan buruk tersebut dengan bergabung dengan salah satu klub sepak bola binaan karang taruna desa yaitu SSB P3 Fc dan juga aku aktif dalam perkumpulan karang taruna. Di sini aku memupuk prestasi non-akademik dan juga menimba pengalaman dalam berorganisasi. Tahun 2011 aku bersama klub P3D Fc finis di posisi ke tiga liga remaja dan juga aku terpilih sebagai utusan Kwartir Cabang 07 Lima Puluh Kota untuk mengikuti kegiatan Jambore Nasional IX di kota Palembang yang di selenggarakan tanggal 2 – 9 Juli 2011. Sejak saat itu aku tidak lagi di panggil ke kantor karna kebandelanku tetapi karna prestasi yang aku raih. Tiga tahun telah berlalu telah selesai mengikuti Ujian Nasional dan Alhamdulillah aku mendapat nilai yang cukup memuaskan. Dengan prestasi tersebut aku di tawarkan oleh kepala Madrasah Aliah Darul Funun untuk melanjutkan studi di sana. Akupun menerimanya.
            Selama belajar di Madrasah Aliah Darul Funun aku merasa tak terlalu berubah dari tingkat sebelumnya. Dimulai di kelas sepuluh, aku tergolong siswa yang ambisius. Buktinya ketika diadakan lomba Kompetisi Sains Madrasah aku ngotot untuk ikut meskipun 80% majelis guru menertawakannya. Aku bertekad akan membuat guru guru yang menetawakanku akan terdiam. Pada waktu itu aku mengambil bidang studi matematika dan Alhamdulillah aku lolos ke tingkat provinsi. Aku sangat bahagia karna berhasil membuat guru yang merendahkanku terdiam. Di tingkat provinsi aku hanya meraih juara kedua dengan selisih point 3 point juara pertama. Namun aku tetap bersyukur. Tahun berikutnya aku adalah siswa kelas XI-IPA yang merupakan angkatan pertama di Madrasah Aliah Darul Funun. Karena jurusan IPA adalah jurusan baru fasilitas belajar seperti laboratorium belum lengkap bahkan guru yang mengajar masih ada guru tingkat MTs yang dirangkapkan ke tingkat MA. Alhasil kami kesulitan dalam belajar terutama dalam mata pelajaran biologi. Sewaktu ujian mid semester aku sempai kaget melihat nilai biologiku yang tak mencapai target, dengan susah payah aku belajar dengan siswa sekolah lain dan Alhamdulillah aku dapat memperbaikinya sewaktu ujian semester akan tetapi aku gagal memperbaiki nilai kimia.
            Memasuki semester kedua kelas XI seleksi KSM tingkat kabuapaten kembali dibuka. Kali ini aku berniat mengikuti bidang studi fisika, namun atas saran kepala sekolah aku akhirnya mengikuti bidang studi matematika dan aaku kembali lolos ke tingkat propinsi setelah mengalahkan lawan lawan di tingkat kabupaten. Roda memang berputar, itulah yang aku rasakan saat mengikuti lomba KSM di tingkat provinsi tahun 2014. Aku gagal mempertahankan peringkat kedua tahun lalu dan hanya berhasil memperoleh peringkat tiga. Kecewa dan bangga bergejolak di dalam dadaku, kepsek dan guru pembimbing. Kecewa karena gagal lolos ke tingkat nasional yang tahun lalu hamper ku dapat dan bangga karena telah berhasil menorehkan prestasi yang luar biasa bagi sekolah, karena selama ini tak pernah sekalipun Madrasah Aliah Darul Funun mengutus siswanya mengikuti lomba KSM tingkat provinsi.
            Sekarang kegembiraan itu telah usai karena aku telah duduk di kelas XII – IPA yang merupakan penentu jalanku. Kemana kelak akan ku arahkan diriku ini setelah tamat tingkat Madrasah aliah. Tak mudah mengambil keputusan bagiku, karena aku merupakan anak pertama dan juga cucu pertama dalam keluarga. Yang akan membimbing adik adikku. Setelah meminta masukan dari semua anggota keluarga dan orang orang terdekatku aku bulatkan bahwa aku kelak akan menjadi seorang tenaga pendidik. Hal ini aku putuskan karena dengan menjadi seorang guru yang mengajarkan hal-hal baik dan berguna kelak setelah aku wafat aku akan tetap mendapatkan tambahan saldo pahala dari ilmu yang aku ajarkan. Di sampan itu aku ingin melanjutkan cita cita ibuku yang terganjal keadaan darurat. Dan aku berharap semua itu bisa terwujud. Amin